1. Pendahuluan
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia (kesehatan): mikroba yang dimaksud disini adalah jasad renik dan tidak termaksud kelompok parasit.
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungsi yang dapat menghambat atau membasmi mikroba lain. Dewasa ini banyak antibiotika dibuat secara semisinyesis atau sintetik penuh.
Dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolin), juga sering digolongkan sebagai antibiotik. Obat antimikroba harus memiliki toksisitas AM selektif tinggi mungkin, artinya obat tersebut bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis terhadap hospes.
1. Aktivitas dan spektrum AM
Berdasarkan toksisitas selektif, ada AM yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunih mikroba, dikenal sebagai bakterisid.
Sifat AM dapat berbeda satu dengan yang lainnya;misalnya penisilin G bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram positif, sedangkan bakteri gram negatif tidak efektif. Streptomisin memiliki sifat yang sebaliknya; tetrasiklin aktif terhadap beberapa bakteri gram (+) maupun gram (-). Berdasarkan perbedaan sifat ini, AM dibagi menjadi:
a. berspektrum sempit (Narrow-spektrum) adalah AM yang efektif terhadap mikroba gram (+) atau gram (-), misalnya penisilin dan streptomisin
b. berspektrum luas (broad spektrum) adalah AM yang efektif terhadap mikroba gram (+) dan gram (-) misalnya tetrasiklin dan kloramfenikol
batas antara kedua jenis spektrum ini kadang tidak jelas. Walaupun satu AM berspektrum luas, efektifitas klinisnya belum tentu seluas spektrumnya, sebab aktifitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain.
2. Mekanisme kerja anti mikroba
Berdasarkan mekanisme kerjanya antimikroba dibagi menjadi lima kelompok:
1. Mekanisme kerja: penghambat metabolisme sel mikroba. Aktivitas: bakteriostatik: menghambat sintesa asam folat yang diperlukan untuk kehidupan mikroba, am: sulfonamida, trimetoprin, pas, sulfon.
2. Mekanisme kerja: penghambat sintesis dinding sel mikroba, aktivitas: bakteriostatik-bakterisid menghambat enzim untuk suntesis dinding sel, menyebabkan kerusakan dinding sel (lisis),am: penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin.
3. Mekanisme kerja: mengganggu keutuhan membran sel mikroba, aktivitas: bakteriostatik-bakterisid merusak membran sel mekanisme kerja: mengganggu keutuhan membran sel mikroba, aktivitas: bakteriostatik-bakterisid merusak membran sel bereaksi dengan zat yang terdapat pada membran sel (meningkatkan permeabilitas membran sel),am: polomiksin, nistatin, amfotrisin b, surface aktive agent.
4. Mekanisme kerja: menghambat sintesa protein mikroba,aktivitas: bakteriostatik-bakterisid menghambat tahapan sintesa protein dalam tubuh mikroba, am: linkomisin, tetrasiklin, kloramfenikol,gol aminoglikosid
5. Mekanisme kerja: menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba, aktivitas: bakteriostatik-bakterisid berikatan dengan enzim polimerase-dna/rna, dgen dmk menghambat pembentukan rna/dna, am: rifampisin, gol.kuinolon
Resistensi
resistensi mikroba adalah suatu fenomena tidak terganggu kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Dikenal beberapa jenis resistensi, yaitu:
a. resistensi bawaan (primer) terjadi secara ilmiah misalnya adanya enzim penisilinase yang diprouksi mikroba, menyebabkan mikroba resisten terhadap penisilin
b. resistensi yang didapat/diperoleh (sekunder) disebabkan kontak bakteri dengan obat AM; disini terjadi mutasi yang menyebabkan timbulnya mutan yang menghasilkan generasi baru yang resisten
c. resistensi silang, mikroba resisten terhadap satu antimikroba dan resisten pula terhadap semua derivatnya (turunnya segolongan), misalnya penisilin dengan ampisilin dan amoksilin
Efek Samping
Efek samping penggunaan AM dapat dikelompokan atas reaksi alergi, reaksi idionsikrasi, reaksi toksik dan perubahan biologik dan metabolik pada hospes
Rx alergik, dapat ditimbulkan oleh semua AM/antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes dan terjadi tidak tergantung pada besarnya dosis obat. Reaksi alergi sukar diramalkan dan seseorang yang pernah mengalami reaksi alergik misalnya dengan penisilin,tidak selalu mengalami reaksi kembali ketikadiberikan obat yang sama. Sebaliknya, orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan ulang penisilin.
