Wednesday, June 23, 2010

perawatan luka bakar terinfeksi

A. Pengertian
Perawatan pasien luka bakar yang terinfeksi adalah suatu tindakan keperawatan membersihkan luka yang terinfeksi sehingga dapat membantu proses penyembuhan.

B. Tujuan
1. Mencegah atau mengobati syok
2. Mencegah dan mengobati infeksi dan sepsis
3. Mencegah parut hipertropik
4. Mempercepat proses penyembuhan
5. Memperbaiki bagian integritas kulit yang rusak


C. Dilakukan pada/ Indikasi
1. Luka bakar derajat I ( Infeksi )
2. Luka bakar derajat II ( Infeksi )
3. Luka bakar derajat III ( Infeksi )



1. Baki steril berisi :
- Sarung tangan steril
- Pinset sirurgis
- Kasa steril
- Gunting
- Spuit 5 cc


2. Baki tidak steril berisi :
- Bengkok
- Perlak dan alasnya
- Cairan NaCl 0, 9%
- Cairan salvon 1%
- Silet atau alat cukur
- Sarung tangan tidak steril
- Salep Silver Sulfa Diazine ( SSD )
- Salep antibiotic
- Gunting verban
- Korentang dalam tempatnya
- Plester
- Betadin sol 2%


E. Prosedur pelaksanaan

1. Beritahu pasien
2. Membawa alat-alat kedekat pasien
3. Cuci tangan
4. Memasang perlak dan alsnya dibawah daerah luka bakar
5. Memakai sarung tangan tidak steril
6. Membersihkan luka dengan cairan salvon 1%
7. Cukur rambut pada daerah sekitar luka bakar
8. Bersihkan luka dengan meggunakan caiaran salvon 1%
9. Membuka sarung tangan tidak steril dan memakai sarung tangan steril
10. Lakukan nekrotomi atau debridemen jaringan nekrosis dengan menggunakan pinset dan gunting
11. Apabila ada bula dibiarkan utuh sampai hari ke lima post luka bakar
12. Apabila bula pada daerah sendi dipecahkan dengan spuit steril kemudian lakukan nekrotomi
13. Jika banyak post bersihkan dengan betadin sol 2%
14. Bilas dengan cairan NaCl 0, 9%
15. Luka dikeringkan dengan kasa steril
16. Oleskan salep antibiotic pada luka secara merata
17. Tutup dengan kasa steril kemudian di fiksasi dengan plester ( perwatan tertutup atau biarkan terbuka )
18. Membuka sarung tangan
19. Rapikan pasien
20. Rapikan alat-alat dan kembalikan ketempatnya
21. Cuci Tangan
22. Dokumentasi




F. Perhatian

1. Cermat dalam menjaga kesterillan
2. Mengangkat jaringan nekrosis sampai bersih
3. Peka terhadap privasi pasien
4. Teknik pengangkatan jaringan nekrosis disesuaikan dengan tipe luka bakar
5. Perhatikan teknik aseptik


G. Sikap

1. Bekerja secara sistimatis
2. Hati-hati dalam bekerja
3. Berkomonikasi dengan pendekatan yang tepat dan sesui dengan kondisi pasien
4. Pempertahankan prinsip kerja
5. Kerjasama antara pasien dan perawat selalu dijaga
6. Tanggap terhadap respons
7. Menjaga privasi

PEMERIKSAA TINGKAT KESADARAN

A. Persiapan alat
1. Buku catatan
2. Alat tulis

B. Pelaksanaan
Tk. Kesadaran berdasarkan Responsitivitas
1.Tanyakan kepada pasien ; nama, tempat dimana ia berada sekarang, orang yang membawanya ke rumahsakit dan waktu (catat responnya).
2.Amati keadaan pasien, apakah pasien acuh dengan keadaan sekitar, apakah dalam keadaan mengantuk atau tertidur, apakah ada aktivitas psikomotor (spt ; gaduh gelisah, meronta-ronta).
3.Apabila pasien dalam keadaan tertidur, lakukan rangsangan dengan cara dipanggil namanya sambilmenepuk bagian tubuh pasien (catat responnya).
4.Apabila dengan rangsangan, mata tidak dapat terbuka/tetap dalam keadaan tertutup. Amati adanyareflex jika pasien diberi rangsangan nyeri, amati pula apakah ada inkontinensia atau tidak
5.Periksa kembali apakah ada respon terhadap nyeri, reflex tendon, pupil dan reflex batuk serta ada .tidaknya inkontinensia urin/alvi
6.Tentukan tingkat kesadaran pasien
7.Dokumentasikan hasil pemeriksaan pada catatan perawatan.

Tk. Kesadaran berdasarkan GCS :
1.Amati spontanitas pasien dalam membuka mata.
2.Jika mata dalam keadaan tertutup, pasien dipanggil namanya, jika tidak membuka mata dilanjutkan dengan memberikan rangsangan nyeri, amati
apakah pasien membuka mata atau tidak (catat responnya)
3.Amati gerakan/motorik pasien, apakah;
* Dapat mengikuti perintah dari pemeriksa.
*Dapat mengetahui lokasi nyeri yang dirangsang oleh pemeriksa
*Ada reaksi menghindar dari nyeri dan apakah respon sesuai dengan stimulus yang diberikan.
keadaan fleksi sempurna diatas dada atau tungkai .
mungkin ekstensi kaku
* Adanya ekstensi abnormal, salah satu atau kedua tangan ekstensi (catat responnya).
4.Amati setiap interaksi yang dilakukan, apakah ;
*Pasien dapat menjawab setiap pertanyaan dgn baik.
*Atau terlihat bingung saat interaksi
*Kata-kata yang dikeluarkan pasien tidak dapat dimengerti oleh pemeriksa
• * Suara yang dikeluarkan tidak jelas.
• *Atau tidak ada respons.
5.Tentukan tk. Kesadaran pasien berdasarkan respon-respon tersebut (mata, motorik dan verbal).
6.Dokumentasikan hasil pemeriksaan pada catatan perawatan.

KOMPRES KERING STERIL

A. Pengertian
Kompres Kering Steril adalah tindakan keperawatan dengan menggunakan bedak atau bubuk antiseptik.
B. Tujuan
1. Mencegah timbulnya peradangan
2. Agar luka menjadi bersih
3. Mengurangi rasa nyeri dan gatal lokal
4. Mempercepat penyembuhan

C. Dilakukan pada/ indikasi
1. Pasien dengan kelainan kulit
2. Pasien dengan luka tertutup atau terbuka
D. Persiapan Alat dan Bahan
1. Obat topikal sesuai pesanan ( bubuk atau bedak )
2. Kasa steril ( sesuai kebutuhan )
3. Sarung tangan sekali pakai atau steril
4. Kapas lidi
5. Plester dan gunting
6. Kasa balutan penutup
7. Sabun mandi
E. Prosedur Pelaksanaan
1. Berikan penjelasan kepada pasien mengenai perasat yang akan dilakukan
2. Bawa alat-alat ke dekat pasien
3. Pasang sampiran
4. Cuci tangan
5. Atur peralatan di samping tempat tidur pasien
6. Posisikan pasien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya membuka area yang akan diberikan obat
7. Inspeksi kondisi kulit
8. Cuci area yang sakit
9. Lepaskan semua debris dan kerak pada kulit dengan menggunakan sabun basah ringan
10. Keringkan atau biarkan area mengering
11. Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh
12. Gunakan sarung tangan jika terdapat indikasi
13. Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti diantara jari-jari, lipatan paha, dll
14. Bubuhkan bedak atau bubuk secara tipis-tipis pada area yang bersangkutan
15. Tutup area kulit dengan balutan bila ada instruksi dokter
16. Bantu pasien pada posisi yang nyaman, kenakan kembali pakaian
17. Rapihkan pasien jika perasat sudah selesai
18. Bereskan alat-alat da simpan ke tempatnya semula
19. Cuci tangan
20. Dokumentasi

F. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Perhatikan kulit setempat atau sekitarnya jika terdapat iritasi
2. Hindari kontak dengan air

MEMANDIKAN PASIEN LUKA BAKAR

A. Persiapan alat
1. Burn tank yang berisi air hangat
2. Obat analgetik
3. Larutan savolon 1%
4. Shampo dan sabun
5. Alat cukur
6. Handuk 2 buah
7. Selimut mandi
8. Pakaian ganti Perlak dan alasnya

A. Pelaksanaan
1. Beritahu pasien
2. Membawa alat - alat ke dekat pasien
3. Cuci tangan
4. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke brancardkhusus
5. Mendorong pasien ke dalam burn tank
6. Memberi obat analgetik
7. Memindahkan pasien ke dalam burn tank
8. Cuci rambut pasien dengan shampo
9. Membersihkan tubuh pasien dengan sabun
10. Lukukan debridement luka dan latihan gerak
11. Keringkan tubuh pasien dengan handuk yang lembut, kemudian ditutupi dengan handuk yang lembut
12. Memindahkan pasien dari burn tank ke bran card
13. Lakukan perawatan luka dengan ganti balutan dengan teknik aseptik
14. Mengenakan pakaian pasien
15.Dorong pasien ke ruangan
16. Memindahkan pasien dari brancard ke tempat tidur
17. Rapikan alat-alat dan kembalikan pada tempatnya
18. Cuci tangan
19. Dokumentasi

RELAKSASI

Pengertian
Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri kronis
Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri

Tiga hal utama yang dibutuhkan dalam teknik relaksasi
Posisi klien yang tepat
Pikiran beristirahat
Lingkungan yang tenang

Prosedur pelaksanaan
1. Atur posisi klien agar rileks, tanpa beban fisik, posisi dapat duduk atau berbaring terlentang
2. Instruksikan klien untuk menghirup napas dalam sehingga rongga pru berisi udara yang bersih
3. Instruksikan klien untuk secara perlahan menghembuskan udara dan membiarkannya keluar dari setiap bagian anggota tubuh. Bersamaan dengan hal ini minya klien memusatkan perhatian “betapa nikmat rasanya”
4. Instruksikan klien untuk bernapas dengan irama normal beberapa saat (sekitar 1-2 menit)
5. Instruksikan klien untuk bernapas dalam kemudian menghembuskan perlahan-lahan, dan merasakan saat ini udara mengalir dari tangan , kaki menuju ke paru-paru, kemudian udara dibuang ke luar. Minta klien untuk memusatka perhatian pada kaki dan tangan, udara yang dikeluarkan dan merasakan kehangatannya.
6. Instruksikan klien untuk mengulangi prosedur no. 5 dengan memusatkan perhatian pada kaki-tangan, punggung, perut, bagian tubuh yang lain
7. Setelah klien merasa rileks, minta klien secara perlahan menambah irama pernapasan. Gunakan pernapasan dada atau abdomen jika frekuensi nyeri bertambah, gunakan pernapasan dangkal dengan frekuensi yang lebih cepat.

