Untuk mengurangi sebanyak mungkin rasa nyeri dalam proses persalinan, berbagai upaya pun dilakukan. Tercatat, sejak 1847, Sir James Simpson, seorang ahli kebidanan Skotlandia, menggunakan dietil eter pada persalinan normal di Universitas Edinburgh. Selanjutnya, dietil eter digantikan oleh kloroform untuk menghindari bau menyengat dan efek mual muntah.
Secara umum, mengatasi nyeri dapat dilakukan secara tanpa obat ( misalnya hipnosis, pengaturan napas, akupuntur ) atau dengan obat. Di bidang kedokteran, dikenal tehnik anastesi dan jenis obat-obatan analgesia yang biasa digunakan. Untuk membantu persalinan, ada tehnik analgesia epidural, analgesia spinal dan gabungan kedua tehnik itu. Cara lain adalah pemberian obat-obatan yang disuntikkan atau dimasukkan melalui selang infus langsung ke dalam pembuluh darah.
Selain itu ada tehnik persalinan dengan bantuan ILA ( Intrathecal Labor Analgesia) yang dilakukan oleh dokter kandungan dengan dibantu dokter anastesi yang menyuntikkan obat ke dalam cairan di daerah saraf tulang belakang si ibu, yang kemudian bekerja untuk menghilangkan rasa sakit. Obat itu sendiri tidak akan mempengaruhi janin yang ada dalam kandungan. Obat tersebut disuntikkan ke punggung ke dalam rongga tulang belakang, dengan posisi si ibu duduk atau berbaring miring. Ini berbeda dengan tehnik epidural yang menyuntikkan obat ke dalam rongga epidural ( Maulana, Mirza; Penyakit Kehamilan dan Pengobatannya; 2008).
ILA adalah suatu teknik untuk mengurangi rasa nyeri pada saat melahirkan dengan cara menyuntikkan obat penghilang rasa sakit yang disuntikan ke dalam ruang spinal (cairan saraf tulang belakang) si Ibu. Penyuntikkan obat dilakukan saat si Ibu sudah mulai memasuki tahap awal persalinan. Setelah obat bekerja, nyeri pada tiap kontraksi (his) akan sangat berkurang. Kadang-kadang terasa sensasi kesemutan pada kedua tungkai dan terasa agak lemas, tapi sifatnya sementara.
Tindakan I L A ini seharusnya hanya dilakukan oleh seorang yang ahli dan ditempat yang memiliki fasilitas, alat dan obat-obatan untuk resusitasi. Termasuk didalamnya adalah oksigen, suction dan alat-alat / obat-obatan resusitasi kardioplulmonar. Dan tindakan I L A dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap ibu dan janin serta kemajuan persalinannya. Tindakan ILA ini dilakukan setelah pembukaan serviks 3-5 cm , kecuali bila dilakukan induksi dengan oksitosi tindakan dapat diakukan lebih awal. I L A tidak diberikan sebelum diagnosa persalinan sudah ditegakkan dan sebelum ibu bersalin meminta untuk meredakan nyeri persalinannya.
Penyuntikkan obat dilakukan saat persalinan mulai masuk pada tahap pembukaan 3 cm, yang ditandai dengan timbulnya kontraksi berkali-kali disertai rasa nyeri. Setelah obat bekerja, biasanya si ibu akan merasa otot-otot tungkainya sedikit kesemutan dan lemas, namun tetap dalam keadaan sadar. Pada beberapa ibu, kontraksi rahim bisa melambat sementara, tapi sebagian besar umumnya mengalami perbaikan pola kontraksi. Selebihnya, proses persalinan pun berjalan seperti persalinan normal lainnya.
Umum-nya banyak pasien yang meminta disuntikkan ILA sejak awal pembukaan , namun dokter hanya memberikan suntikan ILA mulai dari Pembukaan Lima. MENGAPA ? "Sebab kalau dari awal kita berikan ILA , nanti obatnya habis , dan justru pada saat melahirkan , si ibu akan merasakan rasa sakit" . MASIH menurut ahli anestesi ini , tekhnik penyuntikan ILA beragam. Jika si ibu Gemuk maka posisi penyuntikan lebih baik duduk agar cairan lebih mudah mencari ruang 'subarakhnoid
Teknik ILA ini lebih diutamakan untuk mengatasi nyeri persalinan yang dilakukanoleh dokter anestesiologi dengan menyuntikkan obat ke urat syaraf di tulang belakang bagian bawah sehingga meskipun tetap sadar, si ibu tidak merasakan nyeri. Tapi obat ini akan mempunyai efek ke seluruh tubuh ibu dimana ibu dan si bayi akan tidur dan mengantuk. Makanya obat ini hanya diberikan pada awal proses persalinan agar ibu bisa istirahat dan dapat menyimpan tenaga untuk proses persalinan selanjutnya.
