Showing posts with label Remaja. Show all posts
Showing posts with label Remaja. Show all posts

Wednesday, February 22, 2012

Tujuan Perkembangan Remaja


 Tujuan Perkembangan Remaja
a.      Perkembangan pribadi
1)  Keterampilan kognitif dan nonkognitif yang dibutuhkan agar dapat mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam bidang–bidang  pekerjaan tertentu.
2)  Kecakapan dalam mengelolah dan mengatasi masalah–masalah pribadi secara efektif.
3)  Kecakapan–kecakapan sebagai seorang pengguna kekayaan kultural dan peradaban bangsa.
4)  Kecakapan untuk dapat terikat dalam suatu keterlibatan yang intensif pada suatu kegiatan.
b.      Perkembangan sosial
1)  Pengalanman bersama pribadi–pribadi yang berbeda dengan dirinya, baik dalam kelas sosial, subkultur, maupun usia.
2)  Pengalaman dimana tindakannya dapat berpengaruh pada orang lain.
3)  Kegiatan saling bergantung yang diarahkan pada tujuan–tujuan bersama (interaksi kelompok).
c.      Konsep kedewasaan
Karakteristik remaja (adolescence) adalah tumbuh menjadi dewasa. Secara fisik, remaja ditandai dengan ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual. Sementara itu, secara psikologis remaja merupakan masa dimana individu mengalami perubahan–perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral antara masa kanak–kanak menuju dewasa. Remaja mengevaluasi diri secara keseluruhan dan terdapat beberapa pemisahan dimensi diri, seperti dalam akademik, olahraga, penampilan, hubungan sosial dan moral. Terdapat bukti bahwa konsep diri remaja berbeda diberbagai konteks dan remaja memandang diri berbeda jika berada dengan teman sebaya di bandingkan saat dengan orang tua dan guru.
Salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah mencapai nilai–nilai kedewasaan. Adapun ciri – ciri kedewasaan antara lain :
1)     Emosi relatif lebih labil (mampu mengendalikan emosi);
2)     Mandiri (baik secara ekonomi, sosial dan emosi);
3)     Mampu melakukan upaya menyerahkan sumber daya dalam diri dan lingkungan untuk memecahkan masalah;
4)     Adanya interdependensi (saling ketergantungan) dalam hubungan sosial;
5)     Memiliki tanggung jawab;
6)  Memiliki kontrol diri yang adekuat (mampu menunda kepuasan, melawan godaan, serta mengembangkan standar prestasi sendiri);
7)     Memiliki tujuan hidup yang realistis;
8)     Memiliki dan menghayati nilai–nilai keagamaan yang dianut;
9)     Peka terhadap kepentingan orang lain;
10) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan (bersikap luwes), bertindak secara cepat, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
 Referensi :
         -  Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi remaja dan Wanita. Bandung : Salemba Medika.