Sumber :
Kusyati Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta; EGC

DISTRAKSI

Pengertian
Suatu metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami
Macam-macam teknik distraksi
Bernapas pelan-pelan
Masase sambil menarik napas pelan-pelan
Mendengarkan lagu sambil menepuk-nepukan jari/kaki
Membayangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata
Menonton TV (acara kegemaran)
Dan lain-lain

Bimbingan imajinasi (guided imagery)
1. Bina hubungan saling percaya
2. Jelaskan prosedur : tujuan, posisi, waktu dan peran perawat sebagai pembimbing
3. Anjurkan klien mencari posisi yang nyaman menurut klien
4. Duduk dengan klien tetapi tidak mengganggu
5. Lakukan pembimbingan dengan baik terhadap klien
• Minta klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indra dengan suara yang lembut
• Ketika klien rileks, klien berfokus pada bayangan dan saat itu perawat tidak perlu bicara lagi
• Jika kien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien telah siap
• Relaksasi akan mengenai seluruh tubuh . setelah 15 menit kien dan daerah ini akan digantikan dengan relaksasi. Biasanya klien rileks setelah menutup mata atau mendengarkan music yang lembut sebagai background yang membantu
• Catat hal-hal yang digambarkan klien dalam pikiran untuk digunakan pada latihan selanjutnya dengan menggunakan informasi spesifik yang diberikan klien dan tidak membuat perubahan pernyataan klien

Sumber :
Kusyati Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta; EGC

PEMASANGAN DAN PENCABUTAN IMPLAN (SUSUK KB)

PENDAHULUAN
Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan pencabutan disebabkan oleh pemasangan yang tidak tepat; Oleh karena itu, hanya petugas klinik yang terlatih (dokter, bidan, dan perawat) yang diperbolehkan memasang maupun mencabut implan. Untuk mengurangi masalah yang timbul setelah pemasangan, semua tahap proses pemasangan harus dilakukan secara hati-hati dan lembut, dengan menggunakan upaya pencegahan infeksi yang dianjurkan.

Di Indonesia dikenal beberapa jenis implan, yaitu:
• Norplant
• Implanon
• Indoplan
• Sinoplan
• Jadena
PENCEGAHAN INFEKSI
Pemasangan dan Pencabutan Batang (Rod) Implan

Untuk meminimalisasi risiko infeksi pada klien setelah pemasangan maupun pencabutan implan, petugas klinik harus berupaya untuk menjaga lingkungan yang bebas dari infeksi. Untuk itu petugas perlu melakukan hal-hal berikut:
1. Meminta klien untuk membersihkan dengan sabun seluruh lengan yang akan dipasang implan dan membilasnya hingga tidak ada sisa sabun yang tertinggal (sisa sabun dapat mengurangi efektivitas beberapa bahan antiseptik). Langkah ini sangat penting khususnya bila kebersihan klien sangat kurang.
2. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Untuk pemasangan maupun pencabutan batang, cuci tangan dengan sabun biasa selama 10 - 15 detik kemudian dibilas dengan air bersih yang mengalir sudah cukup.
3. Pakai kedua sarung tangan yang telah disterilisasi atau diDTT. (Gunakan sepasang sarung tangan yang berbeda untuk setiap tindakan guna menghindari kontaminasi silang).
4. Siapkan daerah pemasangan atau pencabutan dengan kapas yang telah diberi antiseptik; gunakan forsep untuk mengusapkan kapas tersebut pada daerah pemasangan/pencabutan implan.
5. Setelah selesai pemasangan maupun pencabutan batang implan, dan sebelum melenas sarung tangan, dekontaminasi instrumen dalam larutan klorin 0,5%. Sebelum membuang atau merendam jarum dan alat suntik, isi lebih dahulu dengan larutan klorin. (Setelah pemasangan, pisahkan plunger dari trokar. Darah kering akan menyulitkan waktu memisahkan plunger dan trokar). Rendam selama 10 menit; kemudian bilas segera dengan air bersih untuk menghindari korosi pada alat-alat berbahan metal.
6. Kain operasi (drape) harus dicuci sebelum digunakan kembali. Setelah dipakai, taruh pada wadah kering dan bertutup kemudian dibawa ke ruang pencucian.
7. Dengan tetap memakai sarung tangan, buang bahan-bahan terkontaminasi (kasa, kapas, dll) ke dalam wadah tertutup rapat atau kantung plastik yang tidak bocor. Jarum dan alat suntik sekali pakai (disposable) harus dibuang ke dalam wadah yang tahan tusuk.
8. Masukkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%. Lepaskan sarung tangan dari dalam ke luar. Bila hendak membuang sarung tangan, taruh ke dalam wadah atau kantung plastik tahan bocor.

PERSIAPAN
Penting bahwa alat-alat dalam kondisi yang baik (misalnya, trokar dan skalpel harus tajam). Selain itu, periksa semua alat dan bahan lain telah disterilisasi atau diDTT. Batang implan tersimpan dalam kemasan steril, beralas kertas, dan terlindung dari panas. Alkon tersebut akan tetap steril untuk 3 tahun selama tidak rusak dan tidak disimpan di tempat yang lembab dan panas.
Persiapan Klien

Walaupun kulit dan integumennya sulit untuk disterilisasi, pencucian dan pemberian antiseptik pada daerah operasi tempat implan akan dipasang dapat mengurangi jumlah mikroorganisme di daerah kulit klien. Kedua tindakan ini pada kenyataannya sangat bermanfaat dalam mengurangi risiko terjadinya infeksi pada saat insersi atau pencabutan implan Norplant. Bila prosedur pencucian dan kaidah tindakan antiseptik dilakukan dengan benar, angka kejadian infeksi saat insersi dan pencabutan implan akan sangat rendah (kurang dari 1 persen). Dengan demikian pemberian antibiotik profilaktik tidak dianjurkan.

Peralatan dan Instrumen untuk Insersi

1. Meja periksa untuk berbaring klien.
2. Alat penyangga lengan (tambahan).
3. Batang implan dalam kantong.
4. Kain penutup steril (disinfeksi tingkat tinggi) serta mangkok untuk tempat meletakkan implan Norplant.
5. Sepasang sarung tangan karet bebas bedak yang sudah disteril (atau didisinfeksi tingkat tinggi).
6. Sabun untuk mencuci tangan.
7. Arutan antiseptik untuk disinfeksi kulit (misal: larutan betadin atau jenis golongan povidon iodin lainnya), lengkap dengan cawan/mangkok antikarat.
8. Zat anestesi lokal (konsentrasi 1% tanpa epinefrin).
9. Semprit (5-10 ml), dan jarum suntik (22 G) ukuran 2,5 sampai 4 cm (1-11/2 per inch).
10. Trokar 10 dan mandrin.
11. Skalpel 11 atau 15.
12. Kasa pembalut, band aid, atau plester.
13. Kasa steril dan pembalut.
14. Epinefrin untuk renjatan anafilaktik (harus tersedia untuk keperluan darurat).
15. Klem penjepit atau forsep mosquito (tambahan).
16. Bak/tempat instrumen (tertutup)


Penerangan Kepada Klien

1. Bimbing/berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang keterangan yang telah diberikan dan tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya.
2. Peragakan peralatan yang akan digunakan serta jelaskan tentang prosedur apa yang akan dikerjakan.
3. Jelaskan bahwa klien akan mengalami sedikit rasa sakit saat penyuntikan zat anestesi lokal, sedangkan prosedur insersinya sendiri tidak akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Prinsip-prinsip dan tata cara pemasangan dan pencabutan implan secara umum adalah sama, baik implan yang menggunakan 6 batang (Norplant) maupun dua batang (Indoplan).
5. Tenteramkan hati klien setelah tindakan insersi.

KUNCI KEBERHASILAN PEMASANGAN
1. Untuk tempat pemasangan kapsul, pilihlah lengan klien yang jarang digunakan.
2. Gunakan cara pencegahan infeksi yang dianjurkan.
3. Pastikan kapsul-kapsul tersebut ditempatkan sedikitnya 8 cm di atas lipat siku, di daerah medial lengan.
4. Insisi untuk pemasangan harus kecil, hanya sekedar menembus kulit. Gunakan skalpel atau trokar tajam untuk membuat insisi.
5. Masukkan trokar melalui luka insisi dengan sudut yang kecil, superfisial tepat di bawah kulit. Waktu memasukkan trokar jangan dipaksakan.
6. Trokar harus dapat mengangkat kulit setiap saat, untuk memastikan pemasangan tepat di bawah kulit.
7. Pastikan 1 kapsul benar-benar keluar dari trokar sebelum kapsul berikutnya dipasang (untuk mencegah kerusakan kapsul sebelumnya, pegang kapsul yang sudah terpasang tersebut dengan jari tengah dan masukkan trokar pelan-pelan di sepanjang tepi jari tersebut.
8. Setelah selesai memasang, bila sebuah ujung kapsul menonjol keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut dengan hati-hati dan dipasang kembali dalam posisi yang tepat.
9. Jangan mencabut ujung trokar dari tempat insisi sebelum semua kapsul dipasang dan diperiksa seluruh posisi kapsul. Hal ini untuk memastikan bahwa keenam kapsul dipasang dengan posisi yang benar dan pada bidang yang sama di bawah kulit.
10. Kapsul pertama dan keenam harus membentuk sudut sekitar 75.
11. Gambar tempat kapsul tersebut pada rekam medik dan buat catatan bila ada kejadian tidak umum yang mungkin terjadi selama pemasangan.

PENATALAKSANAAN UMUM

TINDAKAN SEBELUM PEMASANGAN
Langkah 1
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan kain bersih.
Langkah 2
Pakai sarung tangan steril atau DTT (ganti sarung tangan untuk setiap klien guna mencegah kontaminasi silang).
Catatan:
Jangan menggunakan bedak untuk memakai sarung tangan. Butir-butir bedak yang halus dapat jatuh ke tempat insisi dan menyebabkan terjadinya jaringan parut (reaksi jaringan ikat). Bila sarung tangan diberi bedak, bersihkan dengan kasa steril yang direndam dengan air steril atau air mendidih.
Langkah 3
Atur alat dan bahan-bahan sehingga mudah dicapai. Hitung kapsul untuk memastikan jumlahnya.
Langkah 4
Persiapkan tempat insisi dengan larutan antiseptik. Gunakan klem steril atau DTT untuk memegang kasa berantiseptik. (Bila memegang kasa berantiseptik hanya dengan tangan, hati-hati jangan sampai mengkontaminasi sarung tangan dengan menyentuh kulit yang tidak steril). Mulai mengusap dari tempat yang akan dilakukan insisi ke arah luar dengan gerakan melingkar sekitar 8 - 13 cm dan biarkan kering (sekitar 2 menit) sebelum memulai tindakan. Hapus antiseptik yang berlebihan hanya bila tanda yang sudah dibuat tidak terlihat.
Langkah 5
Bila ada gunakan kain penutup
(doek) yang mempunyai lubang untuk menutupi lengan. Lubang tersebut harus cukup lebar untuk memaparkan tempat yang akan dipasang kapsul. Dapat juga dengan menutupi lengan di bawah tempat
pemasangan dengan kain steril


Kain penutup
Langkah 6
Setelah memastikan (dari anamnesis) tidak alergi terhadap obat anestesi, isi alat suntik dengan 3 ml obat anestesi (1% tanpa epinefrin). Dosis ini sudah cukup untuk menghilangkan rasa sakit selama memasang kapsul implan.
Langkah 7
Masukkan jarum tepat di bawah kulit pada tempat insisi (yang terdekat dengan siku) kemudian lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Suntikkan sedikit obat
anestesi untuk membuat gelembung kecil di bawah kulit. Kemudian tanpa memindahkan jarum, masukkan ke bawah kulit (subdermis) sekitar 4 cm
Hal ini akan membuat kulit (dermis) terangkat dari jaringan lunak di bawahnya.
Kemudian tarik jarum pelan-pelan sehingga
membentuk jalur sambil menyuntikkan obat anestesi sebanyak 1 ml di antara tempat untuk memasang, kapsul 1 dan 2, selanjutnya di antara kapsul 3 dan 4 serta 5 dan 6. Dari pengalaman didapatkan bahwa 3 jalur anestesi yang mengikuti bentuk kipas tersebut cukup memadai sehingga dapat mengurangi jumlah obat anestesi yang diperlukan. Satu mililiter obat anestesi cukup untuk setiap jalur. Lakukan pemijatan pada lengan, agar penyebaran obat anestesi merata, hal ini akan meningkatkan efektivitas anestesi. Catatan: Untuk mencegah toksisitas, dosis total tidak boleh melebihi 10
ml ( 10 g/l) dari 1% anestesi lokal tanpa epinefrin.



