Showing posts with label Kejiwaan. Show all posts
Showing posts with label Kejiwaan. Show all posts

Thursday, January 31, 2013

ASKEP JIWA DENGAN KRISIS

A. DEFINISI
Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu.
Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup yang penting, dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan.
Krisis terjadi melalui empat fase :
Fase I : Ansietas meningkat sehingga muncul stimulus individu untuk
menggunakan koping yang biasa dipakai.
Fase II : Ansietas lebih meningkat karena koping yang digunakan gagal.
Fase III : Individu berusaha mencari koping baru, memerlukan bantuan orang lain.
Fase IV : Terjadi ansietas berat / panik yang menunjukkan adanya disorganisasi psikologis.


Faktor Pencetus Terjadinya Krisis :
1. Kehilangan : - Kehilangan orang yang penting
- Perceraian
- Pekerjaan

2. Transisi : - Pindah rumah
- Lulus sekolah
- Perkawinan
- Melahirkan

3. Tantangan : - Promosi
- Perubahan karir

Kualitas dan Maturitas Ego dinilai berdasarkan ( G. Caplan 1961) :
1. Kemampuan seseorang untuk menahan stress dan ansietas serta mempertahankan keseimbangan.
2. Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan problem.
3. Kemampuan untuk mengatasi problem serta mempertahankan keseimbangan social.

B. FAKTOR PENGIMBANG ( Balancing Factory )
Dalam penyelesaian suatu krisis harus dipertimbangkan beberapa faktor pengimbang yaitu :
1) Persepsi individu terhadap kejadian
a) Arti kejadian tersebut pada individu
b) Pengaruh kejadian terhadap masa depan individu
c) Pandangan realistic & tidak realistic terhadap kejadian
2) Situasi yang mendorong / dukungan situasi
- Ada orang / lembaga yang dapat mendorong individu
3) Mekanisme koping yang dimiliki oleh individu
- Sikap yang biasa dilakukan individu dalam menangani masalahnya.

C. TIPE – TIPE KRISIS
1. Krisis Maturasi
Perkembangan kepribadian merupakan suatu rentang yang setiap saat tahap
mempunyai tugas dan masalah yang harus diselesaikan untuk menuju kematangan pribadi individu. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya tiap tahap dipengaruhi kemampuan individu mengatasi stress yang terjadi dalam kehidupannya.
Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi masa perkembangan yang dapat mengganggu keseimbangan psikologis, seperti pada masa pubertas, masa perkawinan, menjadi orang tua, menopause, dan usia lanjut. Krisis maturasi memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh peran yang memadai, sumber – sumber interpersonal, dan tingkat penerimaan orang lain terhadap peran baru.

2. Krisis Situasi
Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu akibat dari suatu
kejadian yang spesifik, seperti : kehilangan pekerjaan, kehamilan yang tidak diinginkan atau kehamilan diluar nikah, penyakit akut, kehilangan orang yang dicintai, kegagalan disekolah.

3. Krisis Malapetaka ( Krisis Sosial )
Krisis ini disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta
menyebabkan kehilangan ganda dan sejumlah perubahan di lingkungan seperti : gunung meletus, kebakaran dan banjir. Krisis ini tidak dialami oleh setiap orang seperti halnya pada krisis maturasi.


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRISIS

A. PENGKAJIAN
1. Peristiwa pencetus, termasuk kebutuhan yang tercantum oleh kejadian dan gejala yang timbul.
a) Kehilangan orang yang dicintai, baik karena kematian maupun karena perpisahan.
b) Kehilangan biopsikososial seperti : kehilangan salah satu bagian tubuh karena operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran social, kehilangan kemampuan melihat dan sebagainya.
c) Kehilangan milik pribadi misalnya : kehilangan harta benda, kehilangan kewarganegaran, rumah kena gusur.
d) Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang hebat dengan pasangan hidup.
e) Ancaman – ancaman lain yang dapat diidentifikasi termasuk semua ancaman terhadap pemenuhan kebutuhan.

2. Mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian
Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis, termasuk pokok – pokok pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut.
a) Apa arti makna kejadian terhadap individu
b) Pengaruh kejadian terhadap masa depan
c) Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistis
d) Dengan siapa tinggal, apakah tinggal sendiri, dengan keluarga, dengan teman.
e) Apakah punya teman tempat mengeluh
f) Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama keluarga
g) Apakah ada orang atau lembaga yang dapat memberikan bantuan
h) Apakah mempunyai keterampilan menggantikan fungsi orang yang hilang
i) Perasaan diasingkan oleh lingkungan
j) Kadang – kadang menunjukkan gejala somatic


Data yang dikumpulkan berkaitan dengan koping individu tak efektif, sbb :
1. Mengungkapkan tentang kesulitan dengan stress kehidupan.
2. Perasaan tidak berdaya, kebingungan, putus asa.
3. Perasaan diasingkan oleh lingkungan.
4. Mengungkapkan ketidakmampuan mengatasi masalah atau meminta bantuan.
5. Mengungkapkan ketidakpastian terhadap pilihan – pilihan.
6. Mengungkapkan kurangnya dukungan dari orang yang berarti.
7. Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan.
8. Perasaan khawatir, ansietas.
9. Perubahan dalam partisipasi social.
10. Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
11. Tampak pasif, ekspresi wajah tegang.
12. Perhatian menurun.


Pada krisis malapetaka perilaku individu dapat diidentifikasi berdasarkan fase
respon terhadap masalah musibah yang dialami.

FASE
1.Dampak Emosional
2.Pemberani (heroic)
3.Bulan madu (honeymoon)
4.Kekecewaan
5.Rekonstruksi dan Reorganisasi

RESPON
1.Fase ini sudah termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik sebagai berikut : syok, panic, takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan dan menilai realitas serta mungkin terjadi perilaku merusak diri.

2.Terjadi suatu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga, dan tim kedaruratan kegiatan yang konstruktif saat itu dapat mengatasi ansietas dan depresi. Akan tetapi aktifitas yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan keletihan.

3.Fase ini mulai terlihat pada satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi malapetaka. Kebutuhan bantuan orang lain berupa uang, sumber daya, serta dukungan dari berbagai pihak. Perkumpulan akan membantu memberikan masyarakat baru masalah psikologis dan masalah perilaku mungkin terselubung.

4.Fase ini berakhir dalam 2 bulan s/d 1 tahun. Pada saat ini individu merasa sangat kecewa, timbul kebencian, frustasi dan perasaan marah. Korban sering membanding – bandingkan keadaan tetangganya dengan dirinya, dan mulai tumbuh rasa benci atau sikap bermusuhan terhadap orang lain.

5Individu mulai menyadari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi masalhnya. Mereka mulai membangun rumah, bisnis dan lingkungannya. Fase ini akan berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadi musibah.

B. PERENCANAAN
Dinamika yang mendasari krisis ditetapkan alternative penyelesaian, langkah – langkah untuk mencapai penyelesaian masalah seperti : menentukan lingkungan pendukung dan memperkuat mekanisme koping.

C. TUJUAN
1. Membantu pasien agar dapat berfungsi lagi seperti sebelum mengalami krisis.
2. Meningkatkan fungsi pasien seperti dari sebelum terjadi krisis (bila mungkin)
3. Mencegah terjadinya dampak serius dari krisis misalnya bunuh diri.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi menjadi 4 tingkatan dari urutan yang paling dangkal sampai paling dalam, yaitu :
1) Manipulasi lingkungan
Ini adalah intervensi dengan merubah secara langsung lingkungan fisik individu atau situasi interpersonalnya, untuk memisahkan individu dengan stressor yang menyebabkan krisis.
2) Dukungan umum (general support)
Tindakan ini dilakukan dengan membuat pasien merasa bahwa perawat ada disampingnya dan siap untuk membantu, sikap perawat yang hangat, menerima, empati, serta penuh perhatian merupakan dukungan bagi pasien.

3) Pendekatan genetic (genetic approach)
Tindakan ini digunakan untuk sejumlah besar individu yang mempunyai resiko tinggi, sesegera mungkin. Tindakan ini dilakukan dengan metode spesifik untuk individu – individu yang menghadapi tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunh diri / membunuh orang lain.
4) Pendekatan individual (individual approach)
Tindakan ini meliputi penentuan diagnose, dan terapi terhadap masalah spesifik pada pasien tertentu. Pendekatan individual ini efektif untuk semua tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunuh diri/membunuh orang lain.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Koping individual yang tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang lain yang dicintai, yang dimanifestasikan dengan menangis, perasaan tidak berharga dan bersalah.

TUJUAN
Pasien dapat mengungkapkan perasaan secara bebas.

INTERVENSI
1. Membina hubungan saling percaya dengan
lebih banyak memakai komunikasi non
verbal.
2. Mengizinkan pasien untuk menangis.
3. Menunjukkan sikap empati.
4. Menyediakan kertas dan alat tulis jika pasien
belum mau berbicara.
5. Mengatakan kepada pasien bahwa perawat
dapat mengerti apabila dia belum siap untuk
membicarakan perasaannya dan mungkin
pasien merasa bahwa nanti perawat akan
mendengarkan jika dia sudah bersedia
berbicara.
6. Membantu pasien menggali perasaan serta
gejala – gejala yang berkaitan dengan
perasaan kehilangan.


2. Perubahan proses interaksi keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit, ditandai dengan perasaan khawatir, takut, dan bersalah.

TUJUAN
Keluarga dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat atau orang lain.

INTERVENSI
1. Melakukan pendekatan kepada anggota
keluarga dengan sikap yang hangat, empati
dan memberi dukungan.
2. Menanyakan kepada keluarga tentang
penyakit yang diderita oleh anggota
keluarganya, seperti timbulnya penyakit,
beban yang dirasakan, akibat yang diduga
timbul karena penyakit yang didertita oleh
anggota keluarga tersebut.
3. Menanyakan tentang perilaku keluarga
yang sakit.
4. Menanyakan tentang sikap keluarga secara
keseluruhan dalam menghadapi keluarga
yang sakit.
5. Mendiskusikan dengan keluarga apa yang
sudah dilakukan untuk mengatasi perasan
cemas, takut, dan rasa bersalah.