Aspek Perkembangan Remaja


Aspek Perkembangan Remaja
Terdapat dua konsep perkembangan remaja yaitu nature dan nurture. Konsep naturemengungkapkan bahwa masa remaja adalah masa badai dan tekanan. Periode perkembangan ini individu banyak mengalami gejolak dan tekanan karena perubahan yang terjadi dalam dirinya. Konsep nurturemenyatakan tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan tersebut. Hal tersebut tergantung dari pola asuh dan lingkungan dimana remaja itu tinggal. Dalam perkembangan sosial, terjadinya tumpang tindih pada pola tingkah laku anak dan pola perilaku dewasa merupakan tradisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anak–anak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.
a.      Kuatnya teman sebaya
Keinginan untuk mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orang tua dan ketergantungan secara emosional pada orang tua. Berdasarkan ciri–ciri yang dimiliki seperti menjadi egosentris, dan kebingungan peran, maka seorang remaja mulai mencari pengakuan diri diluar rumah.
Pada usia remaja, seseorang lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama dengan orang tuanya, sehingga wajar saja jika tingkah laku dan norma/ aturan – aturan yang dipegang banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Namun, meskipun tampaknya remaja sangat bergantung pada teman sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap ambivalen. Di satu sisi ingin membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri dari orang tua, tetapi disisi lain mereka masih tergantung pada orang tuanya. Remaja tetap akan meminta pertimbangan dari orang tuanya ketika menghadapi masalah yang berat atau harus menentukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depannya yang berakibat jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk ketergantungan remaja pada orang tuanya, ketergantungan remaja pada teman sebaya lebih mengarah pada hal–hal yang berkaitan dengan relasi soaial atau penerimaan lingkungan (misalnya perilaku/kebiasaan sehari–hari, kesukaan, aktivitas yang dipilih, gaya bahasa, dll).
Tingkat konformitas remaja dengan kelompok sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang terjadi dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang terlalu hangat, memberikan perlindungan dan keamanan yang berlebihan, melibatkan ikatan emosi yang sangat kuat cenderung memengaruhi remaja menjadi malas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau mengalami kesulitan dalam berinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya remaja ini lebih senang menyendiri atau bergaul dengan orang tertantu saja, ada juga yang minder dan sulit berinteraksi dengan teman sebayanya. Sementara keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi pada anak, cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikat diri dengan orang lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut (tanpa membedakan mana perilaku yang salah atau benar). Keluarga yang memberikan kehangatan dan ikatan emosi yang tidak berlebihan dan senantiasa memberi dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Remaja mampu menentukan kapan ia harus mengikuti kelompoknya dan kapan harus menolak ajakan dari teman sebayanya shingga remaja tersebut akan terbebas dari tekanan teman sebaya untuk melakukan hal – hal negatif. 
b.      Pengelompokan sosial baru
Kelompok remaja yang beranggotakan laki–laki biasanya lebih besar dan tidak terlalu akrab, sedangkan kelompok remaja perempuan lebih kecil dan lebih akrab. Remaja laki–laki cenderung lebih banyak berbagi pengalaman atau topik–topik tertentu yang menarik (olah raga, musik, film, teknologi dan lainnya), umumnya mereka jarang berbagi perasaan atau emosi pada teman sebayanya, sedangkan remaja perempuan lebih bisa berbagi pengalaman dan perasaan.

Referensi:
- Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi remaja dan Wanita. Bandung : Salemba Medika.