Seorang ibu yang ingin menggunakan cara ini lebih dulu diperiksa dan di evaluasi oleh dokter ahil anestesi. Sebelum penyuntikan dilakukan, dokter akan memeriksa bagian di belakang bawah ibu untuk menentukan lokasi yang tepat. Kemudian pada lokasi itu, disuntikkan obat ke dalam ruang di antara selaput otak dan mampu menahan nyeri selama 12 jam tanpa mengurangi kemampuan mengejan.
Ibu bersalin yang diberikan analgesia harus dimonitor dengan baik. Menurut Read (1944) intensitas nyeri persalinan berhubungan dengan tingkat emosional. Beberapa faktor yang berhubungan dengan meningkatnya intensitas nyeri persalinan dan kelahiran adalah : Nuliparitas, Induksi Persalinan, Usia Ibu yang masih muda, Riwayat ‘Low Back Pain’ yang menyertai menstruasi dan peningkatan berat badan ibu ataupun janin. Dari semua ini, prediktor yang paling penting adalah nuliparitas dan induksi persalinan ( Pacuan ). Nyeri persalinan ini dapat diantisipasi dengan latihan / senam hamil.
Tiga hal penting dan perlu diperhatikan untuk menghilangkan rasa sakit persalinan adalah :
Kontraksi ritmik uterus dan dilatasi servik yang progresif pada kala I menyebabkan sensasi nyeri selama kala I persalinan. Impuls saraf aferen dari servik dan uterus ditransmisikan ke medula spinalis melalui segmen Thorakal 10 – Lumbal 1. Hal ini biasanya akan menyebabkan nyeri pada daerah perut bagian bawah dan daerah pinggang serta sakrum. Berbeda dengan kala I, pada kala II transmisi melalui segmen Sakral 2 – 4, dan nyeri disebabkan oleh regangan pada vulva/vagina dan perineum yang juga bertumpang tindih dengan nyeri akibat kontraksi uterus.
Untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri saat persalinan, selain teknik analgesia epidural, ada pula teknik analgesia spinal yang disebut ILA (Intrathecal Labor Analgesia). Proses persalinan normal dengan teknik ILA telah menunjukkan nyeri selama persalinan dapat diatasi dengan cukup baik. Tidak ada efek samping pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Pada teknik ini obat anestesi disuntikkan di ruang intratekal. Sebuah ruang di dalam sumsum tulang belakang, tempat lewatnya serabut saraf spinal yang berperan dalam merasakan sensasi nyeri. Obat akan memblok saraf nyeri.
Kini juga telah ditemukan obat anestesi lokal baru yang memungkinkan hanya saraf rasa nyeri yang dihambat, sementara saraf motorik tetap bekerja. Dengan cara ini ibu tetap merasakan gejala peregangan ketika bayi akan keluar. Namun, ibu tidak merasakan nyeri selama proses peregangan dan kontraksi persalinan. Teknik ini lebih mudah dibandingkan dengan teknik analgesia epidural dan langsung bekerja pada serabut saraf spinal. Jarum yang digunakan lebih kecil daripada jarum untuk analgesia epidural, yakni sebesar jarum suntik untuk imunisasi BCG pada bayi. Dosis obat yang digunakan pun lebih kecil dan efek analgesinya merata. Efek samping yang mungkin timbul adalah gatal-gatal, mual, muntah, rasa mengantuk, gemetar, retensi urin, hipotensi, dan bradikardi (denyut nadi lambat).
Dalam mengatasi nyeri persalinan, analgesia spinal memiliki kekurangan. Hanya digunakan pada awal kala I. Karena masa kerjanya terbatas (12 jam), cara ini kurang efektif untuk persalinan yang lama. Di sisi lain, analgesia epidural sebagai anestetik lokal menimbulkan efek paling tidak setelah 10 menit. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, ada kalanya teknik analgesia spinal dan epidural dijalankan secara bersama-sama. Dibandingkan dengan analgesia epidural, teknik gabungan ini lebih cepat kerjanya. Kualitas analgesia lebih baik, dosis awal dan total lebih kecil, penghambatan saraf sensorik (indera) bersifat selektif, sementara terhadap saraf simpatis dan motorik penghambatannya minimal, sehingga tidak mengganggu mobilisasi. Analgesia gabungan dapat dilakukan sejak awal kala I sampai dengan akhir kala II. Namun, karena masing-masing teknik ada kelebihan dan kekurangannya, secara umum tidak dapat disimpulkan teknik mana yang paling baik. Setiap teknik memiliki indikasi tersendiri.