F. EVALUASI
Beberapa hal yang dievaluasi antara lain :
1. Dapatkah individu menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum krisis terjadi ?
2. Sudah ditemukan kebutuhan utama yang dirasakan tercantum oleh kejadian yang menjadi factor pencetus ?
3. Apakah perilaku maladaptif atau symptom yang ditunjukkan telah berkurang ?
4. Apakah mekanisme koping yang adaptif sudah berfungsi kembali ?
5. Apakah individu telah mempunyai pendukung sebagai tempat ia bertumpu/berpegang ?
6. Pengalaman apa yang diperoleh oleh individu yang mungkin dapat membantunya dalam menghadapi keadaan krisis dikemudian hari ?

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 1994. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta
Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta. EGC.
Maramis, W.E. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.

Tuesday, January 29, 2013

TERAPI OKUPASI DAN REHABILITASI

I. PENDAHULUAN

A. Sejarah okupasiterapi
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk mempertahankan hidup atau survival. Namun juga diketahui sebagai sumber kesenangan. Dengan bekerja seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan melakukan permainan (game), latihan gerak badan , kerajinan tangan dan lain-lain, dan hal ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di cina berpendapat bahwa penyakit timbul karena ketidak aktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya hubungan yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya.
Di mesir dan yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah salah suatu media terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain music, bermain boneka untuk anak-anak, bermain bola.
Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik manusia. Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan sebagi pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka okupasiterapi mulai berkembang dan diterapkan pada abad 19. Philipina pinel memperkenalkan terapi kerja pada tahun 1786 disuatu rumah sakit jiwa diparis. Dia mengatakan bahwa dengan okupasi/pekerjaan pasien jiwa akan dikembalikan kearah hidup yang normal dan dapat meningkatkan minatnya. Juga sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian yang dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang produltif.
Pada tahun 1982 Adolf Meyer dari amerika melaporkan bahwa penggunaan waktu dengan baik yaitu dengan mengerjakan aktivitas yang berguna ternyata merupakan suatu dasar terapi pasien neuripsikiatrik. Meyer adalah seorang psikiater. Isterinya adalah seorang pekerja sosial mulai menyusun suatu dasar yang sistematis tentang pengguanaan aktivitas sebagai program terapi pasien jiwa.
Masih banyak lagi ahli-ahli terkenal yang berjasa dalam pengembangan okupasiterapi sebagai salah satu terapi khususnya untuk pasien mental terutama dari amerika, eropa dan lain-lain. Risetpun masih tetap dilakukan guna lebih mengefektifkan penggunaan okupasiterapi untuk terapi pasien mental.

B. Pengertian okupasitarapi dan rehabilitasi medic
Okupasiterapi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan kemampuan, dan mempermudah belajar keahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Juga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi dan atau memperbaiki ketidak normalan (kecacatan), dan memelihara atau meningkatkan derajat kesehatan.
Okupasiterapi lebih dititik beratkan pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang kemudian memelihara atau meningkatkannya sehingga dia mampu mengatasi masalah-masalah yang diharapkannya.
Okupasiterapi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai media. Tugas pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan pemilihan terapis disesuaikan dengan tujjuan terapis itu sendiri. Jadi bukan hanya sekedar kegiatan untuk membuat seseorang sibuk.
Sebagai tujuan utama okupasiterapi adalah membentuk seseorang agar mampu berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada pertolongan orang lain.
Rehabilitasi adalah suatu usaha yang terkoordinasi yang terdiri dari usaha medik, sosial, edukasional dan vokasional, untuk melatih kembali seseorang untuk mencapai kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin. Rehabilitasi medik adalah usaha-usaha yang dilakukan secara medic khususnya untuk mengurangi invaliditas atau mencegah memburuknya invaliditas yang ada.

C. Fungsi dan tujuan okupasiterapi
Okupasiterapi adalah terapan medic yang terarah bagi pasien fisik maupun mental dengan menggunakan aktivitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktivitas tersebut adalah berbagai macam kegiatan yang direncanakan dan disesuaikan dengan tujuan terapi.
Pasien yang dikirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan okupasiterapi adalah dengan maksud sebagai berikut:
1. Terapi khusus untuk pasien mental/jiwa
• Menciptakan suatu kondisitertentu sehingga pasien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
• Membantu dalam melampiaskan gerakan-gerakan emosi secara wajar dan produktif.
• Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya.
• Membantu dalam pengumpulan data guna penegakan diagnose dan penetapan terapi lainnya.

2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan.
3. Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telpon, televise, dan lain-lain), baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan lain-lain.
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang masih ada.
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh pasien sebagai langkah dalam pre-cocational training. Dari aktivitas ini akan dapat diketahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan kerja, sosialisasi, minat, potensi dan lain-lainnya dari si pasien dalam mengarahkannya kepekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyatan dan menggunakan waktu selama masa rawat dengan berguna.
8. Mengarahkan minat dan hoby agar dapat digunakan setelah kembali ke keluarga.

Program okupasiterapi adalah bagian dari pelayanan medik untuk tujuan rehabilitasi total seseorang pasien melalui kerja sama dengan petugas lain dirumah sakit. Dalam pelaksanaan okupasiterapi keliahatannya akan banyak overlapping dengan terapi lainnya, sehingga dibutuhkan adanya kerjasama yang terkoordinir dan terpadu.

D. Peranan okupasiterapi/pekerjaan untuk terapi
Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui aktivitas manusia dihubungkan deengan lingkungan, kemudian mempelajarinya, mencoba keterampilan atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi kebutuhan fisik maupun emosi, mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup. Potensi tersebutlah yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan okupasiterapi, baik bagi penderita fisik maupun mental.
Aktivitas dalam okupasiterapi digunakan sebagai media baik untuk evaluasi, diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien waktu mengerjakan suatu aktivitas dan dengan menilai hasil pekerjaan dapat ditentukan arah terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut.
Penting untuk diingat bahwa aktivitas dalam okupasiterapi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskusi yang terarah setelah penyelesaian suatu aktivitas adalah sangat penting karena dalam kesempatan tersebutlah terapis dapat mengarahkan pasien. Melalui diskusi tersebutlah pasien belajar mengenal dan mengatasi persoalannya.
Melalui aktivitas pasien diharapkan akan berkomunikasi lebih baik untuk mengekpresikan dirinya. Melalui aktivitas kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh terapi maupun oleh pasien itu sendiri. Dengan menggunakan alat-alat atau bahan-bahan dalam melakukan suatu aktivitas pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan kelemahannya.
Mengerjakan suatu aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya intraksi diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi, dan menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal keefisiensiannya berhubungan dengan orang lain.

II. AKTIVITAS
Aktivitas yang digunakan dalam okupasiterapi sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan kreativitasnya).
1. Jenis
Jenis aktivitas dalam okupasiterapi adalah :
• Latihan gerak badan
• Olahraga
• Permainan
• Kerajinan tangan
• Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
• Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
• Praktik pre-vokasional
• Seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain)
• Rekreasi (tamasya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun dan lain-lain)
• Diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televise, radio atau keadaan lingkungan).
• Dan lain- lain
2. Karakteristik aktivitas
Aktivitas dalam okupasiterapi adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasaan emosional maupun fisik.
Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan daladm okupasiterapi harus mempunyai karakteristi sebagai berikut :
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi bukan hanya sekedar menyibukan pasien
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan pasien.
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi pasien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidak-tidaknya memelihara koondisinya.
f. Harus dapat member dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan dengan kemampauan pasien.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktivitas:
a) Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah dikontrol, ulet, kasar, kotor, halus dan sebagainya.
b) Apakah aktivitas rumit atau tidak
c) Apakah perlu dipersiapkan sebelum dilaksanakan
d) Cara pemberian instruksi bagaimana
e) Bagaimana kira-kira setelah hasil selesai
f) Apakah perlu pasien membuat keputusan
g) Apakah perlu konsentrasi
h) Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan
i) Apakah diperlukan kemampuan berkomunikasi
j) Berapa lama dapat diselesaikan
k) Apakah dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterampilan pasien.
l) Dan sebagainya

3. Analisa aktivitas
Untuk dapat mengenal karakteristik maupun potensi atau aktivitas dalam rangka perencanaan terapi, maka aktivitas tersebut harus dianalisa terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu dianalisa adalah sebagai berikut:
a. Jenis aktivitas
b. Maksud dan tujuan penggunaan aktivitas tersebut (sesuai dengan tujuan terapin)
c. Bahan yang digunakan:
• Khusus atau tidak
• Karakteristik bahan:
 Mudah ditekuk atau tidak
 Mudah dikontrol atau tidak
 Menimbulkan kekotoran atau tidak
 Licin atau tidak
Rangsangan yang dapat ditimbulkan:
 Taktil
 Pendengaran
 Pembauan
 Penglihatan
 Perabaan
 Gerakan sendi, dan sebagainya
• Warna
 Macam-macamnya dan namanya
 Banyaknya
d. Bagian-bagian aktivitas
• Banyaknya bagian
• Rumit atau sederhana
• Apakah membutuhkan pengulangan
• Apakah membutuhkan perhitungan matematika
e. Persiapan pelaksanaan:
• Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu
• Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan
• Apakah bahan telah tersedia atau harus dicari terlebih dahulu
• Apakah ruangan untuk melaksanakan harus diatur
f. Pelaksanaan
• Apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya:
 Konsentrasi
 Ketangkasan
 Rasa social diantara pasien
 Kemampuan mengatasi masalah
 Kemampuan bekerja sendiri
 Toleransi terhadap frustasi
 Kemampuan mengikuti instruksi
 Kemampuan membuat keputusan
g. Apakah aktivitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksi diantara mereka
h. Apakah aktivitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, inisiatif, penilaian, ingatan, komprehensi, dan lain-lain.
i. Apakah aktivitas tersebut melibatkan imajinasi, kreativitas, pelampiasan emosi dan lai-lain
j. Apakah ada kontra indikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus bertindak hati- hati, karena dapat berbahaya bagi pasien maupun sekelilingnya (misalnya untuk pasien dengan paranoid sangat riskan memberikan benda tajam)
k. Yang penting lagi adalah pakah disukai oleh pasien

