2.2 Konsep Dasar Pengetahuan
2.2.1 Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba dengan sendiri (Notoatmodjo, S 2003). Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut WHO (World Health Organization), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A dan Dewi M, 2010).
2.2.2 Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbuka bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang dikutip oleh Wawan, A dan Dewi. M (2010) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru). Di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
1. Awareness (Kesadaran)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest
Dimana individu mulai menaruh perhatian dan mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation (Menimbang-nimbang)
Individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
2.2.3 Tingkatan Pengetahuan di dalam Domain Kognitif
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.
2.2.4 Cara Memperoleh Pengetahuan
Terdapat 2 cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu dengan cara kuno dan cara modern (Wawan, A dan Dewi M, 2010):
1. Cara Kuno
a. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
b. Cara kekuasaan atau otoriter
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat, baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip oarang lain yang menerima, mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu, atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
2. Cara modern
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer atau disebut dengan metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan nama penelitian ilmiah.
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan menurut Wawan, A dan Dewi. M (2010):
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi, misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut Y. B. Mantra, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang, termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Notoatmodjo, S 2003), pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
b. Pekerjaan
Menurut Thomas (1993), pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan, terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekarjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Sedangkan bekarja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
c. Umur
Menurut Elizabeth B.H, usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai dengan berulang tahun. Sedangkan menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan, dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan
Menurut Ann Mariner (1989), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.
2.2.6 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Wawan, A dan Dewi. M (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
Baik, hasil persentase 76%-100%
Cukup, hasil persentase 56%-75%
Kurang, hasil persentase < 56%
2.3 Konsep Dasar Sikap
2.3.1 Pengertian
Sikap (attitude) merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial yang membahas unsur sikap, baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, proses terbentuknya sikap, maupun perubahan. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikap, kaitannya dengan efek dan perannya dalam pembentukan karakter dan sistem hubungan antar kelompok, serta pilihan-pilihan yang ditentukan berdasarkan lingkungan dan pengaruhnya terhadap perubahan.
Menurut Petty Cocopio (1986), sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau issue (Saifuddin, A 2000).
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, S 2003). Sedangkan menurut Thomas dan Znaniecki (1920) yang dikutip Wawan, A dan Dewi. M (2010) menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely physic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya, proses ini terjadi secara subyektif dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan dikelola oleh individu.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
2.3.2 Komponen Pokok Sikap
Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang (Wawan, A dan Dewi M, 2010), yaitu:
1. Komponen kognitif
Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu yang dapat disamakan penanganan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.
2. Komponen afektif (komponen emosional)
Merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.
3. Komponen konatif (komponen perilaku atau action component)
Merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
2.3.3 Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan (Wawan, A dan Dewi M, 2010), yakni:
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa sidik jari laten ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
2.3.4 Sifat Sikap
Sifat sikap ada dua macam, dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Wawan, A dan Dewi M, 2010):
1. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu.
2. Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.
2.3.5 Ciri-ciri Sikap
Ciri-ciri sikap (Wawan, A dan Dewi M, 2010) adalah:
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis, seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
2.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap objek sikap (Saifuddin, A 2000), antara lain:
1. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.
4. Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan, tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6. Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
2.3.7 Cara Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, S 2003).
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya, pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourable dan tidak favourable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif, yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali objek sikap (Saifuddin, A 2000).
1. Skala Thurstone
Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavourable hingga sangat favourable terhadap suatu objek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut sejumlah item sikap yang telah ditentukan derajat favorabilitasnya. Derajat (ukuran) favorabilitas ini disebut nilai skala.
2. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradiasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Seperti halnya skala Thurstone, skala Likert disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (equal interval scale).
3. Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “pernah-tidak pernah”; “positif-negatif” dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Dalam skala Guttman hanya terdapat dua interval. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ingin ditanyakan.
4. Unobstrusive Measures
Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang berhubungan sikapnya dalam pertanyaan.