Rx idiosinkrasi, gejala fenomena ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap pemberian AM tertentu. Istilah ini sudah jarang dipakai dan kemungkinan merupakan reaksi alergi utama untuk produk tertentu
Reaksi toksik, efek pada hospes dapat ditimbulkan oleh semua jenis AM dan mungkin dapat dianggap relatif tidak toksis ialah golongan ampisilin. AM golongan lain, misalnya antibiotika golongan aminoglikosida, misalnya streptomisin (obat suntik untuk TBC) pada umumnya bersifat toksis terutama terhadap saraf, sedangkan golongan tetrasiklin, mengganggu pertumbuhan jaringan tulang, termaksud gigi akibat pembentukan kompleks tetrasiklin-CA-ortofosfat.
Perubahan biologik dan metabolik, pada tubuh hosprs, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi terhadap populasi mikroflora normal. Penggunaan AM terutama yang berspektrum luas dapat mengganggu keseimbangan ekologi mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen. Gangguan keseimbangan ekologi ini dapat terjadi di saluran cerna, saluran nafas, kelamin dan kulit. Pada beberapa keadaan perubahan ini dapat menimbulkan superinfeksi, yaitu suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer dengan suatu AM. Mikroba penyebab superinfeksi biasanya jenis mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan AM, umpamanya penyakit Kandidiasis sering timbul akibat penggunaan antibiotik berspektrim lebar. Makin lebar spektrum AM. Maikin besar kemungkinan suatu jenis mikroba tertentu menjadi dominan. Tindakan yang perlu diambil untuk mengatasi superinfeksi adalah:1. menghentikan terap dengan AM yabg sedang digunakan,2. melakukan biakan mikrob penyebab superinfeksi dan 3. memberikan suatu AM yang efektif terhadap mikroba penyebab superinfeksi.
6. Penggunaan dalam klinis
Antomikroba dapat dikatan bukan merupakan ”obat penyembuh” penyakit infeksi, tetapi am hanya menyingkatkan waktu yang diperlukan tubuh hospes untuk sembuh dari suatu penyakit infeksi. Dengan adanya infasi kikroba, tubuh hospes akan bereaksi dengan mengaktifkan mekanisme daya tahan tubuhnya. Sebagian besar infeksi terjadi pada hospes dapat sembuh dengan sendirinya tanpa memerlikan am.
Gangguan klinis infeksi terjadi akibat. Gangguan langsung oleh mikroba maupun oleh berbagai zat toksis yang dihasilkan mikroba. Nila mekanisme pertahanan tubuh berhasil,mikroba dan zat toksis yang dihasilkan akan dapat disingkirkan. Dalam hal ini tidak diperlikan pemberian AM untuk penyembuhan penyakit infeksi.
Gejala demam yang merupakan salah satu gejala sistemik penyakit infeksi, tidak merupakan indikator yang kuat untuk pemberian antimikroba, karena demam dapat disebabkan oleh penyakit infeksi oleh virus atau penyakit noninfeksi, dengan sendirinya bukan indikasi pemberian antimikroba.
Obabt-obat antimikroba
SULFONAMIDA dAN KOTRIMOKSASOL
Sulfonamida adalah kemoterapik yang pertama digunakan secara sisitemik untuk penghambat dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaanya kemidian terdesak oleh antimikroba.
