ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN POST HERNIOTOMY AKIBAT HERNIA INGUINALIS LATERAL
A. Konsep Dasar
1. Definisi
a. Hernia
1) Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (C.Long, Barbara, 1996 : 246 ).
2) Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat,yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer dkk, 2002 : 313 ).
3) Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523 ).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan suatu organ atau struktur organ yang normal melalui kongenital atau yang didapat karena kelemahan otot perut.
b. Hernia Inguinalis Lateral
1) Hernia inguinalis lateral adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar kerongga perut melalui anulus inguinalis eksternus ( Mansjoer dkk, 2002 : 314 )
2) Hernia inguinalis lateral merupakan penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat, 2004 : 527 ).
3) Hernia inguinalis yaitu berkenaan dengan lipat paha, saluran tubuler melalui bagian bawah dinding anterior abdomen dan letaknya sejajar serta sedikit diatas ligamentum inguinale.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hernia inguinalis lateral adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus.
c. Herniotomi
Herniotomi adalah pembesaran kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Sjamsuhidayat, 2004 : 531 )
d. Post herniotomi
Keadaan setelah dilakukan pembedahan hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong
2. Anatomi fisiologi Region Inguinalis
Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan aponeurosis m.tranversus abdominis. Dimedial bawah, diatas tuberkulum tubkum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m.oblikus eksternus. Atapnya adalah aponeurosis m.oblikus eksternus, dan didasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum rotundum pada perempuan.
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis (Sjamsuhidayat, 2004 :526).
a.Pada Pria
1) Fenikulus spermaticus
2) Vasa spermatika
3) Proccesus vaginalis peritoni
b.Pada wanita
1) Ligamentum Rotundum
Gambar 2.1
Dinding abdomen dilihat dari depan/(Region kanalis inguinalis)
(Sumber: Sjamsuhidayat, 2004: 527).
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka.Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Mansjoer dkk, 2002 : 314).
3. Etiologi
Hernia ingunalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum.Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah :
1). Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
2). Peninggian tekanan didalam rongga perut
3). Kelemahan otot dinding perut karena usia.
4. Patofisiologi
Pada hernia inguinalis lateral bahwa apabila ada defek integritas dinding otot pada ligamen inguinal disertai dengan adanya tekanan intra abdominal (tekanan intra abdominal ini disebabkan kegemukan, hamil, mengangkat benda berat, mengejan saat defekasi, atau trauma benda tumpul.
Herniotomi harus dilakukan apabila cincin hernia memutuskan suplai darah pada segmen hernia. putusnya suplai darah ini karena cin cin hernia menjepit segmen hernia ( Luckman & Sorensens, 2000: 1658).
5. Manifestasi Klinis
Pasien mengatakan turun berok, burut, atau klingsir, atau mengatakan adanya benjolan diselangkangan atau kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat dan bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali.
Bila telah terjadi kompliksi dapat ditemukan nyeri. Keadaan umum pasien biasanya bak, bila benjolan tidak nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. bila ada hernia maka akan tampak benjolan. (Mansjoer et al, 2000: 314).
6. Manajemen medik secara umum
Penatalaksanaan medik secara umum pada hernia inguinalis yaitu :
a. Tindakan Non Bedah
1) Tindakan ini dilakukan untuk mengobati atau mengatakan keluhan (simptomatik) obat-obatan yang dapat diberikan pada klien hernia inguinal, biasanya :
a). Obat anti nyeri ( analgetik )
b). Obat anti mikrobial ( antibiotik )
c). Obat anti mual ( antiemetik )
d). Vitamin
2) Reposisi Bimanual
Teknik ini dilakukan dengan cara memegang isi hernia membentuk corong, sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi
3) Reposisi Spontan
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedatif dan kompres es diatas hernia. Bila resposisi ini berhasil anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika resposisi tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera.
b. Tindakan Bedah
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari :
1) Herniotomi
Merupakan suatu tindakan pembedahan dengan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit dan diikat setinggi mungkin lalu dipotong (Sjamsuhidayat, 2004 : 531 )
2) Hernioplastik
Adalah suatu tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis (Sjamsuhidayat, 2004 : 531 ).