5. Pengukuran Involuntary Behaviour
Pengukuran dapat dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden. Dalam banyak situasi, akurasi pengukuran sikap dipengaruhi oleh kerelaan responden. Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan oleh individu yang bersangkutan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap (Wawan, A dan Dewi M, 2010), yaitu:
1. Keadaan objek yang diukur
2. Situasi pengukuran
3. Alat ukur yang digunakan
4. Penyelenggaraan pengukuran
5. Pembacaan atau penilaian hasil pengukuran
2.3.8 Faktor-faktor Perubah Sikap menurut Wawan, A dan Dewi. M (2010)
Perubahan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Sumber dari pesan
Sumber pesan dapat berasal dari seseorang, kelompok, institusi. Dua ciri penting dari sumber pesan, yaitu:
a. Kredibilitas
Semakin percaya dengan orang yang mengirimkan pesan, maka kita akan semakin menyukai untuk dipengaruhi oleh pemberi pesan. Dua aspek penting dalam kredibilitas, yaitu keahlian-keahlian dan kepercayaan saling berkaitan. Tingkat kredibilitas berpengaruh terhadap daya persuasif.
Jika kredibilitas tinggi, maka daya persuasif juga tinggi. Jika kredibilitas rendah, maka daya persuasif juga rendah.
b. Daya tarik
Kredibilitas masih perlu ditambah daya tarik dipengaruhi oleh daya tarik fisik, menyenangkan, dan ada kemiripan.
2. Pesan (isi dari pesan)
Umumnya berupa kata-kata dan simbol-simbol lain yang menyampaikan informasi. Ada tiga hal yang berkaitan dengan isi pesan, yakni:
a. Usulan
Merupakan suatu pernyataan yang kita terima secara tidak kritis. Pesan dirancang dengan harapan orang akan percaya, membentuk sikap, dan terhasut dengan apa yang dikatakan tanpa melihat faktanya, contoh: iklan di TV.
b. Menakuti
Cara lain untuk membujuk adalah dengan menakut-nakuti. Jika terlalu berlabihan maka orang menjadi takut, sehingga informasi justru dijauhi.
c. Pesan satu sisi dan dua sisi
Pesan satu sisi paling efektif jika orang dalam keadaan netral atau sudah menyukai suatu pesan. Pesan dua sisi lebih disukai untuk mengubah pandangan yang bertentangan.
3. Penerima pesan
Beberapa ciri penerima pesan:
a. Influenceability
Sifat kepribadian seseorang tidak berhubungan dengan mudahnya seseorang untuk dibujuk, meski demikian anak-anak lebih mudah dipengaruhi daripada orang dewasa. Orang berpendidikan rendah juga lebih mudah dipengaruhi daripada yang berpendidikan tinggi.
b. Arah perhatian dan penafsiran
Pesan akan berpengaruh pada penerima, tergantung dari persepsi dan penafsirannya. Yang terpenting pesan dikirim ke tangan orang pertama, mungkin dapat berbeda jika info sampai ke penerima kedua.
2.3.9 Kriteria Penilaian Sikap
Menurut Sugiyono (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
Baik, hasil persentase 76%-100%
Cukup, hasil persentase 56%-75%
Kurang, hasil persentase < 56%
2.4 Konsep Dasar Anak Sekolah
2.4.1 Pengertian Anak
Anak merupakan mahluk sosial, sama halnya dengan orang dewasa. Anak juga membutuhkan orang lain untuk bisa membantu mengembangkan kemampuannya. Karena pada dasarnya, anak lahir dengan segala kelemahan, sehingga tanpa ada orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal.
Menurut WHO, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan yang dimulai sejak konsepsi. Sedangkan menurut UU no.14 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berumur 21 tahun dan belum menikah.
Menurut Rusdiono. H (2008), Lock. J (1989) mengemukakan bahwa anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Agustinus (1998) mengatakan bahwa anak bukanlah orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterima dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.
2.4.2 Sekolah Dasar
Sekolah Dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah Dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun (Sudarwanto, 2005).
Siswa adalah istilah bagi peserta didik yang menempuh pendidikan dasar dan menengah (Martutik, 2004).
Berdasarkan dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar adalah peserta didik yang menempuh pendidikan pada jenjang paling dasar pada sistem pendidikan formal di Indonesia yang biasanya ditempuh dalam waktu 6 tahun.