III. INDIKASI UNTUK OKUPASITERAPI
1. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengintegrasian perkembangan psikososialnya
2. Kelainan tingkah laku yang terlihat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan orang lain
3. Tingkah lau tidak wajar dalam mengekpresikan perasaan atau kebutuhan yang primitive
4. Ketidak mampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula
5. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang yang mengalami kemunduran
6. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu aktivitas dari pada dengan percakapan
7. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara mempraktikannya dari pada dengan membayangkan
8. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya
9. Dan sebagainya

IV. PROSES OKUPASITERAPI YANG BENAR
Dokter yang mengirimkan pasien untuk okupasaiterapi akan menyertakan juga data mengenai pasien berupadiagnosa, masalahnya dan juga akan menyatakan apa yang perlu diperbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang lebih banyak untuk keperluan diagnose, atau untu terapi, atau untuk rehabilitasi
Setelah pasien berada diunit okupasiterapi maka terapis akan bertindak sebagai berikut:
1. Koleksi data
Data biasa didapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang disertakan waktu pertama kali pasien mengujungi unit terapi okupasional. Jika dengan mengadakan interviu dengan pasien atau keluarganya, atau dengan mengadakan kunjungan rumah. Data ini diperlukan untuk menyusun rencana terapi bagi pasien. Proses ini dapat berlangsung beberapa hari sesuai dengan kebutuhan
2. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang masalah dan atau kesulitan pasien. Ini dapat berupa masalah dilingkungan keluarga atau pasien itu sendiri
3. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien maka dapat disusun daftar tujuan terapi sesuai dengan prioritas baik jangka pendek maupun jangka panjangnya
4. Penentuan aktivitas
Setelah tujuan terapi ditetapkan maka dipilihlah aktivitas yang dapat mencapai tujuan terapi tersebut. Dalam proses ini pasien dapat diikut sertakan dalam menentukan jenis kegiatan yang kan dilaksanakan sehingga pasien merasa ikut bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaannya. Dalam hal ini harus diingat bahwa aktivitas itu sendiri tidak akan menyembuhkan penyakit, tetapi hanya sebagai media untuk dapat mengerti masalahnya dan mencoba mengatasinya dengan bimbingan terapis. Pasien itu sendiri harus diberitahu alasan-alasan mengenai dia harus mengerjakan aktivitas tersebut sehingga dia sadar dan diharapkan akan mengerjakannya dengan aktif.
5. Evaluasi
Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai dengan tujuan terapi. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi selanjutnya sesuai dengan perkembangan pasien yang ada. Dari hasil evaluasi dapat direncanakan kemudian mengenai peneyesuain jenis aktivitas yang kan diberikan. Namun dalam hal tertentu penyesuain aktivitas dapat dilakukan setelah bebrapa waktu setelah melihat bahwa tidak ada kemajuan atau kurang efektif terhadap pasien.
Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagi berikut:
a. Kemampuan membuat keputusan
b. Tingkah laku selama bekerja
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai kebutuhan sendiri
d. Kerjasama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)
f. Inisiatif dan tanggung jawab
g. Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
h. Menyatakan perasaan tanpa agresi
i. Kompetisi tanpa permusuhan
j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab atas pendapatnya tersebut
l. Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya
m. Wajar dalam penampilan
n. Orientasi, tempat, waktu, situasi, orang lain
o. Kemampuan menrima instruksi dan mengingatnya
p. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus diawasi
q. Kerapian bekerja
r. Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
s. Toleransi terhadap frustasi
t. Lambat atau cepat
u. Dan lain sebagainya yang dianggap perlu

V. PELAKSANAAN
1. Metode
Okupasiterapi dapat dilakukan baik secara indivisual, maupun berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi dan lain-lain:
a. Metode individual dilakukan untuk:
• Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien
• Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancaran suatu kelomppok bila dia dimasukan dalam kelompok tersebut
• Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif
b. Metode kelompok dilakukan untuk:
• Pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau hamper bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk tujuan tertentu bagi bebrapa pasien sekaligus.
Sebelum memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun kelompok maka terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis aktivitas yang akan dilakaukan, dan kemampuan terapis mengawasi.
2. Waktu
Okupasiterapi dilakukan antara 1 – 2 jam setiap session baik yang individu maupun kelompok setiap hari,dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi, tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ½ - 1 jam untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan dan 1 – 1 ½ jam untuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai dengan tujuan terapi.
3. Terminasi
Keikut sertaan seseorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri dengan dasar bahwa pasien :
• Dianggap telah mampu mengatsi persolannya
• Dianggap tidak akan berkembang lagi
• Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasiterapi

(MATERI KULIAH KEPERAWATAN JIWA I)

Thursday, January 24, 2013

PERAWATAN PASIAN USIA LANJUT DENGAN GANGGUAN MENTA...

Pengertian

Pengertian Gerontologi dengan Geriatri sering dicampuradukkan. Ada perbedaan diantara keduanya.
Gerantologi : Ilmu yang mempelajari proses menjadi tuanya penduduk
Geriatri : Adalah merupakan bagian medik dari Gerantologi.
Geriatri adalah bagian dari cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan penyakit dan kekurangan pada usia lanjut antara lain dengan pemeriksaan, perawatan, after care dari usia lanjut yang sakit yang keadaan kesehatannya yang terutama dipengaruhi oleh proses ketuaannnya.
Proses atau keadaan menjadi tua merupakan fenomena perkembangan manusia yang alamiah, di mana secara berangsur angsur menjadi kemunduran dari kapasitas mental, berkurangnya minat sosial dan menurunnya aktifitas fisik. Serupa dengan masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa menjadi tua adalah hal yang normal yang disertai dengan problema yang khusus pula. Tekanan hidup yang beraneka ragam yang terdapat dalam masyarakat ikut membentuk keadaan yang istimewa atau khusus ini pada usia lanjut.
Apa usia lanjut itu? Kapan dan usia berapa seseorang dikatakan tua atau lanjut usia? Sukar manjawab dengan tepat karena perjalanan menjadi tua sangat berbeda pada tiap individu, pada suatu individu proses manjadi tua pada organ tubuhpun tidak sama terjadinya, sehingga adakalanya orang masih muda, tapi tanda-tanda tua sudah tampak padanya. Sebaliknya orang yang sudah mancapai usia 80 tahun adakalanya masih menunjukan vitalitas seperti orang muda. Pada seseorang jantungnya lebih dulu mengalami kerewelan, yang lain ginjalnya, yang lain otaknya dan sebagaiya. Maka dapatlah dikatakan umur kronologik tidak identik dengan umur biologik, hanya kadang-kadang keduanya tampak bersamaan. Belum ada umur yang pasti dalam penetapan usia lanjut karena pada umumnya banyak pendapat bahwa menua adalaha suatu proses fisiologik yang berlangsung perlahan-lahan dan efeknya berlainan pada tiap individu, sehingga sulit ditetapkan batas usia yang pasti untuk geriatri.

Untuk Indonesia secara umum setiap orang dari enam puluh tahun keatas dianggap usia lanjut (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwadi Indonesia, EdisiI, 1973)
Banyak teori yang telah dianjurkan untuk mencoba menerangkan tentang perubahan fisiologik pada usia lanjut hanya menunjukan manifestasi dari proses menjadi tua, tetapi bukan penyebab dari proses menua itu. Karena perubahan jasmani yang khas pada sebagian besar usia lanjut, penyesuaian tertentu diperlihatkan pula dalam pola hidup mereka.

Havighurst menyatakan hal yang berikut ini sebagai tuntutan perkembangan kematangan usia lanjut.
1. Penyesuaian diri pada ketahanan dan kesehatan fisik yang berkurang,
2. Penyesuaian diri dengan kematian istri atau suami,
3. Penyesuaian diri dengan masa pensiun dan berkurangnya pendapatan,
4. Menjalin hubungan yang lebih berarti dengan kelompok umur yang sama,
5. Kemampuan memenuhi kewajiban sosial dan kewarganegaraan,
6. Pengadaan pola hidup yang memuaskan.

Usia lanjut ditandai dengan adanya perubahan fisik dan perubahan mental, perubahan fisik yang konsisten dengan usia lanjut antara lain adalah :
a. Pendengaran berkurang sampai menjadi tuli
b. Penglihatan menjadi kabur karena pembentukan katarak
c. Gigi satu persatu tanggal
d. Kulit tampak keriput karena tidak elastis lagi dan kering
e. Sendi-sendi sudah kurang fleksibel dan kaku, terjadi perubahan osteoartritik
f. Otot-otot mengendor dan lemah
g. Daya pengecapan dan penciuman berkurang
h. Seringkali ada tremor
i. Perubahan fungsi organ internal, misalnya penyakitjantung, hipertensi dan diabetes.
Perubahan mental menyangkut bidang intelegensi (Intelek) dan emosi berbeda pada masing-masing individu.
Bidang Intelek :
a. Sering lupa tentang peristiwa yang baru saja terjadi
b. Tidak dapat berfikir cepat dan terang
c. Daya konsentrasi menurun
d. Disorientasi tempat, waktu dan orang (tidak mampu mengenal orang yang dekat dengannya)
e. Daya menimbang dan menilai(judgement) menurun
Bidang Emosi :
a. Cendering untuk menyendiri, sifat gotong royong menurun, tiap orang sibuk dengan urusannya sendiri.
b. Pesimistik, takut sakit, ada fikiran bahwa permulaan dari suatu penyakit merupakanawal dari suatu akhir, melankolik.
c. Kaku, terikat dengan tata cara lama, menolak ide baru, tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dalam hidup rutinnya ; kepala batu, tidak mau mendengarkan perkataan orang lain; suka menentang.
d. Mempunyai sifat seperti anak kecil
e. Mudah iri hati, mudah curiga, mudah merasa dibelakangi, mudah tersinggung, merasa cemas yang berlebihan. Mudah timbul kemarahan dan pertengkaran, bermusuhan terhadap orang lain, seringkali keluarga dekat.
f. Kadang-kadang keinginan erotik datang kembali, kadang-kadang berusaha untuk mengadakan hubungan seks dengan anak muda; ini merupakan usaha-usaha untuk meyakinkan diri dengan kemampuannya.
g. Tidak berbicara dengan suara keras dan kalau tertawa tidak terbahak-bahak.