7. Dampak Post Herniotomi Terhadap Sistem Tubuh
a. Sistem Gastrointestinal
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama pmbedahan ketika digunakan anestesia spinal. Dan penurunan peristaltik usus ini mengakibatkan distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus. motalitas gastrointestinal dapat mengakibatkan distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus ( Brunner & Suddarth 2002 : 484 & 455 ).
b. Sistem Neurologi
Luka pembedahan mengakibatkan spasme otot dan pembuluh darah sehingga merangsang pelepasan mediator kimia ( seratonin, bradikinin, histamin ). Pross ini merangsang reseptor nyeri kemudian rangsangan ditransmisikan ke thalamus, kortek cerebri sehingga terasa nyeri. Nyeri akan merangsang RAS ( Retikular Activating Sistem ) stimulus ini menyebabkan sikap terjaga dan berkurangnya stimulus untuk mengantuk.
c. Sistem Pernapasan
Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada luka operasi,hal ini merangsang sinyal dari sum-sum tulang belakang yang dihantarkan melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus Traktus ( STT ) ke Spinal Respiratory Traktus ( SRT ). Dari spinal thalamus traktus akan dihantarkan ke korteks cerebri sehingga nyeri dipersepsikan, sedangkan dari spinal respirator, traktus akan dihantarkan ke medula oblongata sehingga mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi pernapasan. Nyeri pada luka operasi dapat menekan pengembanahan rongga dada dan pasien dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk beergerak, ambulasi, dan bernafas dalam ( C.Long, Barbara, 1996 : 251 ).
d. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan denyut nadi, hal ini disebabkan dari rasa nyeri akibat luka operasi sehingga mengakibatkan medula oblongata untuk meningkatkan frekuensi pernapasan dan merangsang epineprin sehingga menstimulasi jantung untuk memompa lebih cepat selain itu juga dapat terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan keadaan yang menghasilkan adrenergik sehingga dimanifestasikan peningkatan denyut nadi.
e. Sistem Integumen
Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas jaringan dan keterbatasan gerak dapat mengakibatkan kerusakan kulit pada daerah yang tertekan karena sirkulasi perifer terhambat. Akibat dari keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinal lateral ( C.Long, Barbara, 1996 : 247 ).
f. Sistem Muskuloskeletal
Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan serta adanya spasme otot, terjadi penekanan pada pembuluh darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan ( otot persendian ) sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi dapat mengakibatkan klien mengalami keterbatasan gerak.
g. Sistem Perkemihan
Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur pembedaha. Retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus, dan vagina setelah pembedahan pada abdomen bagian bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih ( Brunner & Suddarth 2002 : 484 ).
B. Proses Keperawatan
Proses Keperawatan pada klien dengan post herniotomi adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
Proses Keperawatan menurut Yura dan Walsh (1967) yang dikutip oleh Gaffar dalam buku asuhan keperawatan profesional terdiri dari 5 tahap, yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik serta reviu catatan sebelumnya.
Untuk mengkaji klien dengan post herniotomi meliputi :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas
a) Identitas klien mencakup : nama. Umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, nomor medik, status, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan alamat.
b) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan Masuk Perawatan
Disini menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan pasien di bawa ke rumah sakit dan dirawat.
b) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan klien yang bersifat subyektif pada saat dikaji. Biasanya keluhan utama yang dirasakan klien post herniotomi adalah nyeri daerah luka operasi.
c) Riwayat Kesehatan sekarang
Bagian ini menguraikan keluhan pertama yang muncul secara kronologis meliputi faktor yang mencetuskan memperingan gejala, kualitas, lokasi / penyebaran, upaya yang dilakukan serta waktu dirasakannya keluhan, durasi dan frekuensi. Dengan menggunakan alat bantu yang mencakup PQRST :
P : Provokative / palliative
Merupakan hal atau faktor yang pencetus terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau memperingan, nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila klien berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.