Pemberian anastesi

PENATALAKSANAAN UMUM pemasangan implan
Kapsul Norplant dipasang tepat di bawah kulit di atas lipat siku, di daerah medial lengan atas . Untuk tempat pemasangan kapsul, pilihlah lengan klien yang jarang digunakan.

Tempat pemasangan implan
Pertama, cuci lengan dengan air dan sabun, kemudian usap dengan antiseptik dan suntik anestesi lokal. Buat insisi kecil hanya sekedar menembus kulit, sekitar 8 cm di atas lipat siku. Setiap kapsul dimasukkan melalui trokar khusus (nomor 10) dan dipasang tepat di bawah kulit dengan pola kipas yang membuka ke arah bahu, sehingga kedua kapsul paling luar akan membentuk sudut kurang lebih 75. Tidak diperlukan penjahitan untuk menutup luka insisi, cukup dengan band aid. Ingat: Yang terpenting kapsul dipasang superfisial, tepat di bawah kulit (dermis). Pemasangan yang dalam akan menyebabkan pencabutan menjadi
sulit.
Sebelum memulai tindakan, periksa kembali untuk memastikan apakah klien:
1. Sedang minum obat yang dapat menurunkan efektivitas implan Norplant,
2. Sudah pemah mendapat anestesi lokal sebelumnya, dan
3. Alergi terhadap obat anestesi lokal atau jenis obat lainnya.
PERSIAPAN PEMASANGAN

Langkah 1
Persilakan klien mencuci seluruh lengan dengan sabun dan air yang mengalir, serta membilasnya. Pastikan tidak terdapat sisa sabun (sisa sabun menurunkan efektivitas antiseptik tertentu). Langkah ini sangat penting bila klien kurang menjaga kebersihan dirinya untuk menjaga kesehatannya dan mencegah penularan penyakit.
Langkah 2
Tutup tempat tidur klien (dan penyangga lengan atau meja samping, bila ada) dengankain bersih.
Langkah 3
Persilakan klien berbaring dengan lengan yang lebih jarang digunakan (misalnya: lengan kiri) diletakkan pada lengan penyangga atau meja samping. Lengan harus disangga dengan baik dan dapat digerakkan lurus atau sedikit bengkok sesuai dengan posisi yang disukai klinisi untuk memudahkan pemasangan (Gambar 20-2).
Langkah 4
Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm di atas lipatan siku, gunakan pola
(template) dan spidol untuk menandai tempat insisi yang akan dibuat dan tempat
keenam kapsul akan dipasang (bila akan menggunakan antiseptik yang mengandung
alkohol gunakan spidol dengan tinta permanen).

Langkah 5
Siapkan tempat alat-alat dan buka bungkus steril tanpa menyentuh alat-alat di dalamnya.
Langkah 6
Buka dengan hati-hati kemasan steril implan dengan menarik kedua lapisan pembungkusnya dan jatuhkan seluruh kapsul dalam mangkok steril.
Ingat: Kapsul yang tersentuh kapas atau bahan lain akan menjadi lebih
reaktif (lebih sering menyebabkan perlekatan atau jaringan parut karena partikel kapas menempel pada kapsul silastik). Bila tidak ada mangkok steril, kapsul dapat diletakkan dalam mangkok yang didisinfeksi
tingkat tinggi (DTT) atau pada baki tempat alat-alat. Pilihan lain adalah dengan membuka sebagian kemasan dan mengambil kapsul satu demi satu dengan klem steril atau DTT saat melakukan pemasangan. Jangan menyentuh bagian dalam kemasan atau isinya kecuali dengan alat yang
steril atau DTT.
Catatan: Bila kapsul jatuh ke lantai, kapsul tersebut telah terkontaminasi. Buka kemasan baru dan teruskan pemasangan. (Jangan melakukan sterilisasi ulang pada kapsul yang terkontaminasi).
PEMASANGAN KAPSUL
Sebelum membuat insisi, sentuh tempat insisi dengan jarum atau skalpel (pisau bedah) untuk memastikan obat anestesi telah bekerja.
Langkah 1
Pegang skalpel dengan sudut 45_ , buat insisi dangkal hanya untuk sekedar menembus kulit. Jangan membuat insisi yang panjang atau dalam.
Langkah 2
Ingat kegunaan ke-2 tanda pada trokar. Trokar harus dipegang dengan ujung yang
tajam menghadap ke atas (Gambar 20-6). Ada 2 tanda pada trokar, tanda (1) dekat
pangkal menunjukkan batas trokar dimasukkan ke bawah kulit sebelum memasukkan
setiap kapsul. Tanda (2) dekat ujung menunjukkan batas trokar yang harus tetap
di bawah kulit setelah memasang setiap kapsul.



Tanda pada trokar
Langkah 3
• Dengan ujung yang tajam menghadap ke atas dan pendorong di dalamnya masukkan ujung trokar melalui luka insisi dengan sudut kecil.
• Mulai dari kiri atau kanan
pada pola seperti kipas, gerakkan trokar ke depan dan berhenti saat ujung tajam seluruhnya
berada di bawah kulit (2-3 mm dari akhir ujung tajam)
Memasukkan trokar jangan dengan paksaan. Jika terdapat tahanan, coba dari sudut lainnya.



Memasukan trokar dengan sedut yg kecil
Langkah 4
Untuk meletakkan kapsul tepat di bawah kulit, angkat trokar ke atas, sehingga kulit terangkat. Masukkan trokar perlahan-lahan dan hati-hati ke arah tanda (1) dekat pangkal (Gambar 20-6). Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba dari luar dengan jari. Trokar harus selalu terlihat mengangkat kulit selama pemasangan.
Masuknya trokar akan lancar bila berada di bidang yang tepat di bawah kulit.
Catatan: Jangan menyentuh trokar terutama bagian tabung yang masuk ke bawah kulit untuk mencegah trokar terkontaminasi pada waktu memasukkan dan menarik keluar.
Langkah 5
Saat trokar masuk sampai tanda (1), cabut pendorong dari trokar.
Langkah 6
1. Masukkan kapsul pertama ke dalam trokar.
2. Gunakan ibu jari dan telunjuk atau pinset atau klem untuk mengambil kapsul dan memasukkan ke dalam trokar.
3. Bila kapsul diambil dengan tangan, pastikan sarung tangan tersebut bebas dari bedak atau partikel lain.
4. Untuk mencegah kapsul jatuh pada waktu dimasukkan ke dalam trokar, letakkan satu tangan di bawah kapsul untuk menangkap bila kapsul tersebut jatuh)



Memasukan kapsul
Dorong kapsul sampai seluruhnya masuk ke
dalam trokar dan masukkan kembali pendorong


Memasukan pendorong
Langkah 7
Gunakan pendorong untuk mendorong kapsul ke arah ujung trokar sampai terasa ada tahanan, tapi jangan mendorong dengan paksa. (Akan terasa tahanan pada saat sekitar setengah bagian pendorong masuk ke dalam trokar).
Langkah 8
1. Pegang pendorong dengan erat di tempatnya dengan satu tangan untuk menstabilkan.
2. Tarik tabung trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah luka
insisi sampai tanda (2) muncul di tepi luka insisi dan pangkalnya menyentuh
pegangan pendorong.
Hal yang penting pada langkah ini adalah menjaga pendorong tetap di tempatnya dan tidak
mendorong kapsul ke jaringan.



Menarik trokar keluar
Langkah 9
1. Saat pangkal trokar menyentuh pegangan pendorong, tanda (2) harus terlihat di tepi luka insisi dan kapsul saat itu keluar dari trokar tepat berada di bawah kulit (Gambar 20-11).
2. Raba ujung kapsul dengan jari untuk memastikan kapsul sudah keluar seluruhnya dari trokar.
Catatan: Pengasahan trokar yang berulang akan memendekkan trokar sehingga
mengurangi jarak ke tanda (2), karena itu saat memakai trokar yang diasah, jangan menarik trokar terlalu jauh ke belakang karena akan keluar
dari tepi luka insisi


Melepaskan kapsul

Hal yang penting adalah kapsul bebas dari
ujung trokar untuk menghindari terpotongnya
kapsul saat trokar digerakkan untuk
memasang kapsul berikutnya.

Langkah 10
1. Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar ke arah lateral kanan dan kembalikan lagi ke posisi semula (Gambar 20-12) untuk memastikan kapsul pertama bebas.
2. Selanjutnya geser trokar sekitar 15 derajat, mengikuti pola seperti kipas yang terdapat pada lengan.
3. Untuk melakukan itu, mulamula fiksasi kapsul pertama dengan jari telunjuk dan masukkan kembali trokar pelanpelan sepanjang sisi jari telunjuk tersebut sampai tanda (1) (Gambar 20-13).
4. Hal ini akan memastikan jarak yang tepat antara kapsul dan mencegah trokar menusuk kapsul yang dipasang sebelumnya.
5. Bila tanda (1) sudah tercapai, masukkan kapsul berikutnya ke dalam trokar dan lakukan seperti sebelumnya (Langkah 5-9) sampai seluruh kapsul terpasang.



Memutar trokar



Fiksasi kapsul pertama

Langkah 11
Pada pemasangan kapsul berikutnya, untuk mengurangi risiko infeksi atau ekspulsi, pastikan bahwa ujung kapsul yang terdekat kurang lebih 5 mm dari tepi luka insisi. Juga pastikan jarak antara ujung setiap kapsul yang terdekat dengan tepi luka insisi (ujung kecil dari pola seperti kipas) tidak lebih dari lebar 1 kapsul.
Ingat: Kapsul harus membentuk pola seperti kipas, setiap bagian sekitar 15_ ,sehingga antara kapsul terluar (1 dan 6) membentuk sudut sekitar 75_ .
Langkah 12
Saat memasang keenam kapsul satu demi satu, jangan mencabut trokar dari luka insisi (lihat Langkah 10). Hal ini akan mengurangi trauma pada jaringan, menurunkan kemungkinan infeksi dan mempersingkat waktu pemasangan.
Langkah 13
Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan keenam kapsul semuanya telah terpasang.
Langkah 14
Ujung dari semua kapsul harus tidak ada pada tepi luka insisi (sekitar 5 mm). Bila sebuah kapsul keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut dengan hati-hati dan dipasang kembali di tempat yang tepat.
Langkah 15
Setelah keenam kapsul terpasang semuanya dan posisi setiap kapsul sudah diperiksa, keluarkan trokar pelan-pelan. Tekan tempat insisi dengan jari menggunakan kasa selama 1 menit untuk menghentikan perdarahan. Bersihkan tempat pemasangan dengan kasa berantiseptik.
TINDAKAN SETELAH PEMASANGAN KAPSUL
Menutup luka insisi
1. Temukan tepi kedua insisi dan gunakan band aid atau plester dengan kasa steril untuk menutup luka insisi. Luka insisi tidak perlu dijahit karena dapat menimbulkan jaringan parut.
2. Periksa adanya perdarahan. Tutup daerah pemasangan dengan pembalut untuk hemostasis dan mengurangi memar (perdarahan subkutan).
Perawatan klien
Buat catatan pada rekam medik tempat pemasangan kapsul dan kejadian tidak umum yang mungkin terjadi selama pemasangan. (Gambar sederhana yang memperlihatkan kira-kira tempat pemasangan keenam kapsul pada lengan klien, akan sangat membantu).
• Amati klien lebih kurang 15 sampai 20 menit untuk kemungkinan
perdarahan dari luka insisi atau efek lain sebelum memulangkan klien. Beri petunjuk untuk perawatan luka insisi setelah pemasangan, kalau bisa diberikan secara tertulis.