Semua perubahan tersebut di atas adalah normal dan terjadi karena bertambahnya usia disertai dengan kemunduran jasmani, sensibilitas dan energi.


A. BENTUK PSIKOSA PADA USIA LANJUT

Tidak ada suatu bentuk yang dikatakan khas, karena ada bentuk yang bervariasi dalam gejala. Perlu diingat jika seseorang menjadi tua dan menderita gangguan jiwa maka maka ia akan membawa dalam penyakit tersebut semua sifat waktu silamnya yang terlihat lebih menonjol.
Pada orang usia lanjut perubahan patologik bersifat permanen dengan disertai memburuknya kondisi badan disebut “SENIL” atau yang sudah amat kita kenal yaitu “ deminsia senilis”. Seseorang yang menderita deminsia mengalami kemunduran mental yang irreversibel dan progresif, terutama daya ingat dan intelegensia akibat kerusakan jaringan otak. Pada permulaan pasian akan kehilangan daya ingat mengenai peristiwa yang baru saja terjadi, misalnya apakah ia sudah makan atau belum. Kemudian setelah agak lama peristiwa lamapun dilupakan pula.
Ada dua macam keadaan senil :
1. Demensia senilia : terjadi sesudah umur 60 tahun dengan kelianan otak terbatas pada atrofi oleh karena proses tua.
2. Demensia Prasenilis : terjadi sebelum 60 tahun akibat atrifi jaringan otak sebagian maupun menyeluruh. Keadaan ini mencakup penyakit alzheimer, Pick dan Jakob Greutzfeldt.
Kecuali ini dikenal pula Paranoia Involutif, depresi dan keadaan delerium seperti maniakal dan paranoia. Kadang-kadang juga terdapat suatu kelainan psikosa organik, ialah gangguan jiwa yang disebabkan oleh kelainan faktor jasmaniah yang mempengaruhi susunan system syaraf pusat/ otak. Hal ini biasanya bersifat sementara karena disebabkan dehydrasi, uremia, gangguan perdarahan dengan atau tanpa gangguan pembukuh darah otak (renjatan pasca rudapaksa otak dan tumor otak).

B. PERANAN PERAWAT DALAM PERAWATAN PASIEN USIA LANJUT

Dengan makin bertambahnya orang dengan usia diatas 60 tahun di masyarakat, karena meningkatnya keadaan kesehatan masyarakat, maka masyarakat dihadapkan pada hal yang membingungkan dalam merawat orang usia lanjut dalam jumlah yang besar sewaktu mereka menderita gangguan jiwa.
Perawat harus ikut bertanggung jawab dalam merawat pasien usia lanjut agar mereka dapat menjadi orang yang bahagia, sehat jasmani dan dapat bekerja sedapat mungkin serta selama mungkin dalam batas-batas kemampuan mereka secara konstruktif. Perawat hendaknya mampu melakukan hubungan antar pribadi yang memuaskan dengan pasien. Mereka membutuhkan toleransi dan keramah tamahan, perawat hendaknya mampu untuk mempermudah penyesuaian diri mereka di bangsal.
Prinsip perawatan pasien usila membahagiakan dan menyembuhkan mereka, perawat yang kerjanya hanya memerintah saja tidak cocok untuk bekerja diruangan ini. sebaiknya perawat yang bekerja disana ramah, suka melucu, dapat menstimulir pasien dalam aktivitas dan dapat membantu memecahkan problemnya diamping serlalu mempunyai waktu untuk pasien. Terlalu memanjakan hanya membuat pasien selalu tergantung pada perawat dan bersifat kekanak-kanakan. Perawat harus hormat kepada pasien. Perawatan pasien usila bukan merupakan perawatan yang mudah dan sederhana, untuk ini dituntut kecermatan, ketelitian dan displin diri sesuai dengan keadaan usia lanjut.
Perawat yang berhasil merawat pasien usia lanjut, tidak diragukan mempunyai kepribadian yang positif, minat yang tulus, kasih sayang terhadap sesama manusaia , sabar, bijaksana, ramah dan simpatik.
Ia harus mendapat kan kepuasan pribadi dengan menyadari bahwa ia telah membantu memberikan kebahagiaan pada pasiennya tanpa perlu melihat kemajuan yang besar yang didapatkan dari peningkatan keadaan pasien.

C. PERAWATAN INSTITUSIONAL BAGI PASIEN USILA

Orang usia lanjut sangat mudah menjadi bingung karena perubahan yang terjadi di lingkungannya dan karenanya ia akan merasa lebih bahagia, mudah diurus dan disorientasinya akan berkurang jika ia tetap ditempatkan dalam satu suasana yang mudah dikenalinya. Bagaimanapun beberapa individu memperlihatkan problema tingkah laku yang demikian sulitnya sehingga ia mungkin dapat menjadi kecewa dalam satu suasana yang tidak aman seperti di rumahnya sendiri. Mungkin perlu menempatkan mereka dalam satu lembaga dimana mereka diberikan pelayanan perawatan yang lebih teliti dan lebih diperhatikan daripada di rumah. Sayangnya dalam beberapa keadaan satu-satunya lembaga bagi pasien yang demikian adalah rumah sakit jiwa, walaupun biasanya ini merupakan bukan tempat yang ideal bagi pasien usila dengan gangguan jiwa.
Perencanaan yang matang diperlukan untuk mendirikan bangsal yang aman bagi pasien usila yang penglihatannya mungkin sudah kabur, keseimbangan terganggu dan langkahnyapun sudah tidak pasti.

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
• Lantai tidak blh licin
• Keset atau permadani atau tikar kecil jangan dipakai karena pasien akan mudah tersandung dan jatuh.
• Kursi goyang tidak boleh disediakan karena jika pasien duduk di kursi demikian ia akan mudah terjungkir dan jatuh.
• Pegangan di didinding kamar mandi dan kakus perlu disediakan
• Sebaikmya kakus disediakan di dalam ruangan karena pasien usila lebih sering ke kakus, ruangan kakus hendaknya lapang sehingga kursi roda dapat masuk dan mengingat persendian pasien sudah kaku dan berduduk berdiri memerlukan tenaga, sebaiknya kakus berupa kloset.
• Tempat tidue harus rendah sehingga pasien mudah naik turun
• Sediakan kursi roda
• Lingkungan pasien harus menyenangkan, hangat seperti situasi di rumah, ada hiasan dalam ruangan dan dinding. banyak pasien yang senang akan gerakan yang tenang disekitarnya, misalnya ikan dalam aquarium. Sangat ideal jika disekeliling bangsal ada tanaman dengan bangku, dimana pasien dapat duduk santai melihat-lihat bunga pada hari yang cerah. Sebagian pasien tidak mengenal waktu, terutama karena mereka tidak dapat melihat jam, maka sebaiknya disediakan beberapa buah jam.


TINDAKAN PERAWATAN

1. Komunikasi

Tujuan perawatan pasien usia lanjut ialah untuk mengusahakan agar mereka bahagia dan produktif selama mungkin. Tugas pertama adalah mengusahakan agar mereka senang dan bahagia. Termasuk dalam hal ini antara lain menolong mereka merasakan disayangi, dikasihi, dicintai, diingini dan berguna. Perawat dapat menolong mereka merasakan bahwa mereka diingini ialah dengan memberikan mereka perhatian dan pujian. Perawat juga dapat mengusahakan agar keluarga pasien sering datang berkunjung dan membawa oleh-oleh. Perawat dapat mencarikan teman sebaya bagi mereka dan mengorganisir perkumpulan dan pertemuan, perawat dapat memberikan rasa aman bagi pasien dengan mengatakan bahwa ia dapat tidur ditempat tidur yang tetap, dapat memakai kursi, meja dan tempat lain di ruangan itu sehari-hari. Perawat dapat mengorganisir aktifitas di ruangan sesuai dengan kesenangan pasien. Pasien dapat ditolong merasakan bahwa ia berguna dengan memberinya semangat untuk mengurus dirinya dan barang-barang asal tidak bertentangan dengan pengobatan dan kemampuannya.
Terimalah mereka sebagaimana adanya yaitu mudah tersinggung, lamban, pelupa, jangan ditolak dengan tingkah laku nonverbal walaupun secara verbal ia diterima. Setiap komunikasi akan dipengaruhi oleh gejala yang diperlihatkan dan akan berbeda pada pasien dengan gejala paranoid dan pasien yang kebingungan, tetapi biasanya mudah didekati dan mudah berhubungan dengannya.