Q : Quality / Quantity
Qualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.
R : Region / Radition
Region adalah daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan
S : SaveQuality / Quantity
Region / Radition
S :
ale
rity Scale
Severity scale adalah keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
T : Time
Time adalah waktu dimana keluhan dirasakan.
d) Riwayat kesehatan yang lalu
Pada tahap ini dikaji mengenai latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat benda-benda berat, tanyakan juga tentang riwayat penyakit menular dan atau penyakit keturunan.
e) Riwayat keluarga
Pada tahap ini dikaji tentang riwayat kesehatan keluarga, adakah dalam keluarga yang mengalami penyakit sama dengan klien saat ini dan atau riwayat penyakit keturunan.
3) Data Biologis
a) Pola nutrisi
Pada aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit. Dikaji mengenai riwayat diet klien. Bagaimana kebiasaan makan dalam sehari, jenis makan. Apakah dijumpai perubahan pada makan akibat penyakit, setelah itu dikaji tentang kebiasaan minum ( jenis, jumlah dalam sehari ) dan kebiasaan minum-minuman beralkohol.
b) Pola eleminasi
Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan kelainan eleminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan yang dirasakan klien pada saat bab dan bak.
c) Istirahat dan tidur
Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur, apakah ada gangguan sebelum dan pada saat tidur, lama tidur dan kebutuhan istirahat tidur.
d) Personal hygiene
Dikaji mengenai kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut dan dikaji apakah memerlukan bantuan orang lain atau secara mandiri.
e) Aktivitas dan latihan
Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien dirumah dan dirumah sakit dibantu atau secara mandiri.
4) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan head to toe tetapi hasilnya dituliskan persistem tubuh.
a) Keadaan umum
Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan, dan periksa status gizinya serta tingkat kesadaran compos mentis.
b) Tanda-tanda vital
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital biasanya pada pasien post herniotomi terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam, pernapasan cepat dan dangkal.
c) Tinjauan sistem
(1) Sistem respirasi
Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi.Dalam sistem ini perlu dikaji mengenai bentuk hidung, kebersihannya, adanya sekret, adanya pernafasan cuping hidung, bentuk dada, pergerakan dada apakah simetris atau tidak, bunyi nafas, adanya ronchi atau tidak, frekuensi dan irama nafas teratur.
(2) Sistem cardiovaskuler
Dikaji mulai dari warna konjungtiva, warna bibir, tidak ada peningkatan JVP, peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi, bunyi jantung tidak disertai suara tambahan, penurunan tekanan darah.
(3) Sistem pencernaan
Sistem pencernaan dikaji mulai dari mulut sampai anus, dalam sistem ini perlu dikaji adanya stomatitis, jumlah gigi, caries, bau mulut, mukosa mulut, ada tidaknya pembesaran tonsil, bentuk abdomen datar, turgor kulit kembali lagi, fokus pada pemeriksaan dengan kasus hernia apakah ada distensi abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas. Adakah lesi pada daerah abdomen adanya massa, pada auskultasi dapat diperiksa peristaltik usus.
(4) Sistem perkemihan
Dikaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen untuk mengkaji adanya retensio urine, ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta pengeluaran urine apakah ada nyeri pada waktu miksi atau tidak.
(5) Sistem neurologis
Secara umum pada kasus hernia inguinalis lateral tidak mengalami gangguan, namun gangguan terjadi dengan adanya nyeri sehigga perlu dikaji tingkat skala ( 0-5) serta perlu dikaji nilai GCS dan pemeriksaan fungsi syaraf kranial untuk mengidentifikasi kelainan atau komplikasi.
