Aspek Perkembangan Remaja
Terdapat dua konsep perkembangan remaja yaitu nature dan nurture. Konsep naturemengungkapkan bahwa masa remaja adalah masa badai dan tekanan. Periode perkembangan ini individu banyak mengalami gejolak dan tekanan karena perubahan yang terjadi dalam dirinya. Konsep nurturemenyatakan tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan tersebut. Hal tersebut tergantung dari pola asuh dan lingkungan dimana remaja itu tinggal. Dalam perkembangan sosial, terjadinya tumpang tindih pada pola tingkah laku anak dan pola perilaku dewasa merupakan tradisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anak–anak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.
a. Kuatnya teman sebaya
Keinginan untuk mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orang tua dan ketergantungan secara emosional pada orang tua. Berdasarkan ciri–ciri yang dimiliki seperti menjadi egosentris, dan kebingungan peran, maka seorang remaja mulai mencari pengakuan diri diluar rumah.
Pada usia remaja, seseorang lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama dengan orang tuanya, sehingga wajar saja jika tingkah laku dan norma/ aturan – aturan yang dipegang banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Namun, meskipun tampaknya remaja sangat bergantung pada teman sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap ambivalen. Di satu sisi ingin membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri dari orang tua, tetapi disisi lain mereka masih tergantung pada orang tuanya. Remaja tetap akan meminta pertimbangan dari orang tuanya ketika menghadapi masalah yang berat atau harus menentukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depannya yang berakibat jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk ketergantungan remaja pada orang tuanya, ketergantungan remaja pada teman sebaya lebih mengarah pada hal–hal yang berkaitan dengan relasi soaial atau penerimaan lingkungan (misalnya perilaku/kebiasaan sehari–hari, kesukaan, aktivitas yang dipilih, gaya bahasa, dll).
Tingkat konformitas remaja dengan kelompok sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang terjadi dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang terlalu hangat, memberikan perlindungan dan keamanan yang berlebihan, melibatkan ikatan emosi yang sangat kuat cenderung memengaruhi remaja menjadi malas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau mengalami kesulitan dalam berinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya remaja ini lebih senang menyendiri atau bergaul dengan orang tertantu saja, ada juga yang minder dan sulit berinteraksi dengan teman sebayanya. Sementara keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi pada anak, cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikat diri dengan orang lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut (tanpa membedakan mana perilaku yang salah atau benar). Keluarga yang memberikan kehangatan dan ikatan emosi yang tidak berlebihan dan senantiasa memberi dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Remaja mampu menentukan kapan ia harus mengikuti kelompoknya dan kapan harus menolak ajakan dari teman sebayanya shingga remaja tersebut akan terbebas dari tekanan teman sebaya untuk melakukan hal – hal negatif.
b. Pengelompokan sosial baru
Kelompok remaja yang beranggotakan laki–laki biasanya lebih besar dan tidak terlalu akrab, sedangkan kelompok remaja perempuan lebih kecil dan lebih akrab. Remaja laki–laki cenderung lebih banyak berbagi pengalaman atau topik–topik tertentu yang menarik (olah raga, musik, film, teknologi dan lainnya), umumnya mereka jarang berbagi perasaan atau emosi pada teman sebayanya, sedangkan remaja perempuan lebih bisa berbagi pengalaman dan perasaan.
Referensi:
- Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi remaja dan Wanita. Bandung : Salemba Medika.
No comments:
Post a Comment