2. Perawatan fisik

a. Makanan dan minuman

Makanan harus sederhana, mudah dicerna, lunak, bergizi, dan dihidangkan dalam porsi kecil yang menarik. Porsi makan siang dapat lebih besar. Jika tidak disarankan dokter, paisen tidak perlu banyak makan daging, tetapi lebih banyak memerlukan susu dan sayuran. Mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk makan, mengingat indera pengecap mereka sudah berkurang, berikan kesempatan pada mereka untuk menilih makanannya sendiri jika mungkin.
Sebagian perawat beanggapan adalah tanggungjawabnya untuk menyuapi pasien apabila mereka melihat cara makan pasien yang lambat, usahakan sedapat mungkin agar pasien makan sendiri. Jika perawat menyuapi pasien untuk menjaga agar pasien bersih dan menghemat wakt, maka ia telah membuat satu kesalahan, karena dengan jalan ini ia telah menambah kemunduran pasien dan membuatnya tergantung pada perawat. Usahakan agar pasien sedapat mungkin melakukan apa yang dapat ia lakukan sendiri dalam batas-batas kemampuan fisik dan jiwanya. Dan peting sekali memelihara gigi dan gigi palsu mereka.

b. Tidur

Pasien mungkin susah tidur, sedangkan ia perlu istirahat. Ia harus aktif dan tidak
tidur pada siang hari agar dapat tidur pada malam harinya.
Pemberian susu panas, penggarukan punggung dan duduk dekat pasien akan menenangkan pasien dan membuatnya merasa aman untuk tidur. Kadang-kadang pasien takut tidur, karena takut tidak akan bangun lagi besoknya. Dengan duduk disampingnya, berbicara dan memperlihatkan minat padanya akan dapat menolongnya. Hindarkan agar pasien tidak selalu berbaring di tempat tidur karena dapat mengakibatkan :
1. Osteoprorsis dan akhirnya dapat menimbulkan batu ginjal dan batu kandung kemih. Keluhan pada osteoprosis umumnya sakit di pinggang, rasa sakit di punggung, ini menyebabkan pasien berbaring terus.
2. Spitsvoet ; Spitsvoet terjadi akibat sendi pergelangan kaki tidak dilatih, hal ini dapat dihindarkan dengan melatih jalan, menggerakkan persendian tersebut.
3. Kontraktur lutut dan kontraktur pinggul ; lutut menjadi kaku terutama apabila menggunakan bantal untuk menunjang lutut.
Kontraktur pinggul terjadi karena sikap setengah duduk . hal ini baru akan diketahui setelah pasien disuruh berjalan, ternyata pasien tidak dapat lagi berdiri tegak, apabila pasien harus berbaring terus di tempat tidur, maka konttraktur ini dapat dicegah dengan melatih secara teratur tidur telungkup. Kekakuan sendi lain juga dapat terjadi apabila pasien tidak menggunakannya atau melatihnya.
4. Atropi otot
Pada pasien yang berbaring terus dapat mempercepat atropi otot dan merasa sangat lelah. Tanpa latihan khusus sangat sukar mengaktifkan pasien kembali dan pasien cenderung berbaring terus.
5. Gangguan peredaran darah
Peredaran darah menjadi lambat dan akhirnya dapat menimbulkan trombosis dan emboli.
6. Gangguan saluran pernafasan
Pasien yang lama berbaring terus di tempat tidur mudah terserang bronchitis, bronchopneumonia, dan hipostatic pneumonia.
7. Gangguan saluran pencernaan
Nafsu makan berkurang, dapat terjadi obstipasi. Jiga dapat menyebabkan incontinensia alvidan elius.
8. Gangguan jiwa dapat terjadi karena terbatasnya lingkungan akibat harus tinggal di tempat tidur. Akibatnya secara perlahan-lahan pasien menarik diri ke masa bayi dan disorientasi. Juga kadang-kadang disertai dengan main fseces. Apabila pasien dilatih dan diaktifkan kembali dapat dilihat bahwa kepribadiannya dapat sebagian atau seluruhnya kembali.
Jika pasien harus tinggal ditempat tidur, perawat harus membantu mendudukan pasien beberapa kali sehari ditempat tidur dan pasien disuruh bernafas dalam.
Latihan ini membantu melancarkan peredaran darah dan merangsang pernafasan.

c. Kulit

Inkontinensia berbahaya bagi kulit pasien usia lanjut yang sudah keriput, kering dan kurang elastik. Kulit pasien mudah lecet kena sabun, karena itu pasien jangan dimandikan terlalu sering tetapi harus dibersihkan dengan lotion kapanpun diperlukan.


d. Penampilan

Penglihatan yang kabur dan kemunduran motorik dapat mengakibatkan pasien sukar untuk berpakaian rapi, ia mungkin bingung dan lebih memerlukan banyak waktu serta tidak dapat memutuskan pakaian apa yang harus dipakai. Ia mungkin inkontinen dan tidak menukar pakaiannya. Ia mungkin menolak untuk menukar pakaiannya dan mendesak untuk tetap memakai pakaian yang sama setiap hari. Perlu kasabaran dan berikan dukungan agar pasien mau selalu berpakaian bersih dan rapi. Juga harus diperhatikan agar pasien tidak kedinginan, jika cuaca dingin mungkin pasien memerlukan pakaian ekstra agara ia tetap hangat.

3. Perlindungan

Pasien perlu dilindungi dari dirinya sendiri, pasien mungkin bingung (confusid), sering keluyuran dan mudah tersesat, ketiduran saat sedang merokok, atau dapat jatuh tersandung karena benda kecil yang dapat terlihat olehnya, maka diperlukan perlindungan dan observasi yang terus menerus, ia mungkin mencuri barang pasien lain, kadang-kadang agresif sehingga pasien lain harus dilindungi. Walaupun wahamnya sudah menetap, perawat harus selalu memberi orientasi. Jika ilusinya membuatnya tidak dapat tidur, mungkin lampu yang diredupkan dapat membantu. Ciptakanlah lingkungan yang aman bagi pasien.

Prinsip perawatan pasien usila :

1. Menciptakan lingkungan yang aman, hangat dan penuh kasih sayang (t.l.c= tender love care).
2. Jangan memaksakan ide atau perilaku baru kepada pasien
3. Mengusahakan pasien selalu merasa senang dan bahagia
4. Mengusahakan kesehatan fisik pasien
5. Mengusahakan agar pasien dapat mengurus dirinya sendiri
6. Mengusahakan agar pasien berperan aktif dalam terapi okupasi dan kegiatan lain
7. Merancanakan keperawatan setiap pasien sesuai kebutuhannya
8. Menolong pasien agar ia dapat merasakan bahwa ia dibutuhkan dan berguna
9. Perawat harus mengetahui bahwa terapi usila tidak hanya ditujukan untuk memperpanjang usia harapan hidup, tetapi untuk meneruskan satu kehidupan yang bahagia.


ASKEP JIWA LANSIA

PENDAHULUAN

 6,9% dari total penduduk indonesia (15,4 juta jiwa) pada tahun 2000 adalah lansia
 Tiap tahun jumlah lansia cenderung bertambah/ meningkat
 Lansia merupakan proses penuaan alamiah, yaitu terjadi :
- Penurunan fungsi tubuh
- Penurunan adaptasi terhadap stress
 Teori menua :
- Biologi
- Psikologi
- Sosial budaya

a. Teori Biologi
Teori progresi biologi, kognitif dan psikomotor yang irrevesible
b. Teori Psikologi
Integritas VS putus asa (teori Erikson)
c. Teori Sosial Budaya
Teori pelepasan merupakan manifestasi dari kemunduran aktivitas, dan cenderung membentuk kelompok dengan teman sebaya (Aging merupakan suatu proses yang normal)

PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Interview
Diperlukan komunikasi terapeutik
1. Topik spesifik, singkat dan jelas, waktu cukup, tehnik yang digunakan
klarifikasi

2. Ciptakan tempat/ lingkungan yang nyaman karena lingkungan baru seringkali
membuat stress.
3. Tempat duduk yang nyaman dan rileks, sehingga dapat duduk dengan tenang
4. Berbicara dan gerakan harus lambat karena pada lansia terjadi gangguan
Sensori

b. Pengkajian kemampuan fungsi
1. Mobilisasi sebagai kemampuan untuk
- Bergerak/ berpindah
- Partisipasi dalam keluarga
- Kontak dengan orang lain
2. ADL
Mandi, berpakaian, makan, BAB & BAK, gerakan menyisir, menyiapkan makan, berbelanja
d. Fungsi fisiologi
1. Nutrisi; mandiri atau dibantu, gangguan mengunyah
2. Medikasi
e. Dukungan sosial
– Interaksi keluarga/ klien untuk adaptasi, kerjasama dan perhatian

DIAGNOSIS

a. Depresi
– Harga diri rendah
– Resiko tinggi merusak diri
– Intoleransi aktifitas
– Defisit perawatan diri
– Gangguan pola tidur
– Perubahan proses fikir


b. Delirium
– Perubahan sensori persepsi
– Kerusakan interaksi sosial

c. Demensia
– Kerusakan komunikasi verbal
– Perubahan penampilan peran
– Defisit perawatan diri
– Kerusakan interaksi sosial

d. Delusi
– Perubahan proses fikir
- Kerusakan interaksi sosial

e. Ansietas
– Koping individu inefektif
– Ansietas
– Intoleransi aktivitas

PERENCANAAN/ INTERVENSI

A. Terapi lingkungan
- Perasaan aman, tenang
- Minimalkan perilaku distruktive
- Stimulasi kognitif untuk memperbaiki fungsi kognitif
B. Terapi somatik
- E C T
- Psychotropic medication
C. Intervensi interpersonal
- Psycoterapi
- Life review terapi
Individu/ kelompok seperti menceritakan riwayat hidup
- Orientasi realita; waktu, tempat, orang (struktur lingkungan; jam, alamat dan kontak realitas)
- Latihan dan terapi kognitif untuk melatih daya ingat
- Terapi relaksasi; cara sederhana untuk relaksasi, nafas dalam
- Konseling untuk meningkatkan empati dan percaya diri
- Pendidikan klien dan keluarga


EVALUASI

- Peningkatan fungsi kognitif
- Peningkatan ADL (Self Care)
- Kesehatan emosional

DIAGNOSA YANG SERING DITEMUKAN :