Yang perlu diingat, sebelum dilakukan tindakan dengan teknik mana pun, mintalah penjelasan dan pertimbangan dari dokter khususnya dokter spesialis anestesi yang akan melakukan, mengenai indikasi, efek sampingan, dan tindakan apa yang akan dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Dengan teknik dan obat analgesia yang tepat yang diberikan sesuai dengan indikasi, para ibu atau calon ibu yang ingin melahirkan secara spontan dan normal tidak perlu takut lagi terhadap nyeri persalinan. Nyeri sebenarnya bersifat subjektif karena dipengaruhi pengalaman seseorang, budaya, dan lingkungan. Bagi sebagian ibu hamil, nyeri persalinan sering kali melebihi dugaan mereka. Pada ibu yang baru pertama kali melahirkan, rasa nyerinya kira-kira mendekati nyeri amputasi jari akibat trauma. Statistik menunjukkan, nyeri ini tidak dapat ditoleransi oleh dua dari tiga ibu bersalin.
Persalinan harus dipantau baik dari status umum maupun kemajuan persalinannya. Yang perlu dievaluasi adalah :
Penting juga untuk diketahui bahwa karena nyeri persalinan telah hilang, maka reflek ingin mengejan pada kala II pun akan berkurang sensasinya, sehingga diperlukan edukasi pada ibu dan diberitahu kapan harus mengejan. Pimpinan persalinan harus baik melibatkan ibu dan penolong.
Pada beberapa Ibu, kontraksi rahim melambat sementara setelah disuntik, namun sebagian besar umumnya mengalami perbaikan pola kontraksi. Selebihnya, proses persalinan pun berjalan seperti persalinan normal lainnya, Ibu masih tetap bisa mengedan seperti biasa.
Efek samping yang timbul dari persalinan ILA bisa dibilang amat ringan dan tidak mempengaruhi kondisi janin. Meski jarang, beberapa efek samping yang mungkin terjadi adalah mual, muntah, penurunan tekanan darah, serta gatal-gatal ringan yang mudah diatasi.
Efek I L A pada persalinan diantaranya adalah dapat memperpanjang kala I dan II persalinan, dan meningkatkan penggunaan oksitosin untuk akselerasi persalinan serta penggunaan instrumentasi pada kelahiran dengan menggunakan tarikan vakum atau forsep. I L A tidak signifikan meningkatkan angka operasi sesar.
Yang perlu disadari disini bahwa penggunaan I L A untuk ‘Painless Labor’ adalah untuk mengatasi nyeri persalinan, sedangkan perjalanan proses persalinan itu sendiri adalah tetap. Jadi tidak berarti bahwa dengan I L A akan pasti dapat lahir pervaginam. Tindakan sesar adalah atas dasar indikasi Obstetri.
Efek samping dari persalinan dengan metode ILA yang mungkin terjadi seperti mual, muntah, penurunan tekanan darah, serta gatal-gatal ringan. Untuk itu Dokter Spesialis Kebidanan dan Anestesiologi akan membantu mengatasi efek tersebut. Bagi ibu yang tertarik mencoba metode ini, disarankan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dokter Spesialis Kebidanan.
Efek obat ini akan berpengaruh sekitar 20 menit setelah penyuntikan. Dan efek ini akan dapat terus diperpanjang selama proses persalinan berlangsung karena obat dapat ditambahkan melalui selang sesuai kebutuhan. Walaupun intinya menghilangkan nyeri, para ibu yang memakai cara ini tetap akan merasakan sakit perut atau perasaan tidak nyaman yang ringan saat rahim berkontraksi. Tapi Anda masih tetap dapat berjalan dan duduk dan tidak mempengaruhi kemampuan mengejan. Bagitupun dengan janin, tidak akan berakibat apa-apa.
1. Persangkaan Disproporsi Kepala Panggul ( Resiko Ruptura Uteri ).
2. Penolakan oleh pasien.
3. Perdarahan Aktif
4. ‘Maternal Septicemia’
5. Infeksi disekitar lokasi suntikan.
6. Kelainan Pembekuan darah.
G.Komplikasi ILA
Komplikasi dari tindakan ILA yang paling sering adalah hipotensi. Untuk itu diperlukan pemberian cairan elektrolit isotolus sebelum tindakan . Komplikasi yang lain adalah sakit kepala, retensio urin ,meningitis ,kejang ,akan tetapi ini adalah komplikasi yang jarang terjadi. Dua komplikasi yang umum terjadi adalah Hipotensi dan sakit kepala.
Crawford ( 1985) dari Birmingham Maternity Hospital, Inggris melaporkan mulai dari 1968 –1985 lebih dari 26.000 pasien mendapatkan ILA dan tidak ditemukan adanya kematian., jadi tindakan ini cukup aman.
No comments:
Post a Comment