Saturday, February 11, 2012

Pubertas


Pubertas

1.  Pengertian
Pubertas merupakan suatu proses perubahan fisik yang ditandai dengan perkembangan fisik seks sekunder (Kaplan & Sadock, 2001). Pubertas tidak sama dengan remaja, bagi sebagian besar diantara kita, masa pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai. Meskipun demikian, masa pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja. Pubertas (puberty)adalah sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal. Meskipun kita tidak mengetahui secara persis hal-hal yang mengawali pubertas, terdapat sejumlah faktor kompleks yang cenderung dilibatkan. Pubertas diiringi dengan berbagai perubahan yang berlangsung di dalam sistim endokrin, berat tubuh, lemak tubuh, meskipun kita tidak mengetahui apakah semua perubahan ini merupakan penyebab atau konsekuensi dari pubertas.
Pubertas merupakan periode singkat, namun bagi sebagian orang dianggap sebagai periode yang sulit bagi remaja dan mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis remaja di masa selanjutnya, sehingga membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Di Indonesia, pentingnya pemberian pendidikan seks pada remaja masih di pengaruhi mitos tradisional yaitu dapat meningkatkan perilaku seksual. Sedangkan (Kuther, 2000), menyatakan persiapan secara psikologis yang diberikan pada remaja sebelum mereka memasuki masa pubertas menentukan sikap dan perasaan mereka terhadap peristiwa yang terjadi pada masa tersebut. Selain itu ketika membicarakan pubertas, anak perempuan cenderung untuk memperolah perhatian lebih besar. Oleh karena itu, agar dapat memberikan informasi sebagai persiapan memasuki pubertas yang tepat dan sesuai kebutuhan remaja, perlu diketahui perasaan dan harapan yang timbul pada mereka saat memasuki pubertas.
2.  Penyebab perubahan pubertas
              Penyebab utama terjadinya perubahan pubertas yaitu hormon. Di balik munculnya kumis untuk pertama kalinya pada anak laki–laki dan melebarnya pinggul pada anak perempuan, terdapat aliran hormon–hormon, yaitu zat kimia yang kuat yang di ciptakan oleh kelenjar endokrin dan di bawah keseluruh tubuh  melalui aliran darah. Terdapat dua jenis hormon yang memiliki kadar kepekaan yang berbeda pada laki – laki dan perempuan, yaitu : androgen jenis utama hormon seks laki–laki, dan estrogenjenis utama dari hormon perempuan. Testosteron adalah androgen yang berperan penting bagi perkembangan pubertas laki–laki, selama masa pubertas, munculnya kadar testosteron berkaitan dengan sejumlah perubahan fisik pada laki–laki, termaksud perkembangan genital eksternal, bertambah tingginya badan, dan perubahan suara. Kadar testosteron pada remaja laki–laki juga berkaitan dengan hasrat dan aktivitas seksual. Ekstradiol adalah estrogen yang berperan penting dalam perkembangan pubertas perempuan. Ketika kadar ekstradiol meningkat, terjadilah perkembangan payudara, perkembangan rahim dan perubahan kerangka.
 Identitas hormon berkonstribusi terhadap hasrat seksual dan aktivitas pada remaja perempuan kurang terlihat jelas di bandingkan remaja laki–laki. Dalam sebuah studi di temukan bahwa kadar testosteron meningkat sebesar 18 kali lipat pada laki–laki dan 2 kali lipat pada perempuan, kadar ekstradiol meningkat 8 kali lipat pada perempuan dan 2 kali lipat pada laki–laki selama masa pubertas .
a.  Sistem endokrin
Peran sistem endokrin di masa pubertas melibatkan interaksi dari hipotalamus, kelenjat pituitari, dan gonad (kelenjar seks). Hipotalamus (hypothalamus) adalah sebuah struktur yang terletak di bagian atas otak yang memonitori kegiatan makan, minum, dan seks. Kelenjar pituitari (pituitary gland) adalah kelenjar endokrin yang mengontrol pertumbuhan dan meregulasi kelenjar–kelenjar lain. Gonad adalah kelenjar seks, testis pada laki–laki, indung telur pada perempuan. Kelenjar pituitari mengirimkan sebuah signal melalui gonadotropin (hormon yang merangsang kelenjar seks) ke testis dan indung telur untuk menghasilkan hormon, kemudian melalui interaksi hipotalamus, kelenjar pituitari berusaha mendeteksi kapan dicapai kadar yang optimal dari hormon dicapai dan berusaha mempertahankannya melalui sekresi gonadotropin tambahan .
Kadar hormon seks diatur oleh dua hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari, yaitu : FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (luteinzing hormone). FSH merangsang perkembangan kantung rambut (follicle) pada perempuan, dan sperma pada laki–laki. LH meregulasi sekresi estrogen dan perkembangan ovum pada perempuan serta testosteron pada laki–laki.
Di samping itu, Hipotalamus mengeluarkan sebuah zat yang disebut GnRH (gonadotropin – releasing hormone). Hormon–hormon ini diatur oleh sisterm umpan–balik negatif (negative feedback system). Apabila munculnya kadar hormon seks terlalu tinggi, Hipotalamus dan pituitari akan mengurangi stimulasinya pada gonad, mengurangi produksi hormon–hormon seks. Apabila kadar hormon terlalu rendah, Hipotalamus dan kelenjar pituitari akan meningkatkan produksi hormon seks. Pada laki–laki, produksi kelenjar pituitaria dari LH akan merangsang testis untuk menghasilkan testosteron, ketika kadar testosteron terlalu tinggi, Hipotalamus akan mengurangi produksi GnRH, yang selanjutnya akan mengurangi produksi LH. Ketika kadar testosteron gagal sebagai dampaknya, Hipotalamus akan menghasilkan GnRH lebih banyak lagi, dan siklus tersebut dimulai lagi. Pada perempuan, sistem umpan-balik negatif tersebut bekerja dengan serupa, kecuali bahwa LH dan GnRH meregulasi indung telur dan menghasilkan.
b.  Hormon pertumbuhan
Kita telah menyimak bahwa kelenjar pituitari melepaskan gonadotropin yang dapat merangsang testis dan indung telur. Disamping itu melalui interaksi hipotalamus, kelenjar pituitari juga mengeluarkan hormon yang dapat mendorong pertumbuhan dan kematangan kerangka, baik secara langsung ataupun melalui interaksi dengan kelenjar tiroid (tyroid gland), yang terletak di bawah leher. Di awal pubertas, hormon pertumbuhan dikeluarkan di malam hari. Selanjutnya di masa pubertas, hormon pertumbuhan juga di keluarkan di siang hari. Meskipun dalam kadar yang umumnya sangat rendah. Kortisol, hormon yang di keluarkan oleh korteks adrenal, juga mempengaruhi pertumbuhan seperti testosteron dan estrogen. Adrenarche dan Gonadarche merupakan dua tahap dari pubertas berkaitan dengan perubahan hormonal. Adrenache melibatkan perubahan hormon yang berlangsung di kelenjar adrenal dan terletak di atas ginjal. Perubahan ini terjadi secara tiba–tiba antara usia 6 sampai 9 tahun, sebelum masa pubertas dimulai. Gonadarche, yang mengikuti adrenarche selama dua tahun adalah sebuah periode yang oleh sebagian besar orang dianggap sebagai masa pubertas karena melibatkan kematangan seksual dan perkembangan kematangan reproduktif (Kaplan & Sadock, 2001).
 Di Amerika Serikat, periode ini dimulai usia 9 samapi 10 tahun pada anak perempuan kulit putih non- latin, dan 8 sampai 9 tahun pada anak perempuan Afrika-Amerika.Gonadarche pada anak laki–laki terjadi pada usia 10 hingga 11 tahun. Di masa pertengahan hingga akhir gonadarchepada anak perempuan terjadi Menarche pertama (periode menstruasi pertama), sedangkan diawal hingga pertengahan gonadarche pada anak laki–laki terjadi spermache (ejakulasi dari air mani yang pertama) (Kaplan & Sadock, 2001).
Beberapa peneliti berpendapat bahwa seorang anak harus meraih suatu massa tubuh yang kritis sebelum masa pubertas, khususnya menarche. Sebuah studi yang dilakukan menemukan bahwa berat tubuh yang lebih tinggi memiliki kaitan kuat dengan dicapainya menarche. Para ilmuwan lain berhipotesis bahwa munculnya menachre dipengaruhi oleh persentase lemak tubuh dikaitkan dengan berat tubuh total. Menurut mereka, sejak menarche berlangsung, minimal 17 persen berat tubuh perempuan tediri dari lemak tubuh. Apabila ditinjau dari target berat tubuh, persentase ini tidak terbukti secara konsisten. Meskipun demikian, para remaja anoreksia yang berat tubuhnya menurun secara drastis dan para perempuan yang berpartisipasi dalam olahraga tertentu mungkin tidak mengalami menstuasi. Pada laki – laki kekurangan nutrisi dapat menunda dimulainya masa pubertas. 