1. Gangguan daya ingat
- Sebutkan nama perawat dan panggil nama klien pada awal percakapan
- Topik yang akan dibicarakan dipilih oleh klien
- Hindarkan konfrontasi bila pernyataan klien salah
- Penataan barang pribadi jangan dirubah
- Laksanakan program orientasi
2. Gangguan orientasi realitas
- Berikan nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada kamar/ ruangan klien
- Semua petugas memakai nama yang dapat dibaca dengan jelas
- Orientasikan klien pada barang milik pribadi
- Sediakan alat-alat penunjuk waktu (jam yang berbunyi, kalender)
- Terapi aktifitas kelompok dengan program orientasi realita
3. Gangguan perawatan diri
- Buat jadwal mandi, ganti pakaian
- Ajarkan cara mandi secara bertahap
a. Peralatan mandi
b. Langkah-langkah mandi
c. Privacy
- Ajarkan cara berpakaian
a. Langkah-langkah berpakaian
b. Hindarkan kancing dan resleting
c. Instruksi sederhan dan berulang
d. Privacy
- Ajarkan BAB & BAK pada tempatnya
a. Anjurkan ke WC setiap 2 jam setelah makan, sebelum/ sesudah tidur
b. Beri pujian
4. Isolasi sosial
- Kontak dengan keluarga dan teman dekat
- Dorong berhubungan dengan orang lain
- Masukkan dalam kelompok ektifitas
- Buat jadwal kontak sosial secara teratur
5. Resti terjadi kecelakaan
- Beri alat bantu : kaca mata, tonglat, alat bantu pendengaran
- Observasi dan jauhkan alat-alat berbahaya
- Ciptakan lingkungan yang aman : lantai tidak licin, penerangan cukup
6. Resti gangguan pola tidur
- Buat jadwal tetap untuk tidur dan bangun
- Hindari tidur diluar jam tidur
- Hindari tidur siang lebih dari 1 jam
- Mandi sore dengan air hangat
- Minum susu hangat sebelum tidur
- Lakukan metode relaksasi

(MATERI KEPERAWATAN JIWA I)

ASKEP GANGGUAN ALAM PERASAAN

I.PENGERTIAN
• Alam perasaan(mood) adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang mempengaruhi seluruh kepribadian dan fungsi kehidupan seseorang.
• Gangguan alam perasaan adalah gangguan emosional yang disertai gejala mania atau depresi.
II.RENTANG RESPONS EMOSIONAL

Respon adaptif ----------------------------Respon maladaptif

* * * * *
_ _____________ ________________ _______________ ________________ ____
Responsif Reaksi kehilangan yang wajar Supresi Reaksi kehilangan yang memanjang Mania/Depresi

 Responsif adalah respons emosional individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya.Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal.
 Reaksi kehilangan yang wajar merupakan posisi rentang yang normal dialami oleh individu yang mengalami kehilangan.Pada rentang ini individu menghadapi realita dari kehilangan dan mengalami proses kehilangan,misalnya bersedih,
berfokus pada diri sendiri,berhenti melakukan kegiatan sehari-hari.
Reaksi kehilangan tersebut tidak berlangsung lama.
 Supresi merupakan tahap awal respons emosional yang maladaptif,individu menyangkal,menekan atau menginternalisasi semua aspek perasaannya terhadap lingkungan.
 Reaksi berduka yang memanjang merupakan penyangkalan yang menetap dan memanjang,tetapi tidak tampak reaksi emosional terhadap kehilangan.
Reaksi berduka yang memanjang ini dapat terjadi beberapa tahun.
 Mania/Depresi merupakan respons emosional yang berat dan dapat dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi sosial.
Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya alam
perasaan yang meningkat,meluas atau keadaan emosional yang mudah tersinggung
dan terangsang.Kondisi ini dapat diiringi dengan perilaku berupa peningkatan
kegiatan,banyak bicara,ide-ide yang meloncat,senda gurau,tertawa berlebihan,
penyimpangan seksual.
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih
dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.

Perbedaan antara grieving dan dying
• Berduka (grieving) meupakan reaksi emosional terhadap kehilangan.
• Sekarat (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian,yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.

III.FAKTOR PREDISPOSISI & PRESIPITASI

III.1.Faktor Predisposisi
III.1.1.Faktor genetik,mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan
melalui garis keturunan.Frekuensi gangguan alam perasaan meningkat pada kembar
monozygote daripada dizygote.

III.1.2.Teori agresi berbalik pada diri sendiri mengemukakan bahwa depresi diakibatkan
oleh perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri.Freud mengatakan bahwa
kehilangan obyek/orang,ambivalen antara perasaan benci dan cinta dapat berbalik
menjadi perasaan yang menyalahkan diri sendiri.

III.1.3.Teori kehilangan.Berhubungan dengan faktor perkembangan;misalnya kehilangan
orang tua pada masa anak,perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang
sangat dicintai.Individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.

III.1.4.Teori kepribadian mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan
seseorang mengalami depresi atau mania.

III.1.5.Teori kognitif mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang
dipengaruhi oleh penilaian negatif terhadap diri sendiri,lingkungan dan masa depan.
III.1.6.Model belajar ketidakberdayaan mengemukakan bahwa depresi dimulai dari
kehilangan kendali diri,lalu menjadi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah.
Kemudian individu timbul keyakinan akan ketidakmampuannya mengendalikan
kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan respons yang adaptif.


III.1.7.Model perilaku mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian
(reinforcement) positif selama berinteraksi dengan lingkungan.

III.1.8.Model biologis mengemukakan bahwa pada keadaan depresi terjadi perubahan
kimiawi,yaitu defisiensi katekolamin,tidak berfungsinya endokrin dan hipersekresi
kortisol.

III.2. Faktor Presipitasi
Stresor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi:
 Faktor biologis meliputi perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan
atau berbagai penyakit fisik seperti infeksi,neoplasma dan ketidakseimbangan
metabolisme.
 Faktor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang,termasuk kehilangan cinta,
seseorang,dan kehilangan harga diri.
 Faktor sosial budaya meliputi kehilangan peran,perceraian,kehilangan pekerjaan.


IV.PERILAKU DAN MEKANISME KOPING
Perilaku yang berhubungan dengan mania bervariasi.
Gambaran utama dari mania adalah perbedaan intensitas psikofisiologikal yang tinggi,dapat dilihat pada tabel 1.
Pada keadaan depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi,
dapat dilihat pada tabel 2.

Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang adalah denial
dan supresi,hal ini untuk menghindari tekanan yang hebat.Depresi,yaitu perasaan berduka yang belum terselesaikan,mekanisme koping yang digunakan adalah represi,supresi,denial dan disosiasi.Tingkah laku mania merupakan mekanisme pertahanan terhadap depresi yang diakibatkan dari kurang efektifnya koping dalam menghadapi kehilangan.


Tabel 1;Perilaku yang berhubungan dengan Mania
Afektif Kognitif Fisik Tingkah laku
a).Gembira yang
berlebihan
b).Harga diri
meningkat
c).Tidak tahan kritik a).Ambisi
b).Mudah terpengaruh
c).Mudah beralih
perhatian
d).Waham kebesaran
e).Ilusi
f).Flight of ideas
g).Gangguan penglihatan a).Dehidrasi
b).Nutrisi yg tidak
adekuat
c).Berkurangnya
kebutuhan tidur/
istirahat
d).Berat badan menurun a).Agresif
b).Hiperaktif
c).Aktivitas motorik
meningkat
d).Kurang bertanggung
jawab
e).Royal
f).Iritatable/suka berdebat
g).Perawatan diri kurang
h).Tingkah laku seksual
yang berlebihan
i).Bicara bertele-tele.


Tabel 2;Perilaku yang berhubungan dengan depresi
Afektif Kognitif Fisik Tingkah laku
#Sedih,cemas,apatis,
murung,
#.Kebencian,kekesalan
marah,
#.Perasaan ditolak,
perasaan bersalah,
#Merasa tdk berdaya,
putus asa,
#.Merasa sendirian,
#.Merasa rendah diri,
#.Merasa tak berharga
#Ambivalensi,bingung,
ragu-ragu,
#Tidak mampu
konsentrasi,
#Hilang perhatian dan
motivasi,
#Menyalahkan diri sendiri,
#Pikiran merusak diri,
#Rasa tidak menentu,
#Pesimis #Sakit perut,anoreksia,
mual,muntah,
#Gangguan pencernaan,
konstipasi,
#Lemah,lesu,nyeri,kepala,
pusing,
#Insomnia,nyeri dada,
overakting,
#Perubahan berat badan,
gangguan selera makan,
#Gangguan menstruasi,
impoten,
#Tidak berespon terhadap
seksual. #Agresif,agitasi,tidak
toleran,
#Gangguan tingkat
aktivitas
#Kemunduran
psikomotor,
#Menarik diri,
isolasi sosial,
#Iritabel(mudah marah,
menangis,
tersinggung),
#Berkesan
menyedihkan,
#Kurang spontan,
#Gangguan kebersihan


V.ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MANIA DAN DEPRESI

V.1.Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor predisposisi,presipitasi,dan perubahan perilaku serta mekanisme koping yang digunakan klien(lihat point III & IV).

V.2.Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang berhubungan dengan respons emosional (gangguan alam perasaan ) antara lain:
 Berduka disfungsional
 Ketidakberdayaan
 Peningkatan mobilitas fisik
 Gangguan pola tidur
 Risiko terhadap cedera
 Perubahan nutrisi
 Defisit perawatan diri
 Ansietas

V.3.Perencanaan
Tujuan Umum:Mengajarkan klien untuk berespons emosional yang adptif dan meningkatkan rasa puas serta kesenangan yang dapat diterima oleh lingkungan.

Tindakan keperawatan:
Lingkungan
Prioritas utama dalam merawat klien mania dan depresi adalah mencegah terjadinya
kecelakaan.Karena klien mania memiliki daya nilai yang rendah,hiperaktif,senang
tindakan yang berisiko tinggi,maka klien harus ditempatkan dilingkungan yang aman,yaitu dilantai dasar,perabotan yang dasar,kurangi rangsang dan suasana yang tenang.Sedangkan merawat klien depresi lebih ditujukan pada potensial bunuh diri,karena klien merasa tidak berdaya,tidak berharga dan keputusasaan.


Hubungan perawat – klien
Hubungan saling percaya yang terapeutik perlu dibina dan dipertahankan.Bekerja dengan klien depresi perawat harus bersifat hangat,menerima,diam aktif,jujur dan empati.Bicara lambat,sederhana dan beri waktu pada klien untuk berpikir dan menjawab.
Berbeda bila bekerja dengan klien mania,perawat harus membuat batasan yang konstruktif,hal ini perlu untuk mengontrol perilaku klien.Kontrol dari lingkungan (perawat,dokter,klien) yang konsisten akan mempercepat kesadaran klien untuk
mengontrol perilakunya.