PERAWATAN LUKA DEKUBITUS

A. Persiapan alat
1. Perlak dan alasnya
2. Baskom cuci
3.Sabun
4.Air hangat
5.Agens pembersih (NaCl 0,9%)
6. Plester/ balutan
7. Sarung tangan
8. Kasa
9. Bengkok
10. Obat sesuai program dokter
A. Pelaksanaan
1. Beritahu pasien
2. Membawa alat - alat ke dekat pasien
3. Cuci tangan
4. Pasang perlak dan alasnya di area yang akan rawat
5. Pakai sarung tangan
6. Kaji status luka dekubitus (warna, kelembapan, diameter luka dan kondisi)
7. Ukur kedalaman luka dengan aplikator yang berujung kapas lidi
8. Cuci luka dengan air hangat dan sabun menggunakan kasa
9. Masase daerah sekitar luka
10. Keringkan luka setelah di cuci dengan kasa
11. Bersihkan luka dengan cairan salin normal atau agens pembersih (NaCl 0,9%)
12. Gunakan obat luka sesuai program dokter
13. Tutup luka dengan kasa kemudian diplester
14. Rapikan pasien dan alat-alat dikembalikan padatempatnya
15. Buka sarung tangan
16.Kaji respon pasien selama prosedur dan kondisi luka
17.Cuci tangan
18. Dukomentasi

PEMBERIAN OKSIGEN MENGGUNAKAN KANULA NASAL

Kanula nasal adalah alat sederhana yang dapat dimasukkan ke dalam lubang hidung untuk memberikan oksigen yang memungkinkan klien untuk memberikan oksugen dan yang memungkinkan klien untuk bernapas melalui hidung atau mulutnya. Alat ini tersedia untuk semua kelompok usia dan cocok untuk penggunaan jangka panjang ataupun pendek di rumah sakit ataupun di rumah.
Secara umum prosedur ini bertujuan untuk mengatasi hipoksemia atau hipoksia. Perkiraan persentase oksigen yang diberikan melalui kanula nasal seperti dibawah ini ;
• 1 liter =24%
• 2 liter=28%
• 3 liter=32%
• 4 liter=36%
• 5 liter=40%
Klien yang memerlukan oksigen dosis rendah dalam konsentrasi yang konstan dengan pola nafas bevariasi, lebih baik menggunakan masker venture dari pada kanula nasal.
Persiapan Alat
1. Tabung oksigen
2. Kanula nasal
3. Humidifier (tabung pelembab) berisi air steril
4. Flow meter

Prosedur Pelaksanaan
1. Mencuci tangan
2. Menjelaskan prosedur pada klien dan keluarga
3. Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai ketentuan
4. Menghubungkan selang dari kanula nasal ke tabung pelembab
5. Memeriksa apakah oksigen keluar dari kanula
6. Memasang kanula pada hidung klien
7. Menetapkan kadar oksigen sesuai program medic
8. Memfiksasi selang
Kewaspadaan
Observasi apakah :
a. Kanula tersumbat atau terlipat
b. Tabung pelembab kurang cukup berisi air
c. Oksigen sudah tidak mencukupi
9. Mengkaji kondisi klien secara teratur
10. Mendokumentasikan prosedur dalam catatan klien : waktu pemberian, aliran kecepatan oksigen, rute pemberian, respon klien.

PEMBERIAN OKSIGEN MENGGUNAKAN KATETER OROFARING

Alat ini adalah alternative lain dalam memenuhi kebutuhan oksigenasi. Pemberian oksigen melalui kateter orofaring dilakukan dengan kateter 8-10FR untuk anak, 10-12FR untuk dewasa wanita dan 12-14FR untuk dewasa pria.
Persiapan Alat
Tabung oksigen
Flow meter
Humidifier berisi air steril
Kateter orofaring sesuai ukuran
Konektor
Spatel lidah
Kasa
Pelumas (lubricant)
Senter
Plester

Prosedur Pelaksanaan

1. Mencuci tangan
2. Menjelaskan tujuan pemberian oksigen dengan kateter
3. Menghubungkan floe meter ke humidifier dan kateter dihubungkan dengan menggunakan konektor
4. Mengukur panjangnya kateter yang akan dimasukkan
5. Memasukkan kateter ororfaring dengan cara :
Olesi kateter dengan cairan pelumas
Beri oksigen sesuai pesan dokter
Sandarkan kepala klien ke belakang
Masukkan kateter mengikuti dasar lubang hidung
Lihat posisi kateter diorofaring dengan menggunakan senter
6. Memfiksasi kateter iksigen pada hidung
Kewaspadaan :
a. Kateter tidak tersumbat
b. Orofaring teriritasi
c. Tabung pelembab kurang cukup berisi air
d. Oksigen tidak mencukupi
7. Mengkaji respon klien.
8. Mendokumentasikan ; waktu pemberian, eliran kecepatan oksigen, rute pemberian dan respon klien

Tuesday, June 15, 2010

KOMPRES BASAH STERIL

A. Pengertian

Kompres Basah Steril adalah tindakan keperawatan dengan menggunakan larutan obat antiseptik.

B. Tujuan

1. Mencegah timbulnya peradangan
2. Mengurangi peradangan local
3. Agar luka menjadi bersih
4. Mengurangi rasa nyeri dan gatal local
5. Mempercepat penyembuhan

C. Dilakukan pada/ Indikasi

1. Pasien dengan kelainan kulit
2. Pasien dengan luka tertutup/ terbuka

D. Persiapan Alat dan Bahan

1. Baki berisi :
 Mangkok bertutup steril
 Cairan yang diperlukan ( PK 1:4000/ Rivanol 1:1000 – 1:3000/ betadine)

2. Baki steril berisi :
 Pinset anatomois 2 buah
 Beberapa potong kain kasa sesuai kebutuhan
 Pembalut dan sampiran ( jika perlu )
 Perlak kecil dan alas

E. Prosedur Pelaksanaan

1. Berikan penjelasan kepada klien mengenai perasat yang akan dilakukan
2. Bawa alat-alat ke dekat pasien
3. Pasang sampiran
4. Cuci tangan
5. Pasang alas dibawah bagian yang akan dikompres
6. Kocok obat/ cairan kompres jika terdapat endapan
7. Tuangkan cairan ke dalam mangkok steril
8. Masukan kasa kedalam cairan kompres
9. Peras kain kasa menggunakan 2 pinset
10. Bentangkan dan letakkan kasa di atas bagian yang akan dikompres, lalu balut
11. Tutup/ pasang busur selimut, jika perlu
12. Rapihkan pasien jika perasat sudah selesai
13. Bereskan alat-alat dan simpan ke tempat semula
14. Cuci tangan
15. Dokumentasi

F. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Kain kasa sering dibasahi agar tetap basa
2. Pada luka yang kotor kasa diganti setiap 1-2 jam
3. Perhatikan kulit setempat atau sekitarnya, jika terdapat iritasi

Friday, June 11, 2010

PERAWATAN LUKA BAKAR DENGAN TEKHNIK KERING

A. Pengertian
Perawatan dengan teknik kering adalah suatu tindakan keperawatan membersihkan luka sehingga dapat membantu proses menyembuhan luka dengan menggunakan balutan kering.

B. Tujuan
1. Mencegah atau mengobati syok
2. Mencegah dan mengobati infeksi dan sepsis
3. Mencegah parut hipertropik
4. Mempercepat proses penyembuhan
5. Memperbaiki bagian integritas kulit yang rusak


C. Dilakukan pada/ Indikasi
1. Luka bakar derajat 1
2. Luka bakar derajat 2
3. Luka bakar derajat 3


1. Baki steril berisi :
- Sarung tangan steril
- Pinset sirurgis
- Kasa steril
- Gunting
- Pembalut steril

2. Baki tidak steril berisi :
- Bengkok
- Perlak dan alasnya
- Cairan NaCl 0, 9%
- Cairan salvon 1%, peak nitrat 0, 5%
- Silet atau alat cukur
- Sarung tangan bersih
- Salep Silver Sulfa Diazine ( SSD )
- Salep antibiotic
- Gunting verban
- Korentang dalam tempatnya
- Plester

E. Prosedur pelaksanaan

1. Beritahu pasien
2. Membawa alat-alat kedekat pasien
3. Cuci tangan
4. Memasang perlak dan alsnya dibawah daerah luka bakar
5. Memakai sarung tangan tidak steril
6. Melepaskan balutan dengan menggunakan pinset
7. Membuka sarung tangan
8. Memakai sarung tangan steril
9. Bersihkan luka dengan NaCl 0, 9% dan metronidazol 0, 1% secara sentrifugal
10. Luka dikeringkan dengan kasa steril
11. Berikan salep SSD setebal 0, 5 cc pada seluruh daerah luka bakar
12. Luka dibalut kemudian di fiksasi dengan plester
13. Membuka sarung tangan
14. Rapikan pasien
15. Rapikan alat-alat dan kembalikan ketempatnya
16. Cuci Tangan
17. Dokumentasi

F. Perhatian

1. Cermat dalam menjaga kesterillan
2. Mengangkat jaringan nekrosis sampai bersih
3. Peka terhadap privasi pasien
4. Teknik pengangkatan jaringan nekrosis disesuikan dengan tipe luka bakar
5. Perhatikan teknik aseptik

G. Sikap

1. Bekerja secara sistimatis
2. Hati-hati dalam bekerja
3. Berkomonikasi dengan pendekatan yang tepat dan sesui dengan kondisi pasien
4. Pempertahankan prinsip kerja
5. Kerjasama antara pasien dan perawat selalu dijaga
6. Tanggap terhadap respons
7. Menjaga privasi

Sumber : Pedoman Praktek Klinik Keperawatan (M.A Kep Meternitas, anak dan KMB III) program siploma III Kep Rumkit TK III Dr. J A Latumeten. Thn 2007/2008

PERAWATAN LUKA BAKAR TERINFEKSI

A. Pengertian
Perawatan pasien luka bakar dengan teknik basah adalah suatu tindakan keperawatan membersihkan luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka dengan menggunakan balutan basah.

B.Tujuan
-Mempercepat absorbsi obat
-Mencegah atau mengobati syok
-Mencegah dan mengobati infeksi dan sepsis
-Mencegah parut hipertropik
-Mempercepat proses penyembuhan
-Memperbaiki bagian integritas kulit yang rusak

C.Indikasi :
Dilakukan pada luka bakar derajat I, II dan III

D.Persiapan pasien :
Pasien diberitahu mengenai prosedur yang akan dilaksanakan beserta tujuannya


E.Persiapan alat :
Instrument tray w/cover berisi :
-Hanscone steril
-Pinset chirurgis
-Kasa steril
-Pembalut steril

Baki berisi :

-Bengkok
-Zeil dan pengalas
-Korentang
-Gunting
-plester
-Bethadin sol 20%
-Larutan pembersih (savlon 1%)
-Cairan NaCL 0,9%
-Salep silver sulfadiazine (SSD)

F.Cara kerja :
1. Alat-alat disiapkan
2. Identifikasi pasien
3. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan
4. Cuci tangan
5. Memasang perlak dan alasnya
6. Gunakan handscone
7. Cuci/bersihkan luka dengan cairan sovlon 1%
8. Bersihkan dari pusat luka ke daerah perifer
9. Jika banyak pus bersihkan dengan bethadin sol 2%
10. Pehatikan ekspresi wajah dan KU pasien selama merawat luka
11. Bilas luka dengan sovlon 1% dengan menggunakan cairan NaCL 0,9%
12. Biarkan luka tetap basah
13. Beri slep silfer sulvadiazen pada seluruh daerah luka bakar dalam keadaan tetap basah
14. Alat-alat kesehatan dibereskan, perawat mencuci tngan
15. Biarkan luka tetap basah
16. Membersihkan alat-alat dan rapikan pasien
17. Cuci tangan
18. Dokkumentasi

G.Sikap :
-Bekerja sistematis
-Hati-hati dalam bekerja
-Mempertahankan prinsip kerja
-Kerjasama
-Tangga terhadap respon

H. Perhatian :
Cermat dalam menjaga kesterillan
-Mengangkat jaringan nekrosis sampai bersih
-Peka terhadap privasi pasien
-Teknik pengangkatan jaringan nekrosis disesuikan dengan tipe luka bakar
-Perhatikan teknik aseptik
-Penggunaan cairan pencuci yang tepat karena cairan pencuci yang tidak tepat akan -menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan.

Sumber : Pedoman Praktek Klinik Keperawatan (M.A Kep Meternitas, anak dan KMB III) program siploma III Kep Rumkit TK III Dr. J A Latumeten. Thn 2007/2008

Tuesday, June 8, 2010

ANTIMIKROBA

1. Pendahuluan

Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia (kesehatan): mikroba yang dimaksud disini adalah jasad renik dan tidak termaksud kelompok parasit.

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungsi yang dapat menghambat atau membasmi mikroba lain. Dewasa ini banyak antibiotika dibuat secara semisinyesis atau sintetik penuh.
Dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolin), juga sering digolongkan sebagai antibiotik. Obat antimikroba harus memiliki toksisitas AM selektif tinggi mungkin, artinya obat tersebut bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis terhadap hospes.

1. Aktivitas dan spektrum AM
Berdasarkan toksisitas selektif, ada AM yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunih mikroba, dikenal sebagai bakterisid.
Sifat AM dapat berbeda satu dengan yang lainnya;misalnya penisilin G bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram positif, sedangkan bakteri gram negatif tidak efektif. Streptomisin memiliki sifat yang sebaliknya; tetrasiklin aktif terhadap beberapa bakteri gram (+) maupun gram (-). Berdasarkan perbedaan sifat ini, AM dibagi menjadi:

a. berspektrum sempit (Narrow-spektrum) adalah AM yang efektif terhadap mikroba gram (+) atau gram (-), misalnya penisilin dan streptomisin
b. berspektrum luas (broad spektrum) adalah AM yang efektif terhadap mikroba gram (+) dan gram (-) misalnya tetrasiklin dan kloramfenikol

batas antara kedua jenis spektrum ini kadang tidak jelas. Walaupun satu AM berspektrum luas, efektifitas klinisnya belum tentu seluas spektrumnya, sebab aktifitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain.

2. Mekanisme kerja anti mikroba
Berdasarkan mekanisme kerjanya antimikroba dibagi menjadi lima kelompok:

1. Mekanisme kerja: penghambat metabolisme sel mikroba. Aktivitas: bakteriostatik: menghambat sintesa asam folat yang diperlukan untuk kehidupan mikroba, am: sulfonamida, trimetoprin, pas, sulfon.
2. Mekanisme kerja: penghambat sintesis dinding sel mikroba, aktivitas: bakteriostatik-bakterisid menghambat enzim untuk suntesis dinding sel, menyebabkan kerusakan dinding sel (lisis),am: penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin.
3. Mekanisme kerja: mengganggu keutuhan membran sel mikroba, aktivitas: bakteriostatik-bakterisid merusak membran sel mekanisme kerja: mengganggu keutuhan membran sel mikroba, aktivitas: bakteriostatik-bakterisid merusak membran sel bereaksi dengan zat yang terdapat pada membran sel (meningkatkan permeabilitas membran sel),am: polomiksin, nistatin, amfotrisin b, surface aktive agent.
4. Mekanisme kerja: menghambat sintesa protein mikroba,aktivitas: bakteriostatik-bakterisid menghambat tahapan sintesa protein dalam tubuh mikroba, am: linkomisin, tetrasiklin, kloramfenikol,gol aminoglikosid
5. Mekanisme kerja: menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba, aktivitas: bakteriostatik-bakterisid berikatan dengan enzim polimerase-dna/rna, dgen dmk menghambat pembentukan rna/dna, am: rifampisin, gol.kuinolon

Resistensi
resistensi mikroba adalah suatu fenomena tidak terganggu kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Dikenal beberapa jenis resistensi, yaitu:
a. resistensi bawaan (primer) terjadi secara ilmiah misalnya adanya enzim penisilinase yang diprouksi mikroba, menyebabkan mikroba resisten terhadap penisilin
b. resistensi yang didapat/diperoleh (sekunder) disebabkan kontak bakteri dengan obat AM; disini terjadi mutasi yang menyebabkan timbulnya mutan yang menghasilkan generasi baru yang resisten
c. resistensi silang, mikroba resisten terhadap satu antimikroba dan resisten pula terhadap semua derivatnya (turunnya segolongan), misalnya penisilin dengan ampisilin dan amoksilin
Efek Samping
Efek samping penggunaan AM dapat dikelompokan atas reaksi alergi, reaksi idionsikrasi, reaksi toksik dan perubahan biologik dan metabolik pada hospes
Rx alergik, dapat ditimbulkan oleh semua AM/antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes dan terjadi tidak tergantung pada besarnya dosis obat. Reaksi alergi sukar diramalkan dan seseorang yang pernah mengalami reaksi alergik misalnya dengan penisilin,tidak selalu mengalami reaksi kembali ketikadiberikan obat yang sama. Sebaliknya, orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan ulang penisilin.
 Rx idiosinkrasi, gejala fenomena ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap pemberian AM tertentu. Istilah ini sudah jarang dipakai dan kemungkinan merupakan reaksi alergi utama untuk produk tertentu
 Reaksi toksik, efek pada hospes dapat ditimbulkan oleh semua jenis AM dan mungkin dapat dianggap relatif tidak toksis ialah golongan ampisilin. AM golongan lain, misalnya antibiotika golongan aminoglikosida, misalnya streptomisin (obat suntik untuk TBC) pada umumnya bersifat toksis terutama terhadap saraf, sedangkan golongan tetrasiklin, mengganggu pertumbuhan jaringan tulang, termaksud gigi akibat pembentukan kompleks tetrasiklin-CA-ortofosfat.
 Perubahan biologik dan metabolik, pada tubuh hosprs, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi terhadap populasi mikroflora normal. Penggunaan AM terutama yang berspektrum luas dapat mengganggu keseimbangan ekologi mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen. Gangguan keseimbangan ekologi ini dapat terjadi di saluran cerna, saluran nafas, kelamin dan kulit. Pada beberapa keadaan perubahan ini dapat menimbulkan superinfeksi, yaitu suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer dengan suatu AM. Mikroba penyebab superinfeksi biasanya jenis mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan AM, umpamanya penyakit Kandidiasis sering timbul akibat penggunaan antibiotik berspektrim lebar. Makin lebar spektrum AM. Maikin besar kemungkinan suatu jenis mikroba tertentu menjadi dominan. Tindakan yang perlu diambil untuk mengatasi superinfeksi adalah:1. menghentikan terap dengan AM yabg sedang digunakan,2. melakukan biakan mikrob penyebab superinfeksi dan 3. memberikan suatu AM yang efektif terhadap mikroba penyebab superinfeksi.

6. Penggunaan dalam klinis
Antomikroba dapat dikatan bukan merupakan ”obat penyembuh” penyakit infeksi, tetapi am hanya menyingkatkan waktu yang diperlukan tubuh hospes untuk sembuh dari suatu penyakit infeksi. Dengan adanya infasi kikroba, tubuh hospes akan bereaksi dengan mengaktifkan mekanisme daya tahan tubuhnya. Sebagian besar infeksi terjadi pada hospes dapat sembuh dengan sendirinya tanpa memerlikan am.
Gangguan klinis infeksi terjadi akibat. Gangguan langsung oleh mikroba maupun oleh berbagai zat toksis yang dihasilkan mikroba. Nila mekanisme pertahanan tubuh berhasil,mikroba dan zat toksis yang dihasilkan akan dapat disingkirkan. Dalam hal ini tidak diperlikan pemberian AM untuk penyembuhan penyakit infeksi.
Gejala demam yang merupakan salah satu gejala sistemik penyakit infeksi, tidak merupakan indikator yang kuat untuk pemberian antimikroba, karena demam dapat disebabkan oleh penyakit infeksi oleh virus atau penyakit noninfeksi, dengan sendirinya bukan indikasi pemberian antimikroba.

Obabt-obat antimikroba

SULFONAMIDA dAN KOTRIMOKSASOL
Sulfonamida adalah kemoterapik yang pertama digunakan secara sisitemik untuk penghambat dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaanya kemidian terdesak oleh antimikroba.
Pertengahan tahub 1970 penemuan sediaan kombinasi trimetoprin dan sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu

SULFONAMIDA
Sulfonamida mempunyai spektrum anti bakteri yang luas meskipun kurang kuat dibandingkan antibiotik dan disamping itu mikroba yag resisiten terhadap sulfonamida cukup banyak. Golongan obat ini umumnya bersifat bakteriostatik namun pada dosis yang tinggi dalam urine, sulfonamida dapat bersifat baktersid sehingga dapat dipilih untuk terapi infeksi saluran kemih
Obat-obat golongan sulfonamida yang biasanya digunakan dalam klinis adalh: sulfadiazin, sulfaisoksazol, sulfametaksazol, ftalilsulfatiazol, sulfanilamid (topikal), Ag-sulfadiazin (topikal), sulfasetin, sulfametizol, kombinasi sulfa = Trisulfa (sulfadiazin+sulfamerazin+sulfametazin)

KOTRIMOKSAZOL (Baktrim, Septrin)
Kotrimeksazol adalah suatu kombinasi antara trimetoprin dan sulfametoksazolo, menghambat reaksi enzimatik bakteri sehingga kombinasi kedua obat ini memberikan efek sinergis. Penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting dalam usaha mrningkatkan aktivitas klinis anti mikroba. Kombinasi ini terdiri dari sulfametoksazol 400 mgr dan trimetoprin 80 mgr
Kotrimoksazol sama efektifnya dengan ampisilin pada tifus perut, infeksi saluran pernapasan bagian atas, radang paru-paru (pada pasien AIDS) serta penyakit kelamin gonore. Secara rektal (suposutoria) sulfonamida tidak digunakan karena resorpsinya tidak sempurna (antara 10-70%) dan kurang teratur
Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi dibawah usia 6 bilan berhubung resiko efek-efek sampingnya. Semua sulfonamida tidak boleh diberokan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal. Kotrimoksazol lebih jarang menimbulkan resistensi, sehingga banyak digunakan untuk berbagai penyakit infeksi, antara lain pada infeksi saliran kemih (coli, entobakter), alat kelamin (prostatitis), saluran cerna (salmonellosis), dan pernapasan (bronkhitis), kotrimoksazolo juga digunakan untuk pengobatan intk pengobatan dan pencegahan radabg paru-paru (pneumolcytis carinii-neomoni) dari penderita AIDS (dalam dosis tinggi). Penggunaan lebih dari dua minggu hendknya disertai pengawasan darah. Risiko kristaluria dapat dihindarkan dengan minum lebih dari 1.5 liter air sehari.
Dosis: umum 2 dd 2 tablet kotrimoksazol (=sulfamektosazol 400+ trimetoprin 80 mg). Radang kandung kemih tanpa komplikasi pada wanita: 2 dd 2 tablet selam 3-7 hari pada tifus dan infeksi parah: 2 dd 3 tablet selama maksimum 14 hari.
TRISULFA
Trisulfa adalah kombinasi dari tiga sulfonamida biasanya sulfadiazin, silfamerazin dan sulfamezathin dalam perbandingan yang sama. Karena dosis setiap obat hanya sepertiga dari obat biasa dan daya larutnya masing-masing tidak saling dipengaruhi, maka bahaya kristaluria sangat diperkecil, cukup dengan minum lebih dari 1,5 liter air sehari selama pengobatan.
TAB. FANSIDAR
Fansidar adalah kombinasi sulfadoksin+pirimetamin. Fansidar dugunakan sabai profilaksis dan pengobatan malaria tropika, yang disebabkan oleh plasmodium falciparum yang resisten terhadap kloroquin.
Zat ini khusus digunakan dalam kombinasi dengan obat antiprotozoapirimetamin pada terapi dan prokfilaksis malaria tropika yang resisten terhadap kloroquin
Wanita hamil tidak boleh diberi fansidar selama tiga bulan pertama kehamilannya karena bersifat teratogen dan pada bulan terakhir kehamilannya berhubung resiko akan icterusinti pada bayi
Dosis: sevbagai kurativum pada serangan akut malaria diatas :* 13 tahun : aral single-dose 3 tablet p.c.;* anak-anak 9-13 tahun: 2 tablet; * 5-8 tahun: 1 tablet dan :* 1-4 tahun: ½ tablet. Sebagai pencegahan kausal “luar” (diatas 15 tahun) 1xseminggu 1 tablet;* orang semi-imun 2-3 tablet setiap 4 minggu.
INFEKSI SALURAN KEMIH
Sulfametizol, sulfafurazol dan kotimoksazol sering digunakan sebagai desinfektan gangguan saluran kemih bagian atas yang menahun. Zat ini juga dipakai untuk mengobati cystitis.
INFEKSI MATA
Sulfasetamida, sulfadikramida, dan sulfametizol digunakan topikal terhadap infeksi mata yang disebabkan oleh kuman-kuman yang peka terhadap sulfonamida, secara sistemis, zay ini juga dipakai untuk penyakit mata berbahaya trachoma , yang merupakan sebab utama dari kebutaan di dunia ketiga.
RADANG OTAK (MENINGITIS)
Berkat daya penetrasinya yang baik ke dalam CCS, obat-obat sulfa sanpai beberapa tahunlalu dianggap sebagai obat terbaik untuk mengobati atau mencegah meningitis terutama sulfadiazin. Timbulnya banyak resistensi dengan pesat menyebabkan obay ini telah diganti dengan ampisilin atau rimpafisin.
PENISILIN DAN SEFALOSPORIN
PENISILIN dan DERIVATNYA
Aktivitas:
Penisilin G dan turunannya bersifat bakterisid terhadap terutama kuman Gram- positif khususnya cocci dan hanya beberapa kuman Garam negatif. Penisilikn termaksud antibiotika spektrum sempit begitu pula penisilin-V dan analognya. Ampisilin dan turunannya serta sefalosporin memiliki spektrum kerja lebih luas, yang meliputi banyak kuman Gram negatif, antara lain H. Infulenzae, E. Coli, dan P.mirabilis. beberapa sefalosporin bahkan aktif terhadap kuman ”sulit” Pseudomonas
Sebagaimana telah diutarakan antibiotika nakterisid ini tidak dapat dikombinasikan dengan bakteriostatika seperti tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan asam fusidat. Ini karena zat-zat yang disebutkan terakhir menghambat pertumbuhan sel dan dindingnya. Kombinasi dengan sulfonamida adalah pengecualiannya.
Wanita hamil dan laktasi
Semua penisilin dianggap aman bagi wanita hamil dan yang menyusui, walaupun dalam jumlah kecil terdapat dalam darah janin dan air susu ibu.
Jenis penisilin dan derivatnya
Ampisilin: Penbritin, ultrapen, binotal
Penisilin broad-spektrum ini (1961)tahan asam dan lebih luas spektrum kerjanya, yang meliputi banyak kuman Gram-negatif yang hanya peka bagi pen-G dalam dosis i.v tinggi sekali. Misalnya E. Coli, H. Infulenzae, Salmonela, dan beberapa suku proteus
Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi infeksi, antara lain dari saluran pernafasan (bronkhitis kronis) saluran cerna dan saluran kemih, kuping (otitis media), gonore, kulit dan bagian lunak (otot dan sebagainya)
Resorpsinya: dari usus 30-40% (dikurangi oleh makanan). Penetrasinya ke CCS ringan, namun ternyata dalam dosisi tinggi efektif pada meningitis. Ekskresinya berlangsung sebagian besar lewat ginjal, yaitu 30-45% dalam keadaan utuh aktif dan sisanya sebagi metabolit.
Efek samping: debandingkan penisilin lain ampisin menimbulkan lebih sering gangguan lambung usus, yang mungkin ada hubungan dengan penyerapannya yang kurang baik.
Dosis: oral 4x sehari 0.5-1 g, a.c, saluran kemih: 3-4 dd 0.5 g, gonorra: 1x3.5 g+probenesid 1 g, tifus/paratifus: 4 dd 1-2 selama 2 minggu. Juga rektal dan secara i.m dan i.v

Amoksilin (Amoxilin, Flemoxin, Hiconcil, Augmentin)
Aktifitas sama dengan ampisilin. Resorpsinya lebih lengkap (ca 80%) dan pesat dengan kadar darah dua kali lipat. PP dan plasma-t ½-nya lebih kurang sama, tetapi difusinya ke jaringan tubuh lebih baik, antara lain ke dalam air liur pasien bronkhitis kronis. Begitu pula kadar bentuk aktifnya dalam kemih jauh lebih tinggi dari pada ampisilin (ca 70%) hingga lebih layak digunakan pada infeksi saluran kemih
Efek samping: gangguan lambung usus dan rash lebih jarang terjadi
Dosis:oral 3 dd 375-1000 mg, anak-anak,10 tahun 3dd 10 mg/kg, 3-10 tahun 3 dd 250 mg, 1-3 tahun 3 dd 125 mg, 0-1 tahun 3 dd 100 mg. Juga diberikan secara i.m/i.v
Sefalosporin
Termaksud antibiotika beta-laktam dengan struktur, khasiat dan sifat yang banyak mirip penisilin. Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan Gram-negatif, termaksud E. Coli, Klebsiella, dan Proteus. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan kuman.
Penggolongan
Menurut khasiat antimikroba dan resistensinya terhadap beta-laktase, sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai berikut,
A. generasi ke-1: sefalotin dan sefazolin, sefradin, sefaleksin dan sefadroksil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram-positif, tidak berdaya terhadap gono-cocci, H.Infulenzae, Bakteriodes, dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.
B. Generasi ke-2: sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksin lebih aktif terhadap kuman Gram-negatif, termaksud H. Infulenzae, proteus, klebsiella, gono-cocci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksilin. Obat0obat ini agak kuat tahan-laktase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (staf, dan strep) lebih kurang sama.
C. Generasi ke-3 sefoperazon, sefotaksim, seftixoksim, seftriakson, sefotiam, sefiksin, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih luas lagi meliputi Pseudomonas dan Bakteroides, khususnya seftazidin, sefsulodin, dan sefepin. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapai khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih ringan
D. Generasi ke-4 sefepin dan sefpiron. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase dan isefepim, juga aktif sekali terhadap Pseodomonas.
Penggunaannya
Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral,terutama digunakan di rumah sakit
zat-zat gen-1 sering digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan, dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi pernafasan dan kulit yang tidak begitu serius dan bila terdapat alergi untuk penisilin.
Zat-zat gen 2/3 digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten untuk amoksilin dan sefalosporin gen-1 juga profilaksis pada bedah jantung, usus, ginokologi dll. Sefotoksitin dan sefuroksin (gen-2) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok yang menbentuk laktamase.
Zat-zat gen-3 seftriakson dan seoataksim kini sering diaanggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonora. Sefoksitin pada infeksi bakteriodes fragilis.
Kinetik
Resorpsi obat oral dari usus berlangsung praktis lengkap dan cepat. Distribusinya ke jaringan dan cairan tubuh baik, tetapi penetrasi ke otak, mata dan CCS buruk kecuali sefataksim. Eksresinya dari kebanyakan sefalosporin melalui kemih praktis lengkap.
Efek samping
Pada umumnya dengan kelompok penisilin, tetapi lebih ringan. Obat-obat oral dapat menimbulkan terutama gangguan lambang usus (diere, nausea, dan sebagainya), jarang sekali juga reaksi alergi (rash, urticaria)
Resistensi dapat timbul dengan cepat maka antibiotika ini sebaiknya jangan digunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi berat. Resistensi silang dengan penisilin pun dapat terjadi.
Kehamilan dan laktasi
Sefalosporin dapat dengan mudah melintasi plasenta, tetapi kadarnya dalam darah janin lebih rendah daripada ibunya, sefalotin dan sefaleksin telah digunakan selama kehamilan tenpa adanya laporan efek buruk bagi bayi




TETRASIKLIN DAN KLORAMFENIKOL
TETRASIKLIN
Kimia
Semua tetrasiklin berwarna kuning. Kapsul yang disimpan ditempat panas dan lembab mudah terurai, terutama di bawah pengaruh cahaya. Produk penguraian epi- dan anhidrotetrasiklin bersifat sangat toksis bagi ginjal. Oleh karena itu, suspensi atau kapsul tetrasiklin yang sudah lama tersimpan lama atau sudah berwarna kuning tua sampai coklat tidak boleh diminum lagi.
Penggunaan
Berhubungan kegiatan antibakterinya yang laus tetrasiklin lama sekali merupakan obat terpilih untuk banyak infeksi dari bermacam-macam kuman, terutama infeksi campuran. Akan tetapi karena perkembangan resistensi dan efek sampingnya pada penggunaan selama kehamilan dan pada anak kecil, maka dewasa ini hanya dicadangkan untuk infeksi tertentu dan bila terdapat intoleransui bagi antibotika pilihan pertama.
Digunakan pada infeksi saluran kemih berhubung kadarnya yang tinggi dalam kemih (sampai 60%)
Adakalanya tetrasiklin digunakan pada malaria bersama kinin. Penggunaan pada disentri basiler, sedangkan disentri akibat amoba tidak dianggap sebagai pilihan pertama.
Pada infeksi berat dapat diberikan sesara iv atau im. Secara topikal digunakan sebagi salep kulit 3%, salep mata 1%, dan tetes mata 0.5%
dosis: infeksi umum 4dd 250-500mg (garam HCL/fosfat) 1 jam a.c atau 2 jam p.c
infeksi chlamydia: 4 dd 500 mg selama 7 hari, acne 3-4 dd 250 mg selama 1 bulan, setiap minggu dikurangi dengan 250 mg sampai mencapai stabilitas (selama 3-6 bulan)
bmalariab: 4 dd 250-500 mg selama 7-10 hari dikombinasi dengan kinin. Infeksi H. Pylori: 4 dd 500 mg selama 1-2 minggu atau bersama 2-3 obat lain (multiple therapi), oksitetrasiklin (OTC, terramycin) adalah derifat oksi (1950) dengan sifat dan penggunaan yang sama.
Dosis: 4 dd 250-500 mg (gram HCL) 1 jam a.c atau 2 jam p.c
Efek samping
Pada penggunaan oral sering terjadi gangguan lamnbung, usus (mual, muntah, disare dan sebagainya) . penyaebabnya ialah rangsangan kimiawi terhadap mukosa lambung dan atau perubahan flora usus oleh bagian obat yang tak diserap, terutama pada tetrasiklin. Hal terakhir dapat menimbulkan pula supra infeksi oleh antara lain jamur Candida albicans (dengan gejala mulut dan tenggorokan nyeri, gatal sekitar anus, diare dan sebagainya)
Efek yang lebih serius adalah sifat penyerapannya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh pada janin dan anak-anak. Pembentukan kopleks tetrasiklin-kalsiumfosfat dapat menimbulkan gangguan pada struktur kristal dari gigi serta pewarnaan dengan titik-titik kuning cojklat yang lebih mudah berlubang (caries). Efek samping lain adalah fotosinsitas yaitu kulit menjadi peka terhadap cahaya, menjadi kemerah-merahan, gatal-gatal dan sebagainya. Maka selama terapi dengan tetrasiklin, hendaknya jangan terkena sinar matahari yang kuat.


Kehamilan
Karena penghambatan pembentukan tulang yang mengakibatkan tulang menjadi lebuh rapuh dan klasifikasi gigi terpengaruh secara buruk, semua tetrasiklin tidak boleh diberikan setelah bulan ke empat dari kehamilan dan pada anank-anak sampai usia 8 tahun.
Interaksi
Tetrasiklin membentuk kompleks tak larut dengan sediaan besi, aluminium, magnesium, dan kalsium hingga resorp[sinya dari usus gagal. Oleh karena itu, tetrasiklin tidak boleh diminum bersamaan dengan makanan (khususnya susu) atau antasida. Doksisiklin dan minosiklin dapat ditelan bersama makanan dan susu.
KLORAMFENIKOL (kemicetine)
Didsolasi poertama kali dari sterptomyces Venezuelae. Karena mempunyai daya antibakteri yang luas, maka penggunaan obat ini meluas dengan cepat. Belakangan ini diketahui bahwa side efeknya menyebabkan anemia aplastik yang fatal, karena itu pamakainnya dengansudah dibatasi hanya untuk demam tipoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Dalam klinis biasanya dipakai kloramfenikol dan tiamfenikol untuk indikasi yang sama.
Antibiotikum broadspektrum ini berkhasit terhadap hampir semua kuman gram-negatif, juga terhadap spirokhaeta, chlamydia trachomatis dam mycoplasma. Tidak aktif terhadap kebanyakan suku Pseudomonas, Proteus, dan Enterobakter.
Khasiatnya bersifat bakteriostatik terhadap enterobakter dan Staph aureus berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Kloramfenikol bekerja bakterisid terhadap Str. Pneumonie, Neiss .meningitis dan H. Infulenzae.
Penggunaannya, berhubung anemia aplastik fatal (lihat efek samping), kloramfenikol di negara barat sejak tahun 1970-an jarang digunakan lagi per oral untuk terapi manusia. Dewasa ini hanya dianjurkan pada beberapa infeksi bila tidak ada kemungkinan lain, yaitu pada infeksi tipus (salmonella typu) dan meningitis (khusus akibat H. infulenzae), juga pada infeksi anaeraob yang sukar dicapai obat, khususnya abces otak oleh B. Fragilis untuk infeksi tersebut juga tersedia antibiotika lain yang lebih aman dengan efektivitas sama.
Penggunaan topikal. Kloramfenikol digunakan sebagai salep 3% dan tetes/ salep mata 0.2%1% sebagai pilihan kedua. Jika sebagai tetes mata tidak boleh dipakai lebih dari 10 hari.
Efek samping umum berupa antara lain gangguan lambung-usus, neuropati optis dan tulang (mylodepresi) yang dapat mengakibatkan anemia aplastis.
Perhatian! Pada pengobatan lama dengan dosis tinggi sebagaimana halnya pada terapi tipus, gambaran darah perlu dimonitor.
Kehamilan dan laktasi penggunaannya tidak dianjurkan, khususnya selama seminggu-minggu terakhir dari kehamilan, karena dapat menimbulakan cyanosis dan hypothermia pada neonati (’grey baby sindrome). Berhubung melintasi plasenta dan mencapai air susu ibu, maka tidak boleh diberikan selama laktasi. Larangan tersebut juga berlaku bagi tiamfenikol
Dosis: pada tifus permulaan 1-2 g (palmitat), lalu 4 dd 500-750 mg p.c. neonati maksimum 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis, anak-anak di atas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam dosis 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis, abces otak) i.v 4 dd 500-1.500 mg (naksusinat)
Tiamfenikol (urfamycin) adalah derifat p-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip dengan kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Ekskresinya lewat kemih dalam kadar tinggi sebagai zat utuh aktif (ca 65%). Didalam empedu, kadar tiamfenikol lebih tinggi dari pada kloramfenikol. Maka digunakan selain pada infeksi tifus dan salmonella p pada infeksi saluran kemih dan saluran empedu oleh kuman resisten untuk antibiotika lain. Toksisnya bagi sumsum tulang dan darah sama dengan kloramfenikol.
Dosis: tifus perut 4 dd 250-500 mg selama maksimum 8 hari, diatas 60 tahun 2 dd 500 mg, anak-anak 20-30 mg/kg/hari. Gonore 1x2,5 g.
AMINOGLIKOSIDA
Saat ini antibiotika aminoglikosida masih mempunyai tempat dalam penanggulangan infeksi berat bakteri gram negatif, walaupun mereka bukan satu-satunya antibiotik yang efektif, sefalosporin generasi ketiga dan beberapa penisilin semisintetik baru, hampir sama efektif dan lebih aman, tetapi harganya terlalu mahal
Antibikroba yang termaksud aminoglikolisin adalah sebagai berikut:
Jenis Aminoglikolisid Fungus Penghasil
Streptomisin
Neomisin (campuran neomisin B&C)
Fremisetin (neomisin B)
Kanamisin
Paromomisin (aminosidin)
Gentamisin
Tobramisin
Amikasin Streptomyces friseaus
Streptomyces friseaus
Streptomyces lavendule
s. kanamycetius
s. rimosus
micromonospora pupurea
s. tenebrarius
Asilasi kanamisin A (semisintetik)
MAKROLID
Antibiotika golongan makrolid mempunyai persamaan yaitu terdapat cincin lakton dalam rumus molekulnya. Antibiotik golongan ini dan yang paling banyak digunakan adalah Eritromisin, Spiramisin, Roksitromisin, Linkomisin, Klindamisin, Polimiksin-B, Kolistin Basitrasin dan Vankomisin.
KUINOLON
Obat ini tidak tergolong antibiotika tetapi mempunyai daya antimikroba. Pada awal tahun 1980 diperkenalkan golongan kuinolon baru dengan flour terikat pada cincin kuinolon, karena itu dinamakan juga flourokuinolon. Golongan flourofloksasin yang sering digunakan dalam klinik yaitu, Sipofloksasin, Norfloksasin, Ofloksasin, Pefloksasin
TUBERKULOSTATIK DAN LEPROSTATIK
Tuberkolosis dan lepra disebabkan oleh bakteri/kukman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain, yaitu Mycobakterium tubercolosis dan M. Leprae
Penggolongan infeksi kuman tahan asam merupakan persoalan dan tantangan dalam bidang kemoterpa; resistensi dan efek samping masih merupakan masalah utama dalam pengobatan. Faktor yang mempersulit pengobatan ialah: 1. kurangnya daya tahan hospes 2. kurangnya daya bkterisid obat yang ada 3.timbulnya resistensi kuman terhadap obat 4. masalah efek samping obat.


TUBERKOLOSTATIK
Obat yang digunakan untuk tuberkolostatik dogolongkan atas dua kelompok yaitu 1. kelompok obat primer: isoniasid, rifampisin, etambutol, streptomisin dan pirazinamid. Obat-obat ini memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan toksistas yang dapat diterima dan sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat ini. 2 kelompok obat sekunder : Etionamid, PAS (Para Amino Salisilat), Sikloserin, Amikasin, Kanamisin.
Isoniaasid (=INH, ISONEX)
Derivat asam isonikotinat ini (1952) berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap M. Tuberkolosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Obat ini praktis tidak aktif terhadap bakteri lain. Isoniazida masih tetap merupakan obat kemoterapi terpenting dalam berbagai tipe tuberkulosa dan selalu dalam bentuk multi terapi dengan rimpafisin dan pirazinamida. Untuk profilaksis digunakan sebagai obat tunggal bagi orang-orang yang berhubungan dengan pasien TBC terbuka.
Efek sampingnya pada dosis normal (200-300 mg sehari) jarang dan ringan (gatal-gatal, ikterus), tetapi lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg. Yang terpenting adalah polineuriyis yakni radang saraf dengan gejala kejang dan gangguan penglihatan.

ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS KONTAK

LANDASAN TEORI
DERMATITIS KONTAK


I. TEORI MEDIS
 Pengertian
Dermatitis kontak ( dermatitis venenata ) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsure – unsure fisik, kimia, atau biologi. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosoa dan disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik. Dermatitis kontak adalah peradangan oleh kontak dengan suatu zat tertentu, ruamnya terbatas pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas.

 Penyebab

Zat – zat yang dapat menyebabkan dermatitis kontak melelui 2 cara yaitu :
1. Iritasi ( dermatitis iritan )
2. Reaksi alergi ( dermatitis kontak alergika )
• Sabun detergen dan logam – logam tertentu bisa mengiritasi kulit setelah beberapa kali digunakan.
• Penyebab dermatitis kontak alergika
Kosmetika : Cat kuku, penghapus cat kuku, deodorant, pelemban lotion sehabis bercukur, parfum, tabir surya.
• Senyawa kimia ( dalam perhiasan ) : nikel
Tanaman : Racun IVY ( tanaman merambat ) racun pohon ek, sejenis rumput liar, primros.
• Obat – obat yang terkandung dalam kritim kulit : antibiotic ( penisilin, sulfonagnid, neomisin ), autihistamin ( defenhidramin )
• Zat kimia yang digunakan dalam pengelolaan pakaian.
 Manifestasi klinik

Gejala dermatitis kontak mencakup keluhan :
• Gatal – gatal
• Rasa terbakar
• Lesi kulit ( vesikel )
• Edema yang diikuti oleh pengeluaran secret
• Pembentukan krusta serta akhirnya mongering dan mengelupas kulit.
Reaksi yang berulang – ulang dapat disertai penebalan kulit dan perubahan pigmentasi. Invasi sekunder oleh bakteri dapat terjadi pada kulit yang mengalami ekskoriasis karena digosok atau digaruk. Biasanya tidak terdapat gejala sistemik kecuali jika erupsinya tersebar luas.

 Patofisiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein.
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu :
1. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
2. Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.

b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.


 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan integument yaitu :
• Biopsi kulit
Biopsi kulit adalah pemeriksaan dengan cara mengambil cintih jaringan dari kulit yang terdapat lesi.
Biopsi kulit digunakan untuk menentukan apakah ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
• Uji kultur dan sensitivitas
Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya virus, bakteri, dan jamur pada kulit.
Kegunaan lain adalah untuk mengetahui apakah mikroorganisme tersebut resisten pada obat – obat tertentu.
Cara pengambilan bahan untuk uji kultur adalah dengan mengambil eksudat pada lesi kulit.
• Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus
Pemeriksaan kulit perlu mempersiapkam pencahayaan khusus sesuai kasus. Factor pencahayaan memegang peranan penting.
• Uji tempel
Uji ini dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi.
Untuk mengetahui apakah lesi tersebut ada kaitannya dengan factor imunologis.
Untuk mengidentifikasi respon alergi
Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan pada kulit, selanjutnya dilihat bagaimana reaksi local yang ditimbulkan.
Apabila ditemukan kelainan pada kulit, maka hasil nya positif.

 Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:

 Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
 Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih.
 Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.


 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengistirahatkan kulit yang sakit dan melindunginya terhadap kerusakan lebih lanjut. Riwayat sakit yang rinci harus dianamnesia. Kemudian iritan yang menyebabkan didentifikasi dan dihilangkan, iritasi local harus dihindari, dan pemakaian sabun umumnya tidak dilakukan sebelum terjadi kesembuhan banyak preparat dianjurkan penggunaannya untuk meredakan dermatitis. Umumya lotion yang netral dan tidak mengandung obat dapat dioleskan pada bercak – bercak eritema ( inflamasi kulit ) yang kecil. Kompres yang sejuk dan basah juga dapat dilakukan pada daerah dermatitis vesikuler yang kecil. Remukan halus es yang ditambahkan pada air kompres kerapkali memberikan efek antipruritus. Kompres basah biasanya membantu membersihkan lesi eozema yang mengeluarkan secret. Kemudian preparat krim atau salep yang mengandungsalah satu jenis kostikoateroid dioleskan tipis – tipis. Mandi dengan larutan yang mengandung obat dapat diresepkan, untuk dermatitis dengan daerah – daerah lesi yang lebih luas. Pada dermatitis yang menyebar luas, pemberian kortokosteroid jangka pendek dapat diprogramkan.



II. TEORI KEPERAWATAN
 Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan, Perubahan tonus
2. Sirkulasi
Tanda : pembentukan edema jaringan
3. Integritas Ego
Gejala : Pekerjaan, masalah tentang keluarga
Tanda : ansietas, menarik diri
4. Eliminasi
Tanda : Diuresis ( setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi )
5. Makanan / Cairan
Tanda : edema jaringan umum
6. Neurosensori
Tanda : perubahan orientasi, perilaku
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada kulit
8. Pernapasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama
9. Keamanan
Tanda : adanya destruksi jaringan.

 Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
Sasaran : pemeliharaan integritas kulit
Hasil yang diharapkan :
• Mempertahankan integritas kulit
• Tidak ada laserasi
• Tidak ada tanda – tanda cedera termal
• Tidak ada infeksi
• Memberikan obat topical yang diprogramkan
• Menggunakan obat yang diresepkan sesuai jadwal.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri:
1. pantau keadaan kulit pasien
2. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya cedera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan suhu yang terlalu tinggi dan akibat cidera panas yang tidak terasa ( bantalan pemanasan, radiator )
HE:
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
kolaborasi
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti histamine dan salep kulit
rasional :
1. Mengetahui kondisi kulit untuk dilakukan pilihan intervensi yang tepat
2. Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas.




3. Banyak masalah kosmetika pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
4. Penggunaan anti histamine dapat mengurangi respon gatal serta mempercepat proses pemulihan


2. Nyeri dan yang berhubungan dengan lesi kulit
Sasaran : peredaan ketidaknyamanan
Hasil yang diharapkan :
• Mencapai peredaan gangguan rasa
• Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda
• Memperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan
• Mematuhi terapi yang diprogramkan
• Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
• Menunjukkan kulit utuh ; kulit menunjukkan, kemajuan dalam penampilan yang sehat.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri:
1. Periksa daerah yang terlibat


2. Upaya untuk menemukan penyebab gangguan rasa nyaman

3. Mencatat hasil – hasil observasi secara rinci dengan memakai terminology deskriptif.



4. Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin terjadi ; mendapatkan riwayat pemakaian obat.

5. Kendalikan factor – factor iritan

6. Pertahankan kelembaban kira – kira 60 % ; gunakan alat pelembab.

7. Pertahankan lingkungan dingin

8. Gunakan sabun ringan ( Dove ) atau sabun yang dibuat untuk kulit sensitive ( Neutrogena, Avveno ).
9. Lepaskan kelebihan pakaian atau peralatan di tempat tidur.
10. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun ringan

11. Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih, dan pelarut.

12. Gunakan tindakan perawatan kulit untuk mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan kenyamanan pasien.

13. lakukan kompres penyejuk dengan air suam – suam kuku ataukompres dingin guna meredakan rasa gatal.

14. Atasi kekeringan ( serosis ) sebagaimana dipreskripsikan.



Kolaborasi:

15. Oleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi

16. Gunakan terapi topical seperti yang dipreskripsikan.

17. Anjurkan pasien untuk menghindari pemakaian salep ayau lotion yang dibeli tanpa resep dokter.
18. Jaga agar kuku selalu terpangkas.
rasional :
1. Pemahaman tentang luas dan karakteristik kulit meliputi bantuan dalam menyusun rencana intervensi.
2. Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.

3. Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosisi dan pengobatan. Banyak kondisi kulit tampak serupa tetapi mempunyai etiologi yang berbeda. Respons inflamasi kutan mungkin mati pada pasien lansia.
4. Ruam menyeluruh terutama dengan aeitan yang mendadak dapat mennjukkan reaksi alergi terhadap obat.

5. Rasa gatal diperburuk oleh panas, kimia, dan fisik.
6. Dengan kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.

7. Kesejukan mengurangi gatal

8. Upaya ini mencakup tidak adanya larutan detegen, zat pewarna atau bahan pengeras.

9. Meningkatkan lingkungan yang sejuk

10. Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi kulit.

11. Setiap substansi yang mneghilangkan air, lipid atau protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit.

12. Kulit merupakan barier yang penting yang harus dipertahankan keutuhannya agar dapat berfungsi dengan benar.

13. Penghisapan air yang bertahap dari kasa kompres akan menyejukkan kulit dan meredakan pruritus.
14. Kulit yang kering dapat menimbulkan daerah dermatitis dengan kemerahan, gatal, deskuamasi dan pada bentuk yang lebih berat, pembengkakan, pembentukan lepuh, keretakan dan eksudat.


15. Hidrasi yang efektif pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier pada kulit.

16. Tindakan ini membantu meredakan gejala


17. Masalah pasien dapat disebabkan oleh iritasi atau sensitisasi karena pengobatan sendiri.

18. Pemotongan kuku akan mengurangi kerusakan kulit karena garukan.



3. perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus
Sasaran : Pencapaian tidur yang nyenyak.
Hasil yang diharapkan :
• Mencapai tidur yang nyenyak
• Melaporkan peredaan rasa gatal
• Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat
• Menghindari konsumsi kafein pada sore gari dan menjelang tidur pada malam hari.
• Mengenali tindakan untuk mneingkatkan tidur.
• Mengalami pola tidur / istirahat yang memuaskan.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
1. Bantu pasien melakukan gerak badan secara teratur

2. jaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.

Kolaborasi:

3. Cegah dan obati kulit yang kering

HE:
4. Anjurkan kepada klien menjaga kulit selalu lembab


5. Anjurkan klien Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur di malam hari.
6. Anjurkan klien Mengerjakan hal – hal yang ritual dan rutin menjelang tidur.
rasional :
1. Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada sore hari.
2. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal. Lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.


3. Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang normal.

4. Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

5. Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam sesudah dikonsumsi.


6. Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.

4. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
Sasaran : Pengembangan peningkatan penerimaan diri.
Hasil yang diharapkan :
• Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
• Mengikuti dan turut berpatisipasi dalam tindakan perawatan – mandiri.
• Melaporkan perasaan dalam penegndalian situasi.
• Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
• Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
• Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.menggunakan teknik menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.


INTERVENSI RASIONAL
Mandiri:
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien ( menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekpresi keadaan muak terhadap kondisi kulitnya ).
2. Identifikasi stadium psikososial tahap perkembangan.


3. Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan ( dengan cara yang terbuka, tidak menghakimi ) untuk mengekspresikan berduka / ansietas tentang perubahan citra tubuh.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan pasien. Bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali serta mengatasi masalah.

5. dorong sosialisasi dengan orang lain
rasional :
1. Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang tampak nyata bagi pasien. Kesan sesorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri.
2. Terhadap hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasien terhadap kondisi kulitnya.
3. Pasien membutuhkan pengalaman yang harus didengarkan dan dipahami.

4. Tindakan ini memberikan kesempatan pada petugas kesehatan untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi. Ketakutan merupakan unsure yang merusak adaptasi pasien.
5. Meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.


5. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit.
Sasaran : Pemahaman terhadap perawatan kulit
Hasil yang diharapkan :
• Memiliki pemahaman terhadap perawatan diri
• Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional tindakan yang dilakukan.
• Menjalankan mandi, pencucian, dan balutan basah sesuai yang diprogramkan.
• Gunakan obat topical dengan tepat
• Memahami pentingnya nutrisi unutk kesehatan kulit.


INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan apakah pasien mnegetahui ( memahami dan salah mengerti ) tentang kondisi dirinya.
2. Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang benar ; memperbaiki kesalahan konsepsi / informasi
3. Peragakan penerapan terapi yang diprogramkan ( kompres basah ; obat topical )
4. Berikan nasihat kepada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta lotion kulit.



5. Dorong pasien untuk mendapatkan status nutrisi yang sehat.

rasional :
1. Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.

2. Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat mereka perbuat. Kebanyakan pasien merasakan manfaatnya.
3. Memungkinkan pasien memperoleh kesempatan untuk menunjukkan cara yang tepat unutk melakukan terapi.
4. Stratum korneum memerlukan air agar fleksibilitas kulit tetap terjaga. Pengolesan krim atau lotion untuk melembabkan kulit akan memcegah agar kulit tidak menjadi kering, kasar, retak, dan bersisik.
5. Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan pada kulit dapat menandakan status nutrisi yang abnormal.


6. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit
Sasran : tidak adanya komplikasi
Hasil yang diharapkan :
• Tetap bebas dari infeksi
• Mengungkapakn tindakan perawatan kulit yang mneingktakan kebersihan dan mencegah kerusakan.
• Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan
• Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas perawatan kesehatan
• Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( mis : penggantian balutan, mandi )
INTERVENSI RASIONAL
1. Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada pasien yang system kekebalannya teganggu.
2. Berikan petunjuk yagn jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi

3. Laksanakan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan untuk mengurangi intensitas inflamasi

rasional ;

1. Setiap keadaan yang mneggangu status imun akan memperbesar resiko terjadinya infeksi kulit.

2. Pendidikan pasien yang efektif bergantung pada ketrampilan – ketrampilan interpersonal professional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas yang diperkuat dengan instruksi tertulis.
3. Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh drah kulit dan dengan demikian mengurangi eritema serta produksi serum.
selamat datang di blog ku.............
ini adalah postingan yang pertama kali.ya biasalah yang namanya pertama..... baru belajar nih........