(6) Sistem integumen
Dalam sistem ini perlu dikaji keadaan kulit (turgor, kebersihan, pigmentasi, tekstur dan lesi), serta perlu dikaji kuku dan keadaan rambut, sekitar kulit atau ekstremitas adakah oedema atau tidak.
Pada klien dengan post herniotomi akan didapatkan kelamaan integumen karena adanya luka insisi pada daerah abdomen, sehingga perlu dikaji ada atau tidaknya tanda radang didaerah terkena adalah ada tidaknya tanda lesi dan kemerahan, pengukuran suhu untuk mengetahui adanya infeksi.
(7) Sistem penglihatan
Pada post herniotomi sistem ini tidak mengalami gangguan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan maka harus diperiksa tentang fungsi penglihatan, kesimetrisan mata kiri dan kanan, oedema atau tidak.
(8) Sistem Endokrin
Dalam sistem ini perlu dikaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening.
(9) Sistem Muskuloskeletal
Pada hernia inguinalis lateral biasanya post operasi secara umum tidak mengalami gangguan,tapi perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah, dengan nilai kekuatan otot (0-5). Diperiksa juga adanya kekuatan pergerakan, atau keterbatasan gerak.
5) Data psikologis
Data psikologis yang perlu dikaji adalah status emosional, konsep diri, mekanisme koping klien dan harapan serta pemahaman klien tentang kondisi kesehatan sekarang.
a) Status emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah dan labil, karena proses penyakit yang tidak di ketahui/ tidak pernah diderita sebelumnya.
b) Konsep diri
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat orang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. (Stuart and Sundeen, 1997 : 227).
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini ( keliat, Budi Anna : 2001).
1) Citra tubuh
Kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi.
2) Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.
3) Harga diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai ideal diri.
4) Penampilan peran
Serangkaian pola perilaku yang dihapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial
5) Identitas personal
Pengorganisasian perinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu
c) Stressor
Stressor adalah faktor-faktor yang menambah beban klien baik dari pelayanan kesehatan ataupun pribadi dan keluarga.
Seseorang yang mempunyai stressor akan mempersulit dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
d) Koping Mekanisme
Koping mekanisme ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi
e) Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan yang dihadapi.
Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
Pengkajian psikososial post herniotomi meliputi bagaimana status emosi klien, harapan klien tentang penyakit yang dideritanya, gaya komunikasi, sosialisasi klien dengan keluarga atau masyarakat, interaksi klien dirumah sakit, gaya hidup klien sehari-hari, serta kepuasan pelayanan keperawatan yang klien rasakan dirumah sakit.
6) Aspek Sosial dan Budaya
Pengkajian ini menyakit pada pola komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya hidup, faktor sosial serta support sistem yang ada pada klien.
7) Data Spiritual
Data spiritual menyangkut keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, harapan terhadap kesembuhan serta kegiatan spiritual yang dilakukan saat ini.
8) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan atau radiologi perlu dilakukan untuk memvalidasi dalam menegakkan diagnosa sebagai pemeriksaan penunjang.
9) Data Pengobatan
Data ini digunakan untuk mengetahui jenis obat apa saja yang digunakan pada kasus hernia inguinalis lateral. Untuk mengetahui keefektifan penyembuhan penyakit.
b. Analisa Data
Setelah dilakukan pengkajian secara lengkap, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penyataan yang status atau masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit, penyebab adanya masalah, kemampuan klien untuk mencegah atau menghilangkan masalah (Gaffar, 1999 : 61)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada post herniotomi adalah :
a Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pembedahan.
b Risiko tinggi terhadap komplikasi, Atelektasis, Ileus Paralitik, Dehisens, Infeksi, Kekurangan cairan dan biokimia, Tromboflebitis berhubungan dengan pembedahan.
c Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan
d Risiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.
e Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan retensi perkemihan akut, insisi pembedahan, dan inflamasi skrotum sekunder terhadap herniorafi.