Referensi :
Santrock, J.W. 2007. Remaja. Edisi XI.Jiid I. Jakarta :Erlangga.


Friday, January 20, 2012

Juvenile Delinquency


A.    Pendahuluan
Fakta menunjukkan bahwa semua tipe kejahatan remaja itu semakin bertambah jumlahnya dengan semakin lajunya perkembangan industrialisasi dan urbanisasi. Di kota-kota industri dan kota besar yang cepat berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih banyak daripada dalam masyarakat “primitif” atau di desa. Dan di negara kelas ekonomi makmur , derajat kejahatan ini berkolerasi akrab dengan proses industrialisasi. Karena itu, Amerika sebagai negara berkembang di dunia, mempunyai jumlah kejahatan anak remaja paling banyak.
Gangguan masa remaja dan anak-anak yang disebut sebagai childhood disorders dan menimbulkan penderitaan emosional minor serta gangguan kejiwaan lain pada pelakunya, di kemudian hari bisa berkembang jadi bentuk kejahatan remaja (juvenile deliquency).
Juvenile berasal dari bahasa Latin “juvenilis”, artinya: anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja.
Deliquent berasal dari kata Latin “delinquere” yang berarti: terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dam lain-lain.
Deliquency itu selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun.
Juvenile deliquency ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Kasus-kasus kenakalan remaja yang terjadi di Indonesia menjadi sungguh sangat memprihatinkan. Fakta dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2009 menyatakan bahwa 7% dari pelaku penyalahgunaan Narkotik, Psikotropika, dan Bahan zat adiktif (Narkoba) dari tahun 2001 hingga tahun 2008 di Indonesia adalah remaja berusia kurang dari sembilan belas tahun. Disimpulkan pula bahwa, rata-rata kenaikan jumlah kasus penyalahgunaan narkoba ini kurang lebih sekitar 2% tiap tahunnya. Bayangkan jumlah remaja di Indonesia, mencapai kurang lebih 65 juta remaja, yangbisa hancur akibat Narkoba dengan sangat cepat melihat fakta yang terjadi begitu memprihatinkan.
Informasi berkategori yang sama, menurut lembar fakta yang diterbitkan pada tahun 2006 oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Nasional (PKBI), United Nation Population Fund (UNFPA), dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatatkan bahwa 15% dari remaja berusia 10-24 tahun di Indonesia, kurang lebih 9,3 juta remaja, telah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sedangkan masih menurut lembar fakta yang sama, terdapat 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia. Lebih mencengangkan lagi, sekitar 20 persen dari kasus aborsi tersebut atau sekitar 460 ribu kasus dilakukan oleh remaja.
Majalah kesehatan, buletin Plecebo Edisi Februari 2009 hal.4 mengungkapkan bahwa sekitar 60 % penderita kutil kelamin yang datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung masih berusia 16 – 25 tahun.
Kejahatan anak-anka remaja ini merupakan produk sampingan dari :
1.      Pendidikan yang tidak menekankan pendidikan watak dan  kepribadian anak
2.      Kurangnya usaha orang tua dan orang dewasa menenmkan moralitas dan agama pada anak muda
3.      Kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial pada remaja