Pertengahan tahub 1970 penemuan sediaan kombinasi trimetoprin dan sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu
SULFONAMIDA
Sulfonamida mempunyai spektrum anti bakteri yang luas meskipun kurang kuat dibandingkan antibiotik dan disamping itu mikroba yag resisiten terhadap sulfonamida cukup banyak. Golongan obat ini umumnya bersifat bakteriostatik namun pada dosis yang tinggi dalam urine, sulfonamida dapat bersifat baktersid sehingga dapat dipilih untuk terapi infeksi saluran kemih
Obat-obat golongan sulfonamida yang biasanya digunakan dalam klinis adalh: sulfadiazin, sulfaisoksazol, sulfametaksazol, ftalilsulfatiazol, sulfanilamid (topikal), Ag-sulfadiazin (topikal), sulfasetin, sulfametizol, kombinasi sulfa = Trisulfa (sulfadiazin+sulfamerazin+sulfametazin)
KOTRIMOKSAZOL (Baktrim, Septrin)
Kotrimeksazol adalah suatu kombinasi antara trimetoprin dan sulfametoksazolo, menghambat reaksi enzimatik bakteri sehingga kombinasi kedua obat ini memberikan efek sinergis. Penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting dalam usaha mrningkatkan aktivitas klinis anti mikroba. Kombinasi ini terdiri dari sulfametoksazol 400 mgr dan trimetoprin 80 mgr
Kotrimoksazol sama efektifnya dengan ampisilin pada tifus perut, infeksi saluran pernapasan bagian atas, radang paru-paru (pada pasien AIDS) serta penyakit kelamin gonore. Secara rektal (suposutoria) sulfonamida tidak digunakan karena resorpsinya tidak sempurna (antara 10-70%) dan kurang teratur
Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi dibawah usia 6 bilan berhubung resiko efek-efek sampingnya. Semua sulfonamida tidak boleh diberokan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal. Kotrimoksazol lebih jarang menimbulkan resistensi, sehingga banyak digunakan untuk berbagai penyakit infeksi, antara lain pada infeksi saliran kemih (coli, entobakter), alat kelamin (prostatitis), saluran cerna (salmonellosis), dan pernapasan (bronkhitis), kotrimoksazolo juga digunakan untuk pengobatan intk pengobatan dan pencegahan radabg paru-paru (pneumolcytis carinii-neomoni) dari penderita AIDS (dalam dosis tinggi). Penggunaan lebih dari dua minggu hendknya disertai pengawasan darah. Risiko kristaluria dapat dihindarkan dengan minum lebih dari 1.5 liter air sehari.
Dosis: umum 2 dd 2 tablet kotrimoksazol (=sulfamektosazol 400+ trimetoprin 80 mg). Radang kandung kemih tanpa komplikasi pada wanita: 2 dd 2 tablet selam 3-7 hari pada tifus dan infeksi parah: 2 dd 3 tablet selama maksimum 14 hari.
TRISULFA
Trisulfa adalah kombinasi dari tiga sulfonamida biasanya sulfadiazin, silfamerazin dan sulfamezathin dalam perbandingan yang sama. Karena dosis setiap obat hanya sepertiga dari obat biasa dan daya larutnya masing-masing tidak saling dipengaruhi, maka bahaya kristaluria sangat diperkecil, cukup dengan minum lebih dari 1,5 liter air sehari selama pengobatan.
TAB. FANSIDAR
Fansidar adalah kombinasi sulfadoksin+pirimetamin. Fansidar dugunakan sabai profilaksis dan pengobatan malaria tropika, yang disebabkan oleh plasmodium falciparum yang resisten terhadap kloroquin.