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective), penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan ( Gaffar, 1999:63 )
Perencanaan keperawatan pada tahap ini dibahas rencana tindakan keperawatan berikut rasionalnya :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang, dengan kriteria :
- Klien tampak tenang
- Skala nyeri 0 ( 0-5)
INTERVENSI | RASIONAL |
1. Pantau : - Tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap 4 jam. - Intensitas nyeri - Tingkat kesadaran 2. Informasikan ke dokter jika nyeri diberikan sampai pemberian obat respon terhadap analgetik yang bertambah buruk atau tidak ada selanjutnya. 3. Bantu pasien untuk mengambil posisi yang nyaman. Tinggikan ekstremitas yang terasa sakit. Tekuk lutut dengan menggunakan bantal atau penyokong lutut ditempat tidur untuk menurunkan ketegangan otot-otot perut setelahtindakan bedah atau bila ada nyeri dipunggung. 4. Ajarkan pasien teknis bernapas berirama untuk nyeri yang ringan sampai sedang dalam hubungannya deengan nyeri yang lain meringankan intervensi : - Instrusikan pasien untuk memelihara kontak mata pada suatu objek sambil menarik napas perlahan melalui mulut dan mengeluarkan napas melalui bibir yang dikerutkan. 5. Berikan istirahat sampai nyeri hilang. Kurangi kebisingan dan sinar yang terang. Jaga kehangatan pasien dengan selimut ekstra. | 1. Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 2. Ini merupakan indikasi bahwa perlu analgetik yang lebih keras atau mulai ada komplikasi. 3. Tempatkan tubuh pada posisi yang nyaman untuk mengurangi penekanan dan mencegah otot-otot tegang membantu menurunkan rasa tidak nyaman. 4. Distraksi mengganggu stimulus nyeri dengan mengurangi rasa nyeri. Distraksi tidak mengubah intensitas nyeri. Paling baik digunakan untuk periode pendek pada nyeri ringan sampai sedang. 5. Istirahat menurunkan pengeluaran energi. Vasokontriksi perifer terjadi pada nyeri hebat dan menyebabkan pasien merasa dingin. Biasanya rangsangan lingkungan yang kuat, memperhebat persepsi nyeri. |
b. Risiko tinggi terhadap komplikasi, Atelektasis, Ileus Paralitik, Dehisens, Infeksi, Kekurangan cairan dan biokimia, Tromboflebitis berhubungan dengan pembedahan.
Tujuan : Mendemonstrasikan tidak adanya komplikasi.
INTERVENSI | RASIONAL |
Atelektasis : 1. Pantau bunyi paru-paru tiap 4 jam selama 24 jam, kemudian 8 jam sekali terutama pada orang yang berisiko tinggi ateletaksis pascaoperasi (perokok,lansia,dan orang-orang yang mempunyai penyakit paru kronis). 2. Ubah posisi tiap 2 jam. Biarkan pasien melakukannya sesering mungkin. Melakukan ambulasi sesuai perintah. 3. Pastikan rasa sakit dapat dikontrol Paralitic ileus : 1. Pantau : - Selang nasogastrik (warna dan jumlah drainase setiap 8 jam). - Status abdomen (mengauskultasi bising usus, menanyakan tentang flatus) setiap 8 jam. 2. Ukur dan catat besarnya lingkaran perut setiap 8 jam jika diperkirakan terjadi distensi abdomen. 3. Berikan makan melalui mulut jika bising usus telah ada, keluar flatus dan distensi abdomen berkurang. Dehisens : 1. Pantau keadaan tepi luka ketika mengganti perban. 2. Agar pasien menahan insisi abdomen ketika batuk. 3. Berikan perawatan luka dengan menggunakan teknik aseptik yang ketat. Infeksi :
- Suhu badan setiap 4 jam - Keadaan luka ketika melakukan perawatan luka - Hasil laporan JDL terutama jumlah leukosit (terutama SDP ).