B.     Wujud perilaku delikuen
1.      Kebut-kebutan di jalanan
2.      Perilaku ugal-ugalan, brandalan, dan urakan
3.      Perkelahian antargang, antarsekolah, antarkelompok
4.      Membolos sekolah lalu bergelandangan atau bersembunyi di tempat terpencil sambil melakukan eksperimen kedurjanaan atau tindak asusila
5.      Kriminalitas remaja antara lain perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret , menyerang, merampok, melakukan pembunuhan, dll
6.      Berpesta pora sambil mabuk-mabuka, melakukan hubungan seks bebas, atau orgi (mabuk-mabukan dan menimbulkan keadaan kacau balau)
7.      Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual
8.      Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika
9.      Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada anak remaja
10.  Perjudian dan bentuk permainan lain dengan taruhan
11.  Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis delinkuen dan pembunuhan bayi oleh ibu yang tidak kawin

C.    Upaya penanggulangan kenakalan remaja
1.      Tindakan preventif
a.       Meningkatkan kesejahteraan keluarga
b.      Perbaikan lingkungan
c.       Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka
d.      Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja
e.       Membentuk badan kesejahteraan anak-anak
f.       Mengadakan panti asuhan
g.      Mengadakan lembaga reformatif untuk memberikan latihan korektif, pengoreksian dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan
h.      Membuat badan supervisi dan pengontrol terhadap kegiatan anak delikuen disertai program korektif
i.        Mengadakan pengadilan anak
j.        Menyusun UU khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oelh anak dan remaja
k.      Mendirikan sekolah bagi anak gembel (miskin)
l.        Mengadakan rumah tahanan khusus untuk anak dan remaja
m.    Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak manusiawi di antara para remaja delikuen dengan masyarakat luar
n.      Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreativitas para remaja delikuen dan yang nondelikuen

2.      Tindakan kuratif
a.       Menghilangkan semua sebab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa pribadi familial, sosial ekonoms dan kultural
b.      Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat/asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak remaja
c.       Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang baik
d.      Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib, dan berdisiplin
e.       Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan untuk membiasakan diri bekerja, belajar, dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi
f.       Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delikuen itu bagi pasaran kerja dan hidup di tengah masyarakat
g.      Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan
h.      Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya

D.    Penutup
Kenakalan remaja dan perkelahian massal merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala sektor kehidupan. Kenakalan remaja juga merupakan proses peniruan atau identifikasi anak remaja terhadap segala gerak-gerik dan tingkah laku orang dewasa. Oleh karena itu, jika kita ingin menyembuhkan juvenille deliquency atau kenakalan remaja seyogyanya kita (orang dewasa) banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan melakukan koreksi terhadap perbuatan kita yang tidak mendidik. Sebaliknya, kita sebagai orang dewasa memperbanyak kearifan dan kebaikan agar kita bisa menjadi panutan bagi anak muda. Berikan kegiatan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda sekarang.

Sumber :
1.      Kartono, Kartini. 2010. Patologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
2.      Nurihsan, Achmad Juntika, dan Mubiar Agustin. 2011. Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Refika Aditama.
3.      Anonim. 2010. Timbulnya Kenakalan Remaja Ditinjau dari Teori Penerapan Pola Asuh. teacheredutainment. blogspot.com, diunduh tanggal 3 Juni 2011.