Zat ini khusus digunakan dalam kombinasi dengan obat antiprotozoapirimetamin pada terapi dan prokfilaksis malaria tropika yang resisten terhadap kloroquin
Wanita hamil tidak boleh diberi fansidar selama tiga bulan pertama kehamilannya karena bersifat teratogen dan pada bulan terakhir kehamilannya berhubung resiko akan icterusinti pada bayi
Dosis: sevbagai kurativum pada serangan akut malaria diatas :* 13 tahun : aral single-dose 3 tablet p.c.;* anak-anak 9-13 tahun: 2 tablet; * 5-8 tahun: 1 tablet dan :* 1-4 tahun: ½ tablet. Sebagai pencegahan kausal “luar” (diatas 15 tahun) 1xseminggu 1 tablet;* orang semi-imun 2-3 tablet setiap 4 minggu.
INFEKSI SALURAN KEMIH
Sulfametizol, sulfafurazol dan kotimoksazol sering digunakan sebagai desinfektan gangguan saluran kemih bagian atas yang menahun. Zat ini juga dipakai untuk mengobati cystitis.
INFEKSI MATA
Sulfasetamida, sulfadikramida, dan sulfametizol digunakan topikal terhadap infeksi mata yang disebabkan oleh kuman-kuman yang peka terhadap sulfonamida, secara sistemis, zay ini juga dipakai untuk penyakit mata berbahaya trachoma , yang merupakan sebab utama dari kebutaan di dunia ketiga.
RADANG OTAK (MENINGITIS)
Berkat daya penetrasinya yang baik ke dalam CCS, obat-obat sulfa sanpai beberapa tahunlalu dianggap sebagai obat terbaik untuk mengobati atau mencegah meningitis terutama sulfadiazin. Timbulnya banyak resistensi dengan pesat menyebabkan obay ini telah diganti dengan ampisilin atau rimpafisin.
PENISILIN DAN SEFALOSPORIN
PENISILIN dan DERIVATNYA
Aktivitas:
Penisilin G dan turunannya bersifat bakterisid terhadap terutama kuman Gram- positif khususnya cocci dan hanya beberapa kuman Garam negatif. Penisilikn termaksud antibiotika spektrum sempit begitu pula penisilin-V dan analognya. Ampisilin dan turunannya serta sefalosporin memiliki spektrum kerja lebih luas, yang meliputi banyak kuman Gram negatif, antara lain H. Infulenzae, E. Coli, dan P.mirabilis. beberapa sefalosporin bahkan aktif terhadap kuman ”sulit” Pseudomonas
Sebagaimana telah diutarakan antibiotika nakterisid ini tidak dapat dikombinasikan dengan bakteriostatika seperti tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan asam fusidat. Ini karena zat-zat yang disebutkan terakhir menghambat pertumbuhan sel dan dindingnya. Kombinasi dengan sulfonamida adalah pengecualiannya.
Wanita hamil dan laktasi
Semua penisilin dianggap aman bagi wanita hamil dan yang menyusui, walaupun dalam jumlah kecil terdapat dalam darah janin dan air susu ibu.
Jenis penisilin dan derivatnya
Ampisilin: Penbritin, ultrapen, binotal
Penisilin broad-spektrum ini (1961)tahan asam dan lebih luas spektrum kerjanya, yang meliputi banyak kuman Gram-negatif yang hanya peka bagi pen-G dalam dosis i.v tinggi sekali. Misalnya E. Coli, H. Infulenzae, Salmonela, dan beberapa suku proteus
Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi infeksi, antara lain dari saluran pernafasan (bronkhitis kronis) saluran cerna dan saluran kemih, kuping (otitis media), gonore, kulit dan bagian lunak (otot dan sebagainya)
Resorpsinya: dari usus 30-40% (dikurangi oleh makanan). Penetrasinya ke CCS ringan, namun ternyata dalam dosisi tinggi efektif pada meningitis. Ekskresinya berlangsung sebagian besar lewat ginjal, yaitu 30-45% dalam keadaan utuh aktif dan sisanya sebagi metabolit.
Efek samping: debandingkan penisilin lain ampisin menimbulkan lebih sering gangguan lambung usus, yang mungkin ada hubungan dengan penyerapannya yang kurang baik.