Afektif
Kesadaran dan kontrol diri perawat pada dirinya merupakan syarat utama.Merawat klien depresi,perawat harus mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik.Sikap perawat yang menerima klien,hangat,sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.Prinsip intervensi afektif adalah menerima dan menenangkan klien bukan menggembirakan atau mengatakan bahwa klien tidak perlu khawatir.Klien didorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan dan menyedihkan secara verbal,hal ini akan mengurangi intensitas masalah yang dihadapi.

Kognitif
Intervensi kognitif bertujuan untuk meningkatkan control diri klien pada tujuan dan perilaku,meningkatkan harga diri dan membantu klien memodifikasi harapan yang negatif.
Cara mengubah pikiran yang negatif:
1.Identifikasi semua ide,pikiran yang negatif.
2.Identifikasi aspek positif yang dimiliki klien (kemampuan,keberhasilan).
3.Dorong klien menilai kembali persepsi,logika,rasional.
4.Bantu klien mengubah persepsi yang salah/negatif ke persepsi positif,dari tidak
realistis ke realistis.
5.Sertakan klien pada aktifitas yang memperlihatkan hasil.Beri penguatan dan
pujian akan keberhasilan.


Perilaku
Intervensi perilaku bertujuan untuk mengaktifkan klien pada tujuan realistic,yaitu
dengan memberi tanggung jawab secara bertahap dalam kegiatan di ruangan.Klien
depresi berat dengan penurunan motivasi perlu dibuat kegiatan yang terstruktur.
Beri penguatan pada kegiatan yang berhasil

Sosial
Tujuan intervensi sosial adalah meningkatkan hubungan sosial,dengan cara:
1.Kaji kemampuan,dukungan dan minat klien.
2.Observasi dan kaji sumber dukungan yang ada pada klien.
3.Bimbing klien melakukan hubungan interpersonal,dengan role model,role play.
4.Beri umpan balik dan penguatan hubungan interpersonal yang positif.
5.Dorong klien untuk memulai hubungan sosial yang lebih luas (dengan perawat,
klien).

Fisiologis
Intervensi fisiologis bertujuan untuk meningkatkan status kesehatanklien.
Kebutuhan dasar seperti makan,minum,istirahat,kebersihan dan penampilan diri
perlu mendapat perhatian perawat.

#Kewaspadaan Perawat#
Dalam memberi asuhan keperawatan kepada klien dengan gangguan alam perasaan yang berat,perawat harus memberikan prioritas yang paling utama terhadap potensial bunuh diri. Perawatan dirumah sakit diperlukan bila ada resiko bunuh diri,yaitu gejala meningkat secara cepat dan support sistem tidak ada atau kurang.Asuhan keperawatan pada keadaan ini untuk melindungi dan menjamin agar klien tidak mencelakakan diri sendiri.Percobaan bunuh diri biasanya terjadi pada saat klien keluar dari fase depresi,klien mempunyai energi dan kesempatan untuk bunuh diri.Klien dalam keadaan mania akut juga dapat mengancam kehidupannya.

Sebagai contoh,pada lampiran 1 & 2 akan diuraikan rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa yang etiologinya Ketidakberdayaan dan Peningkatan mobilitas fisik.


VI. EVALUASI
1. Apakah semua sumber pencetus stress dan persepsi klien dapat digali?
2. Apakah masalah klien mengenai konsep diri,rasa marah dan hubungan interpersonal dapat digali?
1. Apakah perubahan pola tingkah laku klien dan respons tersebut tampak?
2. Apakah riwayat individu klien dan keluarganya sebelum fase depresi/mania dapat dievaluasi sepenuhnya?
1. Apakah perlu dilakukan tindakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri?
2. Apakah masyarakat lingkungan juga merupakan sumber koping?
3. Apakah tindakan keperawatan telah mencakup semua aspek dunia klien?
4. Apakah reaksi perubahan klien dapat diidentifikasi dan dilalui dengan baik oleh klien?
5. Apakah perawat mampu untuk mawas diri terhadap perasaan pribadi,konflik,dan mampu untuk menghadapi benturan emosi yang timbul dalam hubungan dengan klien?
6. Apakah pengalaman klien akan meningkatkan kepuasan dan kesenangan klien terhadap dunia pribadinya?


Lampiran 1

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKBERDAYAAN

Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
Karena ketidakberdayaan dapat menyebabkan gangguan harga diri maka diagnosa keperawatan dapat dirumuskan :Gangguan harga diri:Harga diri rendah berhubungan
dengan Ketidakberdayaan.

1. PENGKAJIAN

Data-data yang biasa ditampilkan pada pasien dengan ketidakberdayaan adalah:
 Mengatakan secara verbal ketidakmampuan mengendalikan atau mempengaruhi
situasi.
 Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu
 Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
 Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat kesempatan diberikan
 Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya
 Apastis,pasif
 Ekspresi muka murung
 Bicara dan gerakan lambat
 Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
 Tidur berlebihan
 Menghindari orang lain.

2. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan Umum:
Pasien dapat melakukan cara pengambilan keputusan yang efektif untuk mengendalikan
situasi kehidupannya dengan demikian menurunkan perasaan rendah diri.

TUJUAN KHUSUS TINDAKAN
1.Pasien dapat membina
hubungan terapeutik
dengan perawat.

2.Pasien dapat mengenali
dan mengekspresikan
emosinya.

3.Pasien dapat
memodifikasi pola
kognitif yang negatif. 1.1.Lakukan pendekatan yang hangat,menerima pasien apa adanya
dan bersifat empati
1.2.Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri
perawat sendiri (misalnya:rasa marah,frustasi dan simpati)
1.3.Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang
sifatnya supportif
1.4.Beri waktu untuk pasien berespons.

2.1.Tunjukkan respons emosional dan menerima pasien
2.2.Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka,eksplorasi,
klarifikasi.
2.3.Bantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya
2.4.Bantu pasien mengidentifikasi area-area situasi kehidupannya
yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol.
Dorong untuk menyatakan secara verbal perasaan-perasaannya
yang berhubungan dengan ketidakmampuan.

3.1.Diskusikan tentang masalah yang dihadapi pasien tanpa
memintanya untuk menyimpulkan.
3.2.Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk
menurunkannya melalui interupsi atau substitusi.
3.3.Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
3.4.Evaluasi ketepatan persepsi,logika dan kesimpulan yang dibuat
pasien.
3.5.Identifikasi persepsi pasien yang tidak tepat,penyimpangan
dan pendapatnya yang tidak rasional.
3.6.Kurangi penilaian pasien yang negatif terhadap dirinya.


4.Pasien dapat
berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan
yang berkenaan dengan
perawatannya sendiri.

5.Pasien dapat
termotivasi untuk aktif
mencapai tujuan yang
realistik. 3.7.Bantu pasien untuk menyadari nilai yang dimilikinya atau
perilakunya dan perubahan yang terjadi.

4.1.Libatkan pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan
perawatannya yang ingin dicapai.
4.2.Motivasi pasien untuk membuat jadwal aktifitas perawatan
dirinya
4.3.Berikan pasien privasi sesuai kebutuhan yang ditentukan
4.4.Berikan ”reinforcement” positif untuk keputusan yang dibuat
4.5.Beri pujian jika klien berhasil melakukan kegiatan atau
penampilan yang bagus.
4.6.Motivasi pasien untuk mempertahankan penampilan/kegiatan
tersebut.

5.1.Bantu pasien untuk menetapkan tujuan-tujuan yang realistik.
Fokuskan kegiatan pada saat ini bukan pada kegiatan masa lalu
5.2.Bantu pasien mengidentifikasi area-area situasi kehidupan
yang dapat dikontrolnya.
5.3.Identifikasi cara-cara yang dapat dicapai oleh pasien.Dorong
untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas tersebut dan
berikan penguatan positif untuk berpartisipasi dan
pencapaiannya.
5.4.Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu
pasien menurunkan perasaan tidak berdaya.

Lampiran 2

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
PENINGKATAN MOBILITAS FISIK

Peningkatan mobilitas fisik yang sering juga disebut dengan hiperaktif merupakan suatu
gangguan alam perasaan.

1. PENGKAJIAN
Perilaku yang sering timbul pada pasien ini adalah:
o Aktivitas motorik yang meningkat
o Ekspresi wajah riang yang berlebihan
o Banyak bicara dan pembicaraan mudah beralih dari satu topik ke topik lain
(flight of ideas)
o Kurang bertanggung jawab
o Mudah tersinggung dan terangsang
o Tingkah laku mengancam bahaya
o Tidak tahan kritik
o Tidak takut bahaya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Bila saudara menganalisa data-data yang dijumpai pada pasien dengan peningkatan
mobilitas fisik,maka diagnosa yang dapat dirumuskan adalah :
Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan peningkatan mobilitas fisik.

3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan Umum:
Pasien tidak akan mengalami cedera fisik selama dirawat.

TUJUAN KHUSUS TINDAKAN
1.Pasien dapat membina
hubungan saling percaya 1.1.Kenalkan diri pada pasien
1.2.Tanggapi pembicaraan pasien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
1.3.Bicara dengan tegas,jelas dan simpati.
1.4.Bersikap hangat dan bersahabat.
1.5.Temani pasien saat agitasi muncul dan hiperaktivitasnya
meningkat.
2.Pasien dapat
mengendalikan aktivitas
motorik.

3.Pasien dapat
mengungkapkan
perasaannya.

4.Pasien dapat menentukan
cara penyelesaian masalah
(koping) yang konstruktif.

