Monday, January 9, 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Balita yang termasuk gizi kurang mempunyai resiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang gizinya baik. setiap tahun kurang lebih 11 juta dari balita diseluruh dunia meninggal oleh karena penyakit-penyakit seperti ISPA, diare, malaria, campak, dan lain-lain. ironisnya 54 % dari kematian tersebut berkaitan dengan adanya gizi kurang (WHO, 2002) dan pada tahun 2005 angka kejadian gizi kurang pada balita meningkat dari 27,5 % menjadi 28 % (http://www.gizi.net).
Menurut data survey sosial ekonomi balita di Indonesia mengalami masalah gizi kurang dan 8,8 % mengalami masalah gizi berat dan 30 % ibu menimbang berat badan anak mereka secara teratur. Pada tahun 2002 di Indonesia terdapat 27,3 % balita menderita gizi kurang dan 8 % diantaranya adalah gizi buruk (http://www.gizi.net).
Sedangkan di Jawa Barat sendiri peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan dan pengembangan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat terus dilakukan. Namun demikian, peningkatan indikator kesehatan masyarakat Jawa Barat tersebut capaiannya masih berada di bawah rata-rata hidup. Jumlah penderita gizi buruk dan gizi kurang pada balita sebanyak 419.433 dari jumlah 3.536.981 balita yang ditimbang (http://www.jabarprov.go.id).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Banjar diketahui bahwa pada tahun 2009 jumlah balita sebanyak 15.727 balita, dimana sebanyak 283 (1,80 %) balita dengan catatan penimbangan di bawah garis merah. Adapun kejadian BGM paling tinggi di Kota Banjar terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Pataruman 2 yaitu sebanyak 142 kasus (13,06 %). Sedangkan pada tahun 2010 jumlah balita di Kota Banjar adalah sebanyak 15.745 balita, dimana sebanyak 465 (2,95 %) kasus BGM. Adapun kejadian tertinggi terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Pataruman 2 yaitu sebanyak 255 kasus (23,43 %) dari jumlah balita sebanyak 1.088 balita. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa angka kejadian BGM terjadi peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 yaitu sebanyak 10,37 % kasus, sehingga berdampak terjadinya balita kurang gizi dan gizi buruk.

B. Maksud dan Tujuan
Setiap melakukan aktivitas, semua manusia tentunya mempunyai maksud dan tujuan yang ingin dicapai, begitu pula dengan pembuatan makalah ini. Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah yang ada di Program Studi D 3 Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Putera Banjar
2. Untuk menambah wawasan pengetahuan penulis khususnya mengenai balita garis merah (BGM)


D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Bab III Penutup
Daftar Pustaka