Dosis: oral 4x sehari 0.5-1 g, a.c, saluran kemih: 3-4 dd 0.5 g, gonorra: 1x3.5 g+probenesid 1 g, tifus/paratifus: 4 dd 1-2 selama 2 minggu. Juga rektal dan secara i.m dan i.v
Amoksilin (Amoxilin, Flemoxin, Hiconcil, Augmentin)
Aktifitas sama dengan ampisilin. Resorpsinya lebih lengkap (ca 80%) dan pesat dengan kadar darah dua kali lipat. PP dan plasma-t ½-nya lebih kurang sama, tetapi difusinya ke jaringan tubuh lebih baik, antara lain ke dalam air liur pasien bronkhitis kronis. Begitu pula kadar bentuk aktifnya dalam kemih jauh lebih tinggi dari pada ampisilin (ca 70%) hingga lebih layak digunakan pada infeksi saluran kemih
Efek samping: gangguan lambung usus dan rash lebih jarang terjadi
Dosis:oral 3 dd 375-1000 mg, anak-anak,10 tahun 3dd 10 mg/kg, 3-10 tahun 3 dd 250 mg, 1-3 tahun 3 dd 125 mg, 0-1 tahun 3 dd 100 mg. Juga diberikan secara i.m/i.v
Sefalosporin
Termaksud antibiotika beta-laktam dengan struktur, khasiat dan sifat yang banyak mirip penisilin. Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan Gram-negatif, termaksud E. Coli, Klebsiella, dan Proteus. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan kuman.
Penggolongan
Menurut khasiat antimikroba dan resistensinya terhadap beta-laktase, sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai berikut,
A. generasi ke-1: sefalotin dan sefazolin, sefradin, sefaleksin dan sefadroksil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram-positif, tidak berdaya terhadap gono-cocci, H.Infulenzae, Bakteriodes, dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.
B. Generasi ke-2: sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksin lebih aktif terhadap kuman Gram-negatif, termaksud H. Infulenzae, proteus, klebsiella, gono-cocci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksilin. Obat0obat ini agak kuat tahan-laktase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (staf, dan strep) lebih kurang sama.
C. Generasi ke-3 sefoperazon, sefotaksim, seftixoksim, seftriakson, sefotiam, sefiksin, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih luas lagi meliputi Pseudomonas dan Bakteroides, khususnya seftazidin, sefsulodin, dan sefepin. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapai khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih ringan
D. Generasi ke-4 sefepin dan sefpiron. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase dan isefepim, juga aktif sekali terhadap Pseodomonas.
Penggunaannya
Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral,terutama digunakan di rumah sakit
zat-zat gen-1 sering digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan, dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi pernafasan dan kulit yang tidak begitu serius dan bila terdapat alergi untuk penisilin.
Zat-zat gen 2/3 digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten untuk amoksilin dan sefalosporin gen-1 juga profilaksis pada bedah jantung, usus, ginokologi dll. Sefotoksitin dan sefuroksin (gen-2) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok yang menbentuk laktamase.
Zat-zat gen-3 seftriakson dan seoataksim kini sering diaanggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonora. Sefoksitin pada infeksi bakteriodes fragilis.
Kinetik
Resorpsi obat oral dari usus berlangsung praktis lengkap dan cepat. Distribusinya ke jaringan dan cairan tubuh baik, tetapi penetrasi ke otak, mata dan CCS buruk kecuali sefataksim. Eksresinya dari kebanyakan sefalosporin melalui kemih praktis lengkap.
Efek samping
Pada umumnya dengan kelompok penisilin, tetapi lebih ringan. Obat-obat oral dapat menimbulkan terutama gangguan lambang usus (diere, nausea, dan sebagainya), jarang sekali juga reaksi alergi (rash, urticaria)
Resistensi dapat timbul dengan cepat maka antibiotika ini sebaiknya jangan digunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi berat. Resistensi silang dengan penisilin pun dapat terjadi.
Kehamilan dan laktasi
Sefalosporin dapat dengan mudah melintasi plasenta, tetapi kadarnya dalam darah janin lebih rendah daripada ibunya, sefalotin dan sefaleksin telah digunakan selama kehamilan tenpa adanya laporan efek buruk bagi bayi
TETRASIKLIN DAN KLORAMFENIKOL
TETRASIKLIN
Kimia
Semua tetrasiklin berwarna kuning. Kapsul yang disimpan ditempat panas dan lembab mudah terurai, terutama di bawah pengaruh cahaya. Produk penguraian epi- dan anhidrotetrasiklin bersifat sangat toksis bagi ginjal. Oleh karena itu, suspensi atau kapsul tetrasiklin yang sudah lama tersimpan lama atau sudah berwarna kuning tua sampai coklat tidak boleh diminum lagi.
Penggunaan
Berhubungan kegiatan antibakterinya yang laus tetrasiklin lama sekali merupakan obat terpilih untuk banyak infeksi dari bermacam-macam kuman, terutama infeksi campuran. Akan tetapi karena perkembangan resistensi dan efek sampingnya pada penggunaan selama kehamilan dan pada anak kecil, maka dewasa ini hanya dicadangkan untuk infeksi tertentu dan bila terdapat intoleransui bagi antibotika pilihan pertama.
Digunakan pada infeksi saluran kemih berhubung kadarnya yang tinggi dalam kemih (sampai 60%)
Adakalanya tetrasiklin digunakan pada malaria bersama kinin. Penggunaan pada disentri basiler, sedangkan disentri akibat amoba tidak dianggap sebagai pilihan pertama.
Pada infeksi berat dapat diberikan sesara iv atau im. Secara topikal digunakan sebagi salep kulit 3%, salep mata 1%, dan tetes mata 0.5%
dosis: infeksi umum 4dd 250-500mg (garam HCL/fosfat) 1 jam a.c atau 2 jam p.c
infeksi chlamydia: 4 dd 500 mg selama 7 hari, acne 3-4 dd 250 mg selama 1 bulan, setiap minggu dikurangi dengan 250 mg sampai mencapai stabilitas (selama 3-6 bulan)
bmalariab: 4 dd 250-500 mg selama 7-10 hari dikombinasi dengan kinin. Infeksi H. Pylori: 4 dd 500 mg selama 1-2 minggu atau bersama 2-3 obat lain (multiple therapi), oksitetrasiklin (OTC, terramycin) adalah derifat oksi (1950) dengan sifat dan penggunaan yang sama.
Dosis: 4 dd 250-500 mg (gram HCL) 1 jam a.c atau 2 jam p.c
Efek samping
Pada penggunaan oral sering terjadi gangguan lamnbung, usus (mual, muntah, disare dan sebagainya) . penyaebabnya ialah rangsangan kimiawi terhadap mukosa lambung dan atau perubahan flora usus oleh bagian obat yang tak diserap, terutama pada tetrasiklin. Hal terakhir dapat menimbulkan pula supra infeksi oleh antara lain jamur Candida albicans (dengan gejala mulut dan tenggorokan nyeri, gatal sekitar anus, diare dan sebagainya)
Efek yang lebih serius adalah sifat penyerapannya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh pada janin dan anak-anak. Pembentukan kopleks tetrasiklin-kalsiumfosfat dapat menimbulkan gangguan pada struktur kristal dari gigi serta pewarnaan dengan titik-titik kuning cojklat yang lebih mudah berlubang (caries). Efek samping lain adalah fotosinsitas yaitu kulit menjadi peka terhadap cahaya, menjadi kemerah-merahan, gatal-gatal dan sebagainya. Maka selama terapi dengan tetrasiklin, hendaknya jangan terkena sinar matahari yang kuat.
Kehamilan
Karena penghambatan pembentukan tulang yang mengakibatkan tulang menjadi lebuh rapuh dan klasifikasi gigi terpengaruh secara buruk, semua tetrasiklin tidak boleh diberikan setelah bulan ke empat dari kehamilan dan pada anank-anak sampai usia 8 tahun.
Interaksi
Tetrasiklin membentuk kompleks tak larut dengan sediaan besi, aluminium, magnesium, dan kalsium hingga resorp[sinya dari usus gagal. Oleh karena itu, tetrasiklin tidak boleh diminum bersamaan dengan makanan (khususnya susu) atau antasida. Doksisiklin dan minosiklin dapat ditelan bersama makanan dan susu.
KLORAMFENIKOL (kemicetine)
Didsolasi poertama kali dari sterptomyces Venezuelae. Karena mempunyai daya antibakteri yang luas, maka penggunaan obat ini meluas dengan cepat. Belakangan ini diketahui bahwa side efeknya menyebabkan anemia aplastik yang fatal, karena itu pamakainnya dengansudah dibatasi hanya untuk demam tipoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Dalam klinis biasanya dipakai kloramfenikol dan tiamfenikol untuk indikasi yang sama.
Antibiotikum broadspektrum ini berkhasit terhadap hampir semua kuman gram-negatif, juga terhadap spirokhaeta, chlamydia trachomatis dam mycoplasma. Tidak aktif terhadap kebanyakan suku Pseudomonas, Proteus, dan Enterobakter.
Khasiatnya bersifat bakteriostatik terhadap enterobakter dan Staph aureus berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Kloramfenikol bekerja bakterisid terhadap Str. Pneumonie, Neiss .meningitis dan H. Infulenzae.
Penggunaannya, berhubung anemia aplastik fatal (lihat efek samping), kloramfenikol di negara barat sejak tahun 1970-an jarang digunakan lagi per oral untuk terapi manusia. Dewasa ini hanya dianjurkan pada beberapa infeksi bila tidak ada kemungkinan lain, yaitu pada infeksi tipus (salmonella typu) dan meningitis (khusus akibat H. infulenzae), juga pada infeksi anaeraob yang sukar dicapai obat, khususnya abces otak oleh B. Fragilis untuk infeksi tersebut juga tersedia antibiotika lain yang lebih aman dengan efektivitas sama.
Penggunaan topikal. Kloramfenikol digunakan sebagai salep 3% dan tetes/ salep mata 0.2%1% sebagai pilihan kedua. Jika sebagai tetes mata tidak boleh dipakai lebih dari 10 hari.
Efek samping umum berupa antara lain gangguan lambung-usus, neuropati optis dan tulang (mylodepresi) yang dapat mengakibatkan anemia aplastis.
Perhatian! Pada pengobatan lama dengan dosis tinggi sebagaimana halnya pada terapi tipus, gambaran darah perlu dimonitor.
Kehamilan dan laktasi penggunaannya tidak dianjurkan, khususnya selama seminggu-minggu terakhir dari kehamilan, karena dapat menimbulakan cyanosis dan hypothermia pada neonati (’grey baby sindrome). Berhubung melintasi plasenta dan mencapai air susu ibu, maka tidak boleh diberikan selama laktasi. Larangan tersebut juga berlaku bagi tiamfenikol
Dosis: pada tifus permulaan 1-2 g (palmitat), lalu 4 dd 500-750 mg p.c. neonati maksimum 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis, anak-anak di atas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam dosis 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis, abces otak) i.v 4 dd 500-1.500 mg (naksusinat)
Tiamfenikol (urfamycin) adalah derifat p-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip dengan kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Ekskresinya lewat kemih dalam kadar tinggi sebagai zat utuh aktif (ca 65%). Didalam empedu, kadar tiamfenikol lebih tinggi dari pada kloramfenikol. Maka digunakan selain pada infeksi tifus dan salmonella p pada infeksi saluran kemih dan saluran empedu oleh kuman resisten untuk antibiotika lain. Toksisnya bagi sumsum tulang dan darah sama dengan kloramfenikol.