5.Pasien mendapat dukungan
keluarga. 2.1.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat
menurunkan aktivitas motorik.
2.2.Diskusikan dengan pasien manfaat pemberian obat
2.3.Ciptakan ruangan yang tenang dan tidak banyak rangsangan,
seperti musik yang lembut,penataan ruangan tidak banyak
peralatan.
2.4.Beri kegiatan yang dapat diselesaikan oleh pasien,misalnya
mandi,makan,dll
2.5.Beri reinforcement positif bila pekerjaan/kegiatan tersebut
dapat diselesaikan
2.6.Bersama pasien membuat jadwal kegiatan/aktivitas fisik
untuk menyalurkan energinya,seperti menyapu, mengepel,
olahraga.
2.7.Beri reinforcement positif bila pasien dapat melakukan
kegiatannya tersebut.
2.8.Tetapkan batasan yang konstruktif terhadap tingkah laku
yang negatif
2.9.Lakukan pendekatan yang konsisten oleh seluruh anggota
tim kesehatan
2.10.Pertahankan komunikasi terbuka dan membagi persepsi
diantara anggota tim kesehatan
2.11.Kuatkan perilaku pengendalian diri dan perilaku positif
lainnya.

3.1.Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya yang menyakitkan
3.2.Beri kesempatan kepada pasien untuk mengutarakan
keinginannya,perasaan dan pikiran dengan menggunakan
tekhnik komunikasi ”fokusing”
3.3.Berikan respons empati dan menerima pasien
3.4.Bantu pasien menurunkan tingkat ansietas.

4.1.Identifikasi bersama pasien cara yang biasa digunakan untuk
mengatasi perasaan kesal,marah atau sesuatu yang tidak
menyenangkan.
4.2.Diskusikan manfaat dari cara yang telah digunakan.
4.3.Diskusikan tentang alternatif cara untuk mengatasi perasaan
yang tidak menyenangkan.
4.4.Beri motivasi pasien agar memilih cara penyelesaian
masalah yang tepat serta diskusikan konsekwensi dari cara
yang dipilih.
4.5.Anjurkan pasien untuk mencoba cara tersebut.

5.1.Diskusikan dengan keluarga tentang keadaan pasien.
5.2.Bantu keluarga untuk memberikan asuhan yang tepat.
5.3.Bantu keluarga untuk merencanakan kegiatan yang sesuai
dengan keadaan pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Stuart,Gail W.(2006).Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 5).Jakarta;EGC.

Alimul Hidayat,A.Azis.(2006).Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia:Aplikasi Konsep edika.

ASKEP JIWA HOSPITALISASI DAN KEHILANGAN

PENGERTIAN

Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu tersebut dirawat dirumah sakit.
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman, seperti:
1. Lingkungan yang asing
2. Berpisah dengan orang yang berarti
3. Kurang informasi
4. Kehilangan kebebasan dan kemandirian
5. Pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan , semakin sering berhubungan dengan rumah sakit, maka bentuk kecemasan semakin kecil atau malah sebaliknya.
6. Prilaku petugas Rumah Sakit.

PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT HOSPITALISAI ADALAH :
1. Perubahan konsep diri.
Akibat penyakit yang di derita atau tindakan seperti pembedahan, pengaruh citra tubuh , perubahan citra tubuh dapat menyebabkan perubahan peran , idial diri, harga diri dan identitasnya.

2. Regresi
Klien mengalami kemunduran ketingkat perkembangan sebelumnya atau lebih rendah dalam fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual.

3. Dependensi
Klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain.

4. Dipersonalisasi
Peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan kepribadian, tidak realistis, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, perubahan identitas dan sulit bekerjasama mengatasi masalahnya.

5. Takut dan Ansietas
Perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah terhadap penyakitnya.
6. Kehilangan dan perpisahan
Kehilangan dan perpisahan selama klien dirawat muncul karena lingkungan yang asing dan jauh dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan pasangan dan terasing dari orang yang dicintai.

PENGKAJIAN HOSPITALISI PADA ANAK
1. Biodata
2. Penanggung Jawab
3. Data psikososial
a. Kecemasan / ansietas
i. Kaji penyebab kecemasan
 Yang berhubungan dengan perpisahan.
 Lingkungan baru ( Rumah sakit)
 Stranger anxity ( Perawat, dokter dan petugas RS yang lain)
 Perubahan dalam interaksi teman sebaya.
ii. Kaji manifestasi fisik
 Kegelisahan
 Palpitasi
 Semburat merah atau pucat
 Diaporosis
 Insomnia
 Peningkatan frekwensi jantung
 Perubahan intonasi suara
 Gemetar
 Peningkatan frekwensi pernafasan
iii. Kaji manifestasi psikologis / emosional
 Irritabilitas
 Marah meledak-ledak
 Menarik diri
 Menangis
 Reaksi terkejut

b. Ketakutan
i. Kaji penyebab ketakutan
 Prusedur tindakan
o Perawatan di Rs
o Prosedur invasive
o Operasi
o Anietesi
o Radiasi
 Situasional (personal / lingkungan)
o Lingkungan baru ( pertama kali opname)
o Orang-orang baru 9Petugas Rumah Sakit)
o Pergantian atau kehilangan orang-orang terdekat.
 Pengaruh dari penyakit
o Kehilangan bagian tubuh
o Kehilangan fungsi tubuh
o Ketidak mampuan karena penyakit
o Ketidak tahuan penyakitnya.
ii. Kaji manifestasi prilaku ketakutan
 Menghindari
 Menangis / rewel
 Menyerang
 Terlalu waspada
 Tidak kerasan di Rumah sakit
 Tingkah laku konpulsif.
iii. Kaji aktivitas somatic / manifestasi fisik.
 Muskuloskletal ( gemetar, otot tegang, keletihan / kelemahan anggota badan )
 Kardiovaskuler ( palpitasi, nadi cepat, TD meningkat)
 Pernafasan ( nafas dangkal, frekwensi meningkat)
 Gastrointestinal ( anoreksia, mual/muntah, diare atau dorongan defekasi)
 Genito urinaria ( sering/dorongan kencing, ngompol)
 Kulit ( kemerahan / pucat, berkeringat)

c. Hostolity ( rasa bermusuhan )
i. Kaji penyebab hostility.
 Mengeluarkan kata-kata kotor
 Menolak dilakukan prosedur invasive
 Menyerang perawat
ii. Kaji asfek fisik
 Wajah merah
 Tangan dikepal, reflek cepat.
 Tekanan darah meningkat
 Nadi cepat


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN KEHILANGAN

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimanan seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI KEHILANGAN, TERGANTUNG ;
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu

KEHILANGAN DIBAGI DALAM 2 TIFE ;
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

FAKTOR MENYEBAB KEHILANGAN:
1. Kehilangan orang yang dicintai / dihormati
Bersifat permanent ==> tidak dapat kontak personal.
2. Kehilangan kesejahteraan fisik, psikologik dan social.
3. Kehilangan objek diluar diri sendiri
4. Kehilangan karena perpisahan dengan lingkungan yang dikenal.

RENTANG RESPON KEHILANGAN


Denial-----> Anger-----> Bergaining------> Depresi------> Acceptance

1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.

2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.

3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.

4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “

PENGKAJIAN
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas.


Dari data yang diperoleh dapat dirumuskan diagnosa keperawatan:
Gangguan hubungan interpersonal berhubungan dengan berduka disfungsional.

INTERVENSI :
Tujuan Umum;
 Klien mampu melakukan hubungan interpersonal tanpa hambatan.

Tujuan khusus;
Klien mampu;
a. Mengungkapkan perasaan berduka
b. Menjelaskan makna dari kehilangan
c. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai.
d. Membina hubungan baru yang bermakna.
e. Mendapatkan dukungan keluarga dalam mengatasi kehilangan.

Tindakan keperawatan ;
1.1. lakukan pendekatan dengan prinsip hubungan perawat – klien yang terapiutik
• Empati dan perhatian
• Jujur dan tepati janji
• Terima klien apa adanya
1.2. Beri dorongan klien mengungkapkan perasaan berdukanya
1.3. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien, jangan menghukum / menghakimi.

2.1. Tingkatkan kesadaran klien terhadap kenyataan kehilangan.
2.2. Diskusikan dengan klien respon marah, sedih, perasaan bersalah merupakan hal yang wajar bila seseorang mengalami kehilangan.
2.3. beri dukungan secara non verbal seperti; memegang tangan , menepuk bahu.
2.4. Amati perilaku verbal dan non verbal selama klien bicara.

3.1. sediakan waktu untuk kontak dengan klien secara teratur
3.2. ajarkan pada klien tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan setiap tahapan.
3.3. dorong klien untuk berbagi rasa dengan sumber-sumber yang tersedia untuk saling berbagi.

Bantu klien dalam berinteraksi dengan orang lain di lingkungannya.
Bantu mengidentifikasi aktifitas yang disukai dan dorong klien untuk melaksanakannya
Libatkan klien dalam aktivitas motorik
Beri umpan balik positip atas keterlibatan klien dalam aktivitas.

5.1. Diskusikan dengan keluarga tentang proses berduka yang dialami klien dan ajarkan pada keluarga tahapan berduka serta cara untuk mengatasinya.
5.2. Anjurkan keluarga untuk memberikan perhatian kepada klien, mendengarkan ungkapan klien berkaitan dengan pengalaman kehilangan.

EVALUASI
Respon klien dinilai berdasarkan pertanyaan dibawah ini :
1. Apakah klien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara spontan ?
2. Apakah klien dapat menjelaskan makna kehilangan terhadap hidupnya ?
3. Apakah klien mempunyai system pendukung untuk mengungkapkan perasaannya ?
4. Apakah klien menunjukan tanda-tanda penerimaan terhadap kenyataan kehilangan ?
5. Apakah klien sudah dapat membina hubungan baru yang bermakna dengan orang lain ?
6. Apakah klien sudah mempunyai kemampuan menyelesaikan masalah yang dihadapi akibat kehilangan ?

DAFTAR PUSTAKA :
1. Marmis.Wf: catatan ilmu kedokteran jiwa, Airlangga University Press, Surabaya 1994
2. Residen bagian Psikiatrik UCLA; Buku saku Psikiatrik, ECG, Jakarta 1997.
3. Maslim. Rusdi; Diagnosis Gangguan Jiwa> Rujukan Ringkasan dari PPDGJ –III.Jakarta 1997.
4. Ingram.et.al: Catatan kuliah Psikiatrik, ed 6.ECG, Jakarta 1995
5. Stuart and Sundeen; Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3 ECG. Jakarta 1998