Kekurangan cairan dan biokimia :
- Masukan dan haluaran setiap 8 jam. - Hasil elektrolit serum - Status umum setiap 8 jam
- Diet natrium dibatasi - Masukan cairan dibatasi - Terapi diuretik. Evaluasi keefektifan terapi :resolusi manifestasi kelebihan volume cairan, natrium serum kembali kerentang normal. Tromboflebitis : 1. Bantu sirkulasi pada anggota badan bawah setiap 8 jam sampai dimulai ambulasi :denyut nadi telapak kaki, tanda-tanda Homan's, betis nyeri tekan, pengisian kapiler,warna dan badan. 2. Anjurkan latihan gerak ditempat tidur setiap 2 jam. Ketika ambulasi dimulai,pastikan pasien melakukannya secara progresif paling sedikit 3 kali sehari. | 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 2. Aktivitas mendorong bernapas dalam. 3. Individu melakukan pernapasan cepat dan dangkal bila mengalami nyeri hebat, yang membatasi ekspansi penuh dari alveoli. 1. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 2. Untuk memperoleh data yang objektif. 3. Keadaan tersebut mengindikasikan adanya peristaltik dan fungsi usus normal. 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 2. Untuk mencegah tegangan pada jahitan. 3. Infeksi luka adalah penyebab utama dehisens. 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 2. Terapi antibiotik diperlukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi. Cairan membantu menyebarkan obat kejaringan tubuh. 3. Perban yang lembab merupakan media kultur untuk pertumbuhan bakteri. Dengan mengikuti teknik aseptik akan mengurangi risiko kontaminasi bakteri. 1. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan 2. Natrium menahan air. Diuretik membantu membuang kelebihan air tubuh. 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 2. Latihan merangsang sirkulasi. |
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi dengan kriteria :
- Klien dapat memenuhi kebutuhan aktifitas
- Perawatan diri terpenuhi scara mandiri
INTERVENSI | RASIONAL |
1. Tentukan tingkat bantuan yang diperlukan.Berikan bantuan AKS sesuai keperluan. Membiarkan pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya. 2. Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk melaksanakan aktifitas. 3. Instruksikan pasien adaptasi yang diperlukan untuk melaksanakan AKS. Dimulai dengan tugas yang mudah dilakukan dan berlanjut sampai tugas yang sulit. Berikan pujian untuk keberhasilan tersebut. 4. Menaruh bel ditempat yang mudah dijangkau. | 1. Untuk mendorong kemandirian 2. Membebani pasien dengan aktifitas menyebabkan frustasi. 3. Untuk mendorong kemandirian. Pujian memotivasi untuk terus belajar. 4. Untuk memberikan rasa aman. |
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.
Tujuan : Kerusakan penatalaksanaan dirumah tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- Klien dan keluarga mengerti tentang penatalaksanaan dirumah.
- Klien dan keluarga mengatakan akan melaksanakan perawatan, aktifitas yang baik dirumah.
- Mengidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perawatan.
INTERVENSI | RASIONAL |
1. Pastikan pasien memiliki instruksi tertulis tentang perawatan diri dan perjanjian tertulis untuk kunjungan evaluasi. 2. Ajarkan dan biarkan pasien merawat luka jika penggantian perban perlu dilakukan dirumah. Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka. 3. Evaluasi kebutuhan bantuan perawatan dirumah dan tersedianya sistem pendukung yang memadai untuk memberikan bantuan yang diperlukan. Hubungi perencana atau bagian pemulangan pasien untuk mengatur bantuan perawatan dirumah jika pasien memerlukan bantuan tetapi tidak mempunyai sistem pendukung dirumah. 4. Instruksikan pasien untuk memberitahu dokter jika terjadi infeksi luka : kemerahan, nyeri tekan, drainase, demam. 5. Pastikan pasien mempunyai persediaan yang cukup untuk perawatan luka dan resep untuk analgetik. 6. Instruksikan agar pasien beristirahat sepanjang hari, secara bertahap melakukan aktivitas serta menghindari mengangkat benda-benda berat dan latihan yang berlebihan. | 1. Instruksi verbal akan mudah terlupakan. 2. Praktik akan membantu pasien mengembangkan keyakinannya dalam perawatan diri. Juga memungkinkan perawat mengevaluasi kemampuan pasien melaksanakan keterampilan tersebut sendiri dan menentukan apakah diperlukan bantuan. Tindakan untuk mencegah infeksi harus dilanjutkan sampai luka benar-benar sembuh. 3. Layanan sosial atau perencana pemulangan pasien berfungsi sebagai penghubung yang penting untuk pemindahan pasien kelingkungan rumah atau fasilitas perawatan luar untuk memastikan kelanjutan penyembuhan atau rehabilitasi. 4. Diperlukan antibiotik untuk mengatasi infeksi. 5. Persediaan penting untuk mengurangi kecemasan yang pada umumnya berhubungan dengan pemulangan pasien. Analgesik memberi kenyamanan dan mendorong untuk tidur. 6. Pembedahan adalah stresor. |
e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pembedahan
Tujuan : Risiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi dengan kriteria :
- Suhu tubuh normal 370C
- Tanda-tanda infeksi tidak terjadi
INTERVENSI | RASIONAL |
1. Pantau : - Suhu badan setiap 4 jam - Keadaan luka ketika melakukan perawatan luka - Hasil laporan JDL terutama jumlah leukosit. 2. Tetap pada fasilitas kontrol infeksi, sterilisasi dan prosedur/kebijakan aseptik. 3. Identifikasi gangguan pada teknik aseptik dan atasi dengan segera pada waktu terjadi. 4. Sediakan pembalut yang steril 5. Berikan antibiotik sesuai petunjuk | 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan 2. Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk untuk mencegah infeksi. 3. Kontaminasi dengan lungkungan/ kontak personal akan menyebabkan daerah yang steril menjadi tidak steril sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi. 4. Mencegah kontaminasi lingkungan pada luka yang baru. 5. Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi atau kontaminasi. |
3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatihan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi (Gaffar, 1999:65 ).
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan, disamping itu evaluasi juga digunakan sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang memberikan tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagaian (Hidayat, 2002 : 41)
Terdapat 2 tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu.
Evaluasi sumatif dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai berikut :
S : Respon Subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas subjektif dan objektif untuk menyimpukan apakah masalah masih tetap atau muncul. Masalah baru atau data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
Selanjutnya setelah evaluasi dilakukan pada hari berikutnya dituliskan dalam catatan perkembangan.
Catatan perkembangan merupakan catatan tentang perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap masalah yang ditemui pada klien (Hidayat, 2002 : 46)
S : Data Subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Analisis
Data subjektif dan objektif dinilai dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
P : Perencanaan
Rencana penangan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan rencana selanjutnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
I : Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana
E : Evaluasi
Evaluasi berisikan penilaian sejauh mana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah bisa teratasi
R : Reassement
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, data objektif dan proses analisisnya.
a Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pembedahan.
Kriteria hasil : Menyatakan tidak nyeri, intensitas nyeri berkurang, tanda-tanda vital stabil, ekspresi muka dan postur tubuh rileks.
b Risiko tinggi terhadap komplikasi, Atelektasis, Ileus Paralitik, Dehisens, Infeksi, Kekurangan cairan dan biokimia, Tromboflebitis berhubungan dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada infeksi, bunyi napas bersih, penyembuhan luka, dan tidak ada perdarahan.
c Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder terhadap pembedahan
Kriteria hasil : Mengidentifikasi area kebutuhan, mengungkapkan aktifitas terprnuhi.
d Risiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.
Kriteria hasil : Klien dan keluarga mengerti tentang penatalaksaan di rumah.
e Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan retensi perkemihan akut, insisi pembedahan, dan inflamasi skrotum sekunder terhadap herniorafi.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan tidak ada tanda-tanda infeksi
No comments:
Post a Comment