Dosis: tifus perut 4 dd 250-500 mg selama maksimum 8 hari, diatas 60 tahun 2 dd 500 mg, anak-anak 20-30 mg/kg/hari. Gonore 1x2,5 g.
AMINOGLIKOSIDA
Saat ini antibiotika aminoglikosida masih mempunyai tempat dalam penanggulangan infeksi berat bakteri gram negatif, walaupun mereka bukan satu-satunya antibiotik yang efektif, sefalosporin generasi ketiga dan beberapa penisilin semisintetik baru, hampir sama efektif dan lebih aman, tetapi harganya terlalu mahal
Antibikroba yang termaksud aminoglikolisin adalah sebagai berikut:
Jenis Aminoglikolisid Fungus Penghasil
Streptomisin
Neomisin (campuran neomisin B&C)
Fremisetin (neomisin B)
Kanamisin
Paromomisin (aminosidin)
Gentamisin
Tobramisin
Amikasin Streptomyces friseaus
Streptomyces friseaus
Streptomyces lavendule
s. kanamycetius
s. rimosus
micromonospora pupurea
s. tenebrarius
Asilasi kanamisin A (semisintetik)
MAKROLID
Antibiotika golongan makrolid mempunyai persamaan yaitu terdapat cincin lakton dalam rumus molekulnya. Antibiotik golongan ini dan yang paling banyak digunakan adalah Eritromisin, Spiramisin, Roksitromisin, Linkomisin, Klindamisin, Polimiksin-B, Kolistin Basitrasin dan Vankomisin.
KUINOLON
Obat ini tidak tergolong antibiotika tetapi mempunyai daya antimikroba. Pada awal tahun 1980 diperkenalkan golongan kuinolon baru dengan flour terikat pada cincin kuinolon, karena itu dinamakan juga flourokuinolon. Golongan flourofloksasin yang sering digunakan dalam klinik yaitu, Sipofloksasin, Norfloksasin, Ofloksasin, Pefloksasin
TUBERKULOSTATIK DAN LEPROSTATIK
Tuberkolosis dan lepra disebabkan oleh bakteri/kukman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain, yaitu Mycobakterium tubercolosis dan M. Leprae
Penggolongan infeksi kuman tahan asam merupakan persoalan dan tantangan dalam bidang kemoterpa; resistensi dan efek samping masih merupakan masalah utama dalam pengobatan. Faktor yang mempersulit pengobatan ialah: 1. kurangnya daya tahan hospes 2. kurangnya daya bkterisid obat yang ada 3.timbulnya resistensi kuman terhadap obat 4. masalah efek samping obat.
TUBERKOLOSTATIK
Obat yang digunakan untuk tuberkolostatik dogolongkan atas dua kelompok yaitu 1. kelompok obat primer: isoniasid, rifampisin, etambutol, streptomisin dan pirazinamid. Obat-obat ini memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan toksistas yang dapat diterima dan sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat ini. 2 kelompok obat sekunder : Etionamid, PAS (Para Amino Salisilat), Sikloserin, Amikasin, Kanamisin.
Isoniaasid (=INH, ISONEX)
Derivat asam isonikotinat ini (1952) berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap M. Tuberkolosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Obat ini praktis tidak aktif terhadap bakteri lain. Isoniazida masih tetap merupakan obat kemoterapi terpenting dalam berbagai tipe tuberkulosa dan selalu dalam bentuk multi terapi dengan rimpafisin dan pirazinamida. Untuk profilaksis digunakan sebagai obat tunggal bagi orang-orang yang berhubungan dengan pasien TBC terbuka.
Efek sampingnya pada dosis normal (200-300 mg sehari) jarang dan ringan (gatal-gatal, ikterus), tetapi lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg. Yang terpenting adalah polineuriyis yakni radang saraf dengan gejala kejang dan gangguan penglihatan.