2.4.3 Masa Anak-anak (Anak Sekolah)
Masa anak sekolah adalah periode anak-anak yang berusia antara 6 sampai dengan 10 atau 12 tahun. Perkembangan fisik pada anak sekolah cenderung berbeda dengan masa sebelumnya dan sesudahnya. Pertumbuhannya tangan dan kaki lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan togok. Pada masa ini kecenderungan pertumbuhan fisik ke arah tubuh tipe tertentu mulai terlihat, namun belum begitu jelas. Pada umumnya, baik anak laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan yang besar dalam hal minatnya melakukan aktivitas fisik. Anak sekolah memerlukan aktivitas gerak yang beragam yang bisa meningkatkan kemampuan fisik, ketrampilan, kreativitas, serta sifat sosialnya (Widayatun, TR 2003).
2.4.4 Tugas-tugas Perkembangan
Salah satu dasar untuk menentukan apakah seorang anak telah mengalami perkembangan dengan baik atau tidak ialah melalui apa yang oleh Havighurst (1953) disebut tugas-tugas dalam perkembangan (developmental tasks). Mengenai ini Havighurst merumuskan sebagai berikut: “Tugas-tugas dalam perkembangan adalah tugas-tugas yang timbul pada atau kira-kira pada masa perkembangan tertentu dalam kehidupan seseorang yang bilamana berhasil akan menimbulkan kebahagiaan dan akan diharapkan berhasil pada tugas perkembangan berikutnya. Sebaliknya, bilamana gagal akan timbul ketidakbahagiaan pada diri pribadi yang bersangkutan, tidak diterima oleh masyarakatnya, dan mengalami kesulitan untuk mencapai tugas-tugas perkembangan selanjutnya.”
Menurut Freud, tugas-tugas perkembangan ini bersumber pada tiga hal, yakni:
1. Kematangan fisik
2. Rangsangan atau tuntutan dari masyarakat
3. Norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya
Tugas-tugas perkembangan pada anak-anak kelompok umur 6 sampai 12 tahun, yaitu:
1. Belajar kemampuan-kemampuan fisik yang diperlukan agar bisa melaksanakan permainan atau olahraga yang biasa
2. Membentuk sikap-sikap tertentu terhadap dirinya sebagai pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang
3. Belajar bergaul dengan teman-teman seumurnya
4. Mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung
5. Mengembangkan nurani, moralitas, dan skala nilai
6. Memperolah kebebasan pribadi
7. Membentuk sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan institusi.
(Gunarsa, S 2000)
2.5 Penyuluhan
Penyuluhan atau konseling merupakan salah satu jenis teknik pelayanan bimbingan diantara pelayanan-pelayanan lainnya, dan sering dikatakan sebagai inti dari keseluruhan pelayanan dalam bimbingan.
Pelayanan dengan konseling dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada individu dalam memecahkan masalahnya secara individual. James F. Adams menjelaskan bahwa ”Counseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (conselor) membantu yang lain (counselee), supaya ia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungan dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu pada waktu yang akan datang.”
Dengan memperhatikan definisi seperti diatas jelaslah bahwa konseling (counseling) merupakan salah satu teknik pelayanan dalam bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan memberikan bantuan secara individual (face to face relationship).
Terdapat beberapa teknik pengumpulan data untuk memahami klien, antara lain:
1. Wawancara
2. Observasi
3. Angket atau daftar isian
4. Sosiometri
5. Pemeriksaan fisik dan kesehatan
6. Test hasil belajar
7. Test psikologis
8. Biografi
9. Studi dokumenter
10. Studi kasus
Penyuluhan kesehatan adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Agar dapat lebih dijamin keberhasilan proses belajar mengajar, maka ketika melaksanakannya diperlukan terjadinya berbagai macam alat bantu. Secara umum alat bantu tersebut dibedakan atas dua macam, yaitu:
1. Alat peraga, yakni alat bantu guna memperjelaskan penyampaian materi pelajaran.
2. Alat perlengkapan pelajaran, yakni alat bantu yang diperlukan untuk berlangsungnya proses belajar mengajar.
Pada saat ini alat peraga sangat banyak macamnya yang secara sederhana dapat dibedakan atas:
1. Alat peraga visual
a. Peraga visual yang memerlukan bantuan proyektor, seperti slide dan film.
b. Peraga visual yang tidak memerlukan bantuan proyektor.
2. Alat peraga audio
Diperlukan untuk menstimulir indera pendengaran, contoh: radio, pita suara, dan piringan hitam.
3. Alat peraga audio visual
Diperlukan untuk menstimulir indera pendengaran dan indera penglihatan, contoh : video dan film.
(Saifuddin, A 2000)
No comments:
Post a Comment