BAB II
PEMBAHASAN

Masa balita merupakan masa keemasan kedua bagi anak. Dimasa ini pertumbuhan balita tidak bertumbuh sepesat saat masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi mereka tetap merupakan prioritas utama. Di masa balita ini nutrisi memegang peranan penting dalam perkembangan seorang anak. Masa balita adalah masa transisi, terutama di usia 1-2 tahun, dimana seorang anak akan mulai makan makanan padat dan menerima rasa dan tekstur makanan yang baru. Selain itu usia balita adalah usia kritis dimana seorang anak akan bertumbuh dengan pesat baik secara fisik maupun mental (Sutani, 2008).
Di masa balita, seorang anak membutuhkan nutrisi dari berbagai sumber dan makanan.kebutuhan balita akan makanan dan nutrisi tergantung dari usia, besar tubuh dan tingkat aktivitas balita itu sendiri. Seorang balita biasanya membutuhkan sekitar 1000 – 1400 kalori per hari. Nutrisi yang tepat dan lengkap akan memberikan dampak yang positif bagi tumbuh kembang otak dan juga fisik (Sartono, 2007).
Pertumbuhan otak mengalami 3 fase yaitu fase pertambahan berat otak (0-2 tahun), fase pembelahan sel otak (2-3 tahun), dan fase myelinisasi (3-6 tahun) yang terus berlanjut sampai masa pertumbuhan berakhir. Pertumbuhan otak dipengaruhi oleh faktor keturunan dan nutrisi. Sementara perkembangan otak dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan (stimulasi). Agar otak tumbuh optimal, kebutuhan tubuh anak akan nutrisi, khususnya nutrisi yang membantu meningkatkan pertumbuhan otak seperti DHA, AA, Sphingomyelin dan Sialic Acid harus dipenuhi terutama dalam masa balita. Disamping itu, untuk meningkatkan fungsi otak dan kemampuan belajar yang lebih efektif, kombinasi unik asam amino Tyrosine dan Tryptophan (T+T) dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan otak untuk menyerap dan memproses informasi. Sumber makanan yang dapat mendukung kebutuhan nutrisi di atas antara lain adalah ikan yang kaya dengan Omega-3 dan Omega-6, buah-buahan seperti pisang yang mengandung tyrosine dan tryptophan, dan sayur-sayuran hijau seperti brokoli dan kembang kol (Tika, 2006).
Selain tumbuh kembang otak, tumbuh kembang fisik balita pun perlu diperhatikan. Pemenuhan nutrisi makro dan mikro yang lengkap dan seimbang sesuai dengan usia anak membantu proses tumbuh kembang lebih optimal. Tubuh balita membutuhkan berbagai nutrisi di masa pertumbuhan ini, antara lain protein, Vitamin A, C, E, B12, K, selenium, Zinc, zat besi, kalsium dan fosfor, dan juga prebiotik inulin untuk membantu pencernaannya. Sumber makanan yang dapat mendukung kebutuhan nutrisi di atas antara lain adalah telur, daging merah (sapi, dan lain lain), ayam, ikan, buah-buahan seperti buah jeruk dan kiwi, dan sayur-sayuran hijau seperti bayam dan kol. Untuk memastikan balita mendapatkan nutrisi yang lengkap dan seimbang, selain dari makanan, balita juga membutuhkan susu yang lengkap dengan nutrisi setidaknya dua kali sehari.
Balita yang kurang terpenuhi kebutuhan nutrisinya dapat mengakibatkan banyak hal seperti kejadian gizi kurang dan gizi buruk. Bagi sebagian besar masyarakat kebutuhan nutrisi pada balita bukanlah suatu hal utama. Bagi sebgaian besar masyarakat Indonesia terutama dari kalangan ekonomi bawah, lebih memprioritaskan kebutuhan pangan atau makanan tanpa mempedulikan angka kecupan gizi dari makanan mereka sendiri ataupun anak-anaknya. Satu permasalahan yang sering terlupakan adalah kasus balita dengan kejadian BGM (bawah garis merah). Seorang balita dengan yang pertumbuhannya dicurigai BGM menimbulkan banyak pertanyaan. Hal ini dikarenakan BGM tidak dapat disebut dengan gizi kurang ataupun gizi buruk. BGM lebih identik di antara kedua kondisi tersebut
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang, status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien. Sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Setatus gizi kurang terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang membahayakan.
Selain dipengaruhi oleh konsumsi makanan status gizi juga di pengaruhi faktor-faktor:
1. Penyebab langsung
a) Asupan makanan
Yaitu semua makanan dan minuman yang masuk dalam tubuh seseorang dalam jangka waktu tertentu. Jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
b) Infeksi
Adalah terjadinya gangguan kesehatan baik sebagai cacat bawaan maupun yang disebabkan oleh suatu penyakit. Infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizi seseorang karena gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan dan penyerapan makanan oleh tubuh secara optimal.
2. Penyebab tidak langsung
a) Persediaan pangan rumah tangga
Jumlah persediaan pangan dapat berpengaruh pada jumlah konsumsi seseorang. Apabila jumlah pangan cukup maka kebutuhan konsumsi akan terpenuhi akan tetapi jika makanan ada yang kurang maka tingkat konsumsi seseorang akan berkurang. Hal inilah yang berpengaruh pada status gizi seseorang.


b) Perawatan anak dan pola asuh
Ketelatenan ibu dalam memberikan makanan pada anak baik dari segi kualitas dan kuantitasnya sangat berpengaruh pada status gizi seseorang.
c) Pelayanan kesehatan
Adalah sarana untuk pengobatan jika seseorang mengalami sakit, dengan adanya sarana pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kesehatan seseorang karena keadaan kesehatan seseorang dapat mempengaruhi status gizi seseorang, sehingga dengan adanya pemanfaatan yankes diharapkan kesehatan seseorang akan lebih baik.
Faktor-faktor di atas merupakan penyebab langsung dan tidak langsung yang berpengaruh pada status gizi seseorang. Selain itu ada juga faktor-faktor penyulit untuk mengatasi masalah status gizi di antaranya:
1. Pendidikan dan pengetahuan yang rendah
Rendahnya tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pengetahuan dan rendahnya pengetahuan akan berpengaruh pada pola hidup. Karena rendahnya pendidikan dan pengetahuan maka ketidak tahuan seseorang akan pentingnya zat gizi pun sangat tinggi, padahal manfaat zat gizi sangat besar dan dapat berpengaruh pada kesehatan atau status gizi seseorang.
2. Ekonomi rendah
Rendahnya tingkat ekonomi seseorang menyebabkan rendahnya pendapatan seseorang. Dengan rendahnya pendapatan seseorang dapat berpengaruh pada daya beli seseorang. Salah satunya adalah daya beli terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi, tingkat konsumsi yang rendah akan pempengaruhi status gizi seseorang, dan jika tingkat konsumsinya kurang maka status gizinya juga akan kurang.
3. Keadaan keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat, maka keluarga menjadi inti penting dari suatu masyarakat. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pengetahuan anak. Orang tua wajib memberikan semua yang dibutuhkan anaknya dan salah satu di antaranya adalah pangan (makanan) yang sangat berpengaruh pada status gizi seseorang khususnya balita.
(H. Marsetyo, 2002: 35)
Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh pada status gizi penulis dapat menyimpulkan bahwa selain disebabkan oleh konsum makanan, status gizi dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu status gizi seseorang bisa disebabkan oleh karena pendidikan dan pengetahuan yang rendah, ekonomi rendah dan kesadaran keluarga.
Berdasarkan uraian di atas, maka keluarga yang mempunyai balita diharapkan dapat memberikan dan memenuhi kebutuhan gizi dari balitanya.
Makanan untuk balita harus mengandung protein, karbohirat, air, mineral, dan trace elements. Energi untuk metabolisme dihitung dalam kilo kalori (kkal) berasal dari protein (4 kkal/gr), karbohidrat (4 kkal/gr) dan lemak (9 kkal/gr). Distribusi kalori pada makanan harus seimbang, 7 % - 15 % dari protein, 30 % – 35 % dari lemak, dan 40 % – 50 % dari karbohidrat. Jumlah, jenis, dan jadwal pemberian makan yang baik pada balita harus sesuai usia. Ketiga hal tersebut harus terpenuhi, bukan hanya mengutamakan jenis makanannya dan melupakan jumlahnya atau sebaliknya memberikan jumlah yang cukup tetapi jenisnya tidak sesuai untuk anak. Pada awal usia 1 tahun, gigi anak sudah mulai tumbuh sampai usia dua setengah tahun sehingga anak dapat mengunyah lebih baik lagi. Berilah makanan yang teksturnya lembut, potongannya kecil, dan mempunyai bentuk yang menarik serta harus bervariasi bahan makanannya.
Balita merupakan konsumen pasif, yaitu makanan yang dimakan anak tergantung pada apa yang disediakan ibu sehingga peranan ibu dalam menentukan menu makanan yang bergizi lengkap dan seimbang sangat besar. Pada usia ini, rasa ingin tahu anak juga sangat tinggi sehingga ibu memiliki kesempatan untuk memperkenalkan berbagai jenis makanan yang beraneka ragam dalam rasa, warna dan tekstur sedini mungkin.
Ada beberapa hal yang dapat menghidupkan gairah makan anak. Anak akan senang jika makan bersama keluarga di meja makan dan sebaiknya orang tua jangan terlalu banyak melarang. Mulailah libatkan anak dalam membuat jus buah (Judarwanto, 2004 : 92 – 105).
Pengolahan bahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan dari pengolahan makanan yaitu : mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan, dan penampilan makanan, bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh. Adapun prasyarat pengolahan makanan yaitu : tersedianya siklus menu, tersedianya peraturan pengguna bahan tambahan pangan (BTP), tersedianya bahan makanan yang akan diolah, tersedianya peralatan pengolahan bahan makanan, tersedianya aturan penilaian, tersedianya prosedur tetap pengolahan (Depkes, 2003 : 36).
Konstribusi suatu jenis makanan terhadap kandungan vitamin makanan sehari-hari bergantung pada jumlah vitamin yang semula terdapat dalam makanan terebut, jumlah yang rusak pada saat panen atau penyembelihan, penyimpanan, pemrosesan, dan pemasakan. Pada saat panen dan penyimpanan sejumlah vitamin akan hilang, bergantung pada suhu, penyikapan terhadap udara dan matahari, semakin lama disimpan akan semakin banyak vitamin yang hilang. Kehilangan vitamin dalam pemasakan dapat dicegah dengan cara : menggunakan suhu tidak terlalu tinggi, waktu memasak tidak terlalu lama, mengunakan air pemasak sesedikit mungkin, memotong dengan pisau tajam menjadi potongan tidak terlalu halus, panci memasak ditutup, tidak menggunakan alkali dalam pemasakan, sisa air rebusan digunakan untuk masakan lain. Dalam bentuk sayuran sebaiknya sebagian dimakan dalam bentuk segar dan mentah (Almatsier, 2001).
Gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digestri, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2001 : 17 – 18).
a. Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan dan harganya relatif murah. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Karbohidrat dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu :
1) Kabohidrat sederhana
Karbohidrat sederhana terdiri atas : monosakarida, disakarida, gula alkohol, olisakarida.
2) Karbohidrat Kompleks
Karbohidrat kompleks terdiri atas : polisakarida dan serat atau polisakarida non pati.


b. Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Protein terdapat dalam bentuk serabut (fibrous, globular, dan konjugasi).
Protein mempunyai fungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pembentukkan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukkan antibody, dan mengangkut zat-zat gizi.
Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena menghasilkan 4 kkal/h protein. Namun, protein sebagai sumber energi relatif lebih mahal, baik dalam harga maupun dalam jumlah energi yang dibutuhkan untuk metabolisme energi.
Konsumsi protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas.
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. (Almatsier, 2001 : 77 – 104)

c. Vitamin
Vitamin adalah zat-zat organic kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan (Almatsier, 2001 : 151).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis menarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Masa balita merupakan masa keemasan kedua bagi anak. Dimasa ini pertumbuhan balita tidak bertumbuh sepesat saat masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi mereka tetap merupakan prioritas utama.
2. Di masa balita, seorang anak membutuhkan nutrisi dari berbagai sumber dan makanan.kebutuhan balita akan makanan dan nutrisi tergantung dari usia, besar tubuh dan tingkat aktivitas balita itu sendiri.
3. Selain tumbuh kembang otak, tumbuh kembang fisik balita pun perlu diperhatikan. Pemenuhan nutrisi makro dan mikro yang lengkap dan seimbang sesuai dengan usia anak membantu proses tumbuh kembang lebih optimal.
4. Balita yang kurang terpenuhi kebutuhan nutrisinya dapat mengakibatkan banyak hal seperti kejadian gizi kurang dan gizi buruk.
5. Satu permasalahan yang sering terlupakan adalah kasus balita dengan kejadian BGM (bawah garis merah). Seorang balita dengan yang pertumbuhannya dicurigai BGM menimbulkan banyak pertanyaan. Hal ini dikarenakan BGM tidak dapat disebut dengan gizi kurang ataupun gizi buruk. BGM lebih identik di antara kedua kondisi tersebut

B. Saran
Semua pihak diharapkan dapat mengatasi masalah balita garis merah sehingga masalah ini dapat ditanggulangi dan jumlah BGM dapat berkurang. Berbagai cara dapat dilakukan oleh pihak terkait dalam mengatasi BGM, misalnya dengan memberikan penyuluhan yang lebih rutin dan terjadwal tentang BGM dengan bahasa yang lebih dimengerti oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA


Clayton. 2006. Mengasuh Anak. Hipokrates. Jakarta.

Deni. 2008. Skripsi : Hubungan Antara Karakteristik Ibu Yang Mempunyai Balita Gizi Kurang (Usia 1 – 5 Tahun) Dengan Status Gizi Kurang di Desa Bunisari Kecamatan Cigugur Kabupaten Ciamis. STIK Bina Putera Banjar. Banjar.

Endahwati. 2002. Anak Adalah Anugrah Yang Harus Dijaga. Puspa Swara. Jakarta.

Mulyana. 2009. Pengentasan Kemiskinan Dengan Wirausaha Dalam Masyarakat. http://www.suaraqolbu.com. Diakses pada tanggal 20 Juli 2010.

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Asdi Mahasatya. Jakarta.

Sartono. 2007. Masa Pertumbuhan Anak. Puspa Swara. Jakarta.

Sutani. 2008. Memahami Kebutuhan Anak. Rosdakarya. Bandung.

Tika. 2006. Gizi dan Balita. Usaha Nasional. Surabaya.

http://www.jabarprov.go.id

http://www.gizi.net


Diposting oleh : Y. P. Rahayu